Oleh:
Delyuzar Ilahude
Anda mengaku sebagai warga Gorontalo? Bisakah Anda menyebutkan lebih dari 5 wisata pantainya? Kalau masih kesulitan, ada 2 kemungkinan. Anda yang kurang piknik, atau itulah bukti bahwa popularitas dan pengembangan wisata pantai Gorontalo masih belum maksimal. Padahal, Gorontalo kaya dengan wisata pantai yang sangat potensial menjadi sumber pendapatan daerah.
Pemerintah Provinsi Gorontalo mencatat, jumlah wisatawan yang berkunjungke Gorontalo pada tahun 2018 sebanyak 971.100 wisatawan, terdiri dari wisatawan mancanegara sebanyak 8.532 orang dan wisatawan domestik 962.568 orang. Jumlah ini naik signifikan, dibanding pada tahun 2016 yang hanya berkisar 572.317 orang, dan serta 2017 yang naik menjadi 789.969 orang. Itu artinya, sektor pariwisata Gorontalo bisa menjadi salah satu pilar pembangunan jika digarap serius. Pasalnya, pesona wisata Gorontalo tak hanya soal keindahan alam dan satwa, tetapi juga soal budaya dan kearifan lokal.
Selain mendatangkan pendapatan daerah, sektor pariwisata juga padat karya. Mulai dari perhotelan, makanan, transportasi, pemandu wisata, hingga industri kerajinan, semuanya menyerap tenaga kerja yang seharusnya tak sedikit. Sayangnya, dukungan dari Pemerintah Kabupaten dan Kota Gorontalo belum cukup untuk memaksimalkan potensi objek wisata yang ada.
Sebut saja, Pantai dan Taman Laut Olele, di Kabupaten Bone Bolango. Tak banyak penginapan dan infrastruktur serta fasilitas hingga akses transportasi yang mudah untuk mencapainya. Toilet dan tempat istirahat masih kurang memadai. Padahal, objek wisata ini bagaikan intan yang selangkah lagi menjadi berlian, jika didukung pendanaan dan pembangunan infrastruktur yang layak. Tentu, pembangunannya tetap harus memperhatikan aspek lingkungan, agar tetap berkesinambungan.
Di pantai bagian utara, yang berhadapan dengan Laut Sulawesi, di Kabupaten Gorontalo Utara, juga ada banyak obyek wisata, seperti Hutan Mangrove Langge, dan Air Terjun Hiyaliyo Da’a. Namun, persoalan paling utama dan mendasar, adalah sulitnya mencapai deretan objek wisata ini tanpa kemudahan transportasi umum yang memadai. Padahal, kawasan pesisir utara Gorontalo punya karakteristik dan keunikan tersendiri dibanding pantai di kawasan Teluk Tomini.
Selain itu juga masih banyak objek wisata lain yang justru dikenal wisatawan asing tetapi kurang populer di masyarakat lokal, seperti Pantai Kurinae dan Botutonuo. Benteng Otanaha, Pulau Saronde, Bukit Layang, Masjid Walima Emas, Pulau Diyonumo, Pulau Cinta, Pantai Dunu, hingga Danau Limboto, memang sudah lama menjadi magnet wisata yang murah meriah namun sayang miskin pembaharuan. Tiket masuk seharga Rp5.000 di beberapa obyek wisata tersebut pun seakan tak terpengaruh inflasi, yang sebenarnya tetap harus diperhitungkan demi memberikan fasilitas mumpuni bagi para wisatawan. Jika dari deretan objek wisata ini masih ada yang belum Anda ketahui, berarti itulah pekerjaan rumah strategi promosi bagi Dinas Pariwisata Gorontalo.
Selain perluan alisis untuk memetakan hambatan, mengetahui ruang perbaikan bagi masing-masing obyek wisata, dan bagaimana menyusun tahapan pembangunan serta pembiayaannya, perlu juga evaluasi strategi promosi untuk meningkatkan kunjungan di obyek wisata unggulan Gorontalo. Semua bisa dimulai dari membedah kemudahan menemukan informasi lengkap tentang sebuah obyek wisata, termasuk bagaimana menjangkaunya, transportasi apa yang dibutuhkan, hingga suguhan atraksi, serta fasilitas dan penginapan yang ada di masing-masing kawasan.
Perbaikan infrastruktur juga jangan dilupakan. Jalan yang masih belum beraspal sangat berdampak pada kemudahan menjangkau sebuah obyek wisata. Semakin mulus jalan, semakin mudah pula mobilitas warga dan wisatawan, membuka keran ekonomi bagi warga setempat. Kelengkapan fasilitas seperti toilet, mushola, tempat parkir, dan penginapan, hingga penunjuk jalur evakuasi jika terjadi bencana juga penting untuk dievaluasi. Jangan lupakan juga faktor kebersihan. Siapa juga yang maudatang ke obyek wisata yang kotor dan tak terawat?
Ada banyak cara yang bisa dilakukan Pemerintah Provinsi Gorontalo, jika tak mampu melakukan semuanya sendiri. Gandeng investor, corporate social responsibility (CSR) perusahaan swasta, libatkan aktivis lingkungan, hingga ahli pariwisata, dan warga setempat, untuk menyamakan visi dan misi agar pengembangan yang dilakukan bisa memuaskan semua pihak. Ajak juga masyarakat untuk memiliki budaya merawat dan menyayangi lingkungan, semudah tidak membuang sampah sembarangan, apalagi membuangnya ke sungai atau ke laut. (*)
Penulis : Pengamat Lingkungan dan Ketua Bidang Litbang LAMAHU Jakarta
Comment