gorontalopost.id- Aksi unjuk rasa yang dilakukan forum persatuan ahli waris izin usaha pertambangan operasi produksi, di Kabupaten Pohuwato, pada 21 September 2023 lalu meninggalkan beberapa cerita dan menyita perhatian publik. Bagaimana tidak aksi ini berhujung kerusuhan dan menyebabkan terbakarnya kantor Kabupaten Pohuwato.
Sebagaimana aksi yang dilakukan itu, dengan tuntutan mempertanyakan kepastian pembagian sebagian lahan dan ganti rugi lahan ke perusahaan, proses yang terjadi selama ini selalu tidak mendapatkan titik temu antara pihak perusahaan PT Merdeka Copper Gold Tbk (Merdeka), selaku perusahaan induk dari PT Puncak Emas Tani Sejahtera (PETS) dan PT Gorontalo Sejahtera Mining (GSM) yang mengelolah emas Pani Gold Project (PGP)
Mengurai permasalahan yang ada, bentuk aksi yang timbul ini merupakan reaksi dari masyarakat yang menuntut hak mereka. Sehingga perlu dianalisa secara mendalam penyebab dari kericuhan yang terjadi pada aksi yang berujung anarkis itu, sehingga menyebabkan pengruskan fasilitas publik dan mengakibatkan beberapa korban luka.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) bidang Energi, Migas dan Minerba Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), Iman Karim, dalam pernyataanya yan diterima Gorontalo Post, Senin (25/9) mengatakan, dalam peristiwa itu, tidak serta merta harus menyalahkan massa aksi, dalam kasus ini atau penyebab dari terjadinya kericuhan, kata dia, bukan juga membenarkan aksi anarkis tersebut tetapi perlu dilihat lagi secara menyeluruh.
“Pasca kejadian kemarin kiranya kita perlu menganalisa, sebagaimana informasi yang berkembang di media masa ada beberapa kejanggalan dan kelalaian entah dari pihak Perusahaan, Kepolisian hingga Pemerintah itu sendiri,”ujarnya.
Pertama, kata Imam Karim, sebagaimana yang dikutip dari beberapa media keterangan dari Kombes Pol Desmont Harjendro Kabid Humas Polda Gorontalo, menurut keteranganya sebanyak 650 personal Polri yang diturunkan gabungan dari Polda Gorontalo dan Polres Pohuwato yang diarahkan di 4 titik Aksi.
kalau dilihat dari jumlah personal yang diturunkan pada 4 titik maka setiap titik Aksi sekitar 162 personal. Disinlah masalahnya karena data jumlah massa aksi sampai dengan sekarang belum ada jumlah yang pasti, dari pihak kepolisianpun memperkirakan 2.500 Massa Aksi, ini tidak sebanding dengan jumlah personal Kepolisian yang mengawal aksi tersebut.
Sehingga menjadi sebuah kesalahan atau kelalaian dari Pihak Kepolisian selaku pengamanan dalam aksi tersebut, bagaimana tidak, pada persoalan data massa aksi pihak polda tidak mampu memprediksikan dari awal serta bagaimana mengarahkan massa aksi agar meminimalisir konflik. “Kita tau bersama kepolisian dengan segalah sumber dayanya pasti bisa memprediksikan dari awal sebagaimana peranan dari Intelejen dan sumber-sumber informasi kepolisian itu sendiri, disini jelas kelihatan ketidak siapan dari pihak Kepolisian Polda Gorontalo dan Polres Pohuwato,”ujarnya.
Kedua, lanjut Iman Karim, keterlambatan pemerintah dalam merampungkan pembagian lahan konsesi yang diklaim warga, karena sampai dengan sekarang pihak Pemerintah belum mengetahui berapa jumlah lahan yang akan dibagikan serta jumlah penerimanya, ketidak seriusan dan kelambatan pemerintah ini juga menjadi salah satu faktor penyebab ketegangan antara masyarakat dan pihak perusahan. peranan pemerintah begitu penting karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak bukan hanya kepadah masyarakat tetapi juga perusahaan itu sendiri, ataupun jangan hanya mencari manfaat investasi tapi mengorbankan masyarakat itu sendiri.
“Ketiga pihak perusahaan seharusnya lebih bersosialisasi terhadap masyarakat itu sendiri karena masyarakat selaku warga asli Pohuwato banyak yang menggantungkan hidupnya di pertambangan dan ini terjadi secara turun temurun dan tidak sertamerta masyarakat harus diusir, walaupun dari pihak perusahan telah memberikan tali asih dan pilihan program ahli profesi yang telah diterimah oleh 2.200 penambang ini masi belum tepat dan menjawab kebutuhan masyarakat,”urainya.
Lanjut dia, hal ini menandakan pihak perusahaan salah dalam merangkul masyarakat sekitar dan tidak memahami kultur dan karakter dari masyarakat itu sendiri. Sehingga perlu menjadi perhatian juga pihak perusahaan yang dipimpin oleh Boyke Poerbaya Abidin selaku Direktur utama PT PETS dan PT GSM dan menjabat Chief External Officer di PT Merdeka Copper Gold Tbk, agar dapat melibatkan masyarakat atau tokoh-tokoh adat setempat serta LSM guna mecari solusi-solusi dan titik temu persoalan ini.
Melihat kondisi yang ada, sebagai Wakil Sekretaris Jendral Bidang Energi, Migas dan MinerbaPengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam, Iman meminta kepada, pertama Mabes Polri untuk serius dalam mengatasi masalah ini dan mengevaluasi pihak-pihak terkait, serta mencopot Kapolda Gorontalo dan Kapolres Pohuwato karena telah lalai dan tidak mampu mengontrol massa aksi atau demonstran sehingga terjadinya kericuhan. ini juga sebagai tanggung jawab Polri sebagaimana dengan Slogan Polri saat ini Presisi yang dikonsepkan oleh Kapolri, Jendral Polisi Listiyo Sigit Prabowo.
Kedua, meminta kepada Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo untuk mengevaluasi jajaran pemerintahannya apabila punya keterlibatan atau mempunyai saham di perusahan tersebut, agar terkesan pemerintahan pusat dapat berlaku adil.
“Ketiga meminta kepada Menteri ESDM untuk mengkaji kembali lahan konsensi pertambangan PT Puncak Emas Tani Sejahtera (PETS) dengan wilayah IUP seluas 100 hektar dan PT Gorontalo Sejahtera Mining (GSM) dengan lahan Kontrak Karya seluas 14.570 Hektar yang meramba hingga hutan Cagar Alam Panua, karena sesuai dengan pasal 169 Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba seharusnya tidak ada lagi perusahaan tambang yang beroperasi dengan landasan Kontrak Karya. (gp)
Comment