Bagian Pertama
Oleh :
Fory Armin Naway
Dosen FIP UNG dan Ketua PGRI Kab. Gorontalo
Pandemi Covid-19 yang melanda dunia, termasuk Indonesia, masih saja mengancam dan entah sampai kapan akan berakhir. Belum ada pakar di dunia manapun yang dapat memastikan, kapan pandemi covid-19 akan hengkang dan lenyap di muka bumi ini. Yang jelas, seluruh dunia dan seluruh sektor kehidupan di dalamnya, tengah berupaya, berikhtiar dan beradaptasi dengan virus yang meresahkan ini. Salah satunya, adalah sektor pendidikan di Indonesia yang juga tengah berkhitiar, menyelenggarakan pembelajaran secara virtual atau e-learning atau pembelajaran online melalui video converence atau juga dikenal dengan pembelajaran daring
Sebagai konsep pembelajaran baru yang bersifat adaptatif dan sementara, karena wabah virus Corona, maka harus diakui, terdapat beberapa tantangan, kendala dan hambatan dalam proses pengaplikasiannya di lapangan, Yang paling krusial, selain kendala keterbatasan fasilitas jaringan internet yang tidak lancar, persoalan perangkat Android dan kuota internet bagi anak didik yang berasal dari keluarga yang tidak mampu, juga terkait persoalan kesiapan guru, kesiapan anak didik dan orang tua/ wali murid dalam proses pembelajaran virtual.
Bersyukur, dalam hampir setahun lamanya proses pembelajaran virtual ini berlangsung, keseluruhan tantangan, hambatan dan kendala tersebut di atas, lambat laun mulai teratasi dengan baik. Hal ini terwujud berkat intervensi kebijakan, baik dari pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, maupun dari Pemerintah Daerah yang secara terencana dan terstruktur mulai memformulasikan beberapa ide, gagasan dan terobosan sebagai solusi.
Meski demikian, masih terdapat beberapa aspek yang nampaknya tetap dan terus-menerus membutuhkan perhatian dan penanganan khusus, terutama yang terkait erat dengan upaya komprehensif, bagaimana meningkatkan motivasi belajar anak didik dalam mengikuti proses pembelajaran secara virtual. Faktor motivasi anak didik ini sangat penting dalam menentukan keberhasilan pembelajaran di satu sisi dan dalam kerangka mempertahankan serta meningkatkan kualitas pendidikan di sisi yang lain.
Artinya, selengkap apapun fasilitas pembelajaran virtual, sehebat apapun guru dalam menerapkan metode pembelajaran dan setangguh apapun orangtua anak didik dalam mengawal, membimbing serta mendampingi anak-anaknya, namun jika siswa yang bersangkutan tidak memiliki motivasi belajar yang memadai, maka ouput yang dihasilkan juga tidak akan maksimal.
Pada pembelajaran online, biasanya peserta didik menjadi kurang aktif dalam menyampaikan aspirasi dan pemikirannya maupun enggan dalam menyampaikan keluhan-keluhan tertentu, terkait misalnya, kesulitan yang dihadapinya pada materi pelajaran tertentu yang telah dan tengah diampuh oleh guru dari kejauhan. Bahkan ada kasus, di mana siswa terkadang tidak perduli, apakah ia mengerti atau tidak, paham atau tidak paham dengan materi pelajaran yang disampaikan oleh guru.
Guru dalam konteks ini, patut mawas diri dan berikhtiar jangan sampai anak didik dari balik layar video confrence akan bersikap “masa bodoh” dengan materi yang diampuh oleh guru dan hanya berpikir bagaimana proses pembelajaran virtual itu cepat selesai. Apalagi jika ada murid yang sudah ketagihan “Main game”, bermedsos atau semacamnya yang membuatnya menjadi malas, tidak bergairah, acuh tak acuh dan cenderung menganggap pelajaran yang disampaikan oleh guru tidaklah penting.
Yang patut digarisbawahi, bahwa secara psikologis atau kejiwaan, sikap dan pola pikir anak didik saat berhadapan langsung dengan guru di ruang kelas, akan berbeda jauh, ketika anak didik tersebut berada di rumah, jauh dari jangkauan guru. Apalagi, dalam kesehariannya, anak didik tersebut memiliki persoalan di rumah atau ada sesuatu yang tidak disukainya atau tengah menghadapi persoalan tertentu, semuanya itu, akan turut mempengaruhi kejiwaan anak didik ketika mengikuti pembelajaran secara online.
Oleh karena itu, guru tidak hanya sekadar menyampaikan materi pembelajarannya secara menoton atau satu arah, tapi guru dituntut lebih peka dan kreatif dalam mengaplikasikan metode-metode pembelajaran yang elegan, luwes dan menyenangkan. Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan atau yang dikenal dengan PAKEM, nampaknya patut menjadi salah satu alternatif rujukan guru dalam proses pembelajaran Virtual. Paling tidak, hal itu dimaksudkan untuk merangsang motivasi dan minat anak didik agar tidak jenuh, bosan atau acuh tak acuh dalam proses pembelajaran.
Bagaimana metode PAKEM diterapkan dalam proses pembelajaran virtual? Bukankah selama ini, PAKEM cenderung diterapkan dalam proses pembelajaran tatap muka langsung dengan guru di sekolah?. Disinilah pentingnya kreatifitas guru dalam mengampuh mata pelajaran secara virtual. Dengan kata lain, guru dalam aspek ini, dituntut mampu menemukan formula yang efektif, bagaimana sajian pembelajaran virtual dapat merangsang semangat dan motivasi anak didik agar antusias dalam belajar, meski secara virtual.
Menurut Rusman (2014), PAKEM adalah konsep pembelajaran yang berpusat pada anak (student centered learning) dan pembelajaran yang bersifat menyenangkan (learning is fun) agar anak didik termotivasi untuk terus belajar sendiri tanpa diperintah, tanpa harus diawasi, tidak merasa terbebani atau takut. PAKEM dalam implementasinya, adalah konsep pembelajaran dalam kerangka menterjemahkan 4 pilar yang dirancang oleh UNESCO, antara lain 1). Learning to know, yakni mempelajari ilmu pengetahuan dari aspek kognitif. 2). Learning to do, yaitu belajar untuk melakukan yang bersifat implementasi ilmu atau penjabaran teori secara praktis. 3). Learning to be , yakni membelajarkan anak didik untuk menjadi diri sendiri yang terkait erat dengan kepribadian atau pendidikan karakter. 4). Learning to life together, yakni pembelajaran tentang kebersamaan, toleransi dan nilai-nilai sosial lainnya kepada anak didik. Itulah sedikitnya sasaran yang hendak dicapai yang dapat dikolaborasikan ke dalam proses pembelajaran PAKEM yang tetap relevan diaplikasikan dalam pembelajaran secara online.
Meski demikian, dalam konteks meningkatkan motivasi anak didik dalam proses pembelajaran virtual di satu sisi dan tetap menjaga kualitas pembelajaran di sisi yang lain, guru sebenarnya memiliki ruang ekspresi yang lebih luwes dan memadai. Yang penting adalah, guru mampu tampil kreatif dalam meramu, menyajikan dan menyuguhkan materi pembelajaran yang dapat merangsang semangat siswa untuk belajar. Dengan begitu, proses pembelajaran virtual tetap bermakna bagi anak didik di manapun. (BERSAMBUNG).
Comment