Oleh :
Delyuzar Ilahude
Tahun ini, ada yang berbeda dalam peringatan Hari Patriotik 23 Januari yang digelar Pemerintah Provinsi Gorontalo. Upacara harus menerapkan protokol kesehatan di tengah ancaman wabah COVID-19. Setiap tahun, seluruh warga dan pemerintah Provinsi Gorontalo, memperingati 23 Januari sebagai Hari Patriotik, namun sayangnya, seiring dengan waktu, semakin sedikit yang mengetahui peristiwa apa yang melatarbelakangi penetapan tanggal 23 Januari sebagai Hari Patriotik di Gorontalo.
Mengutip Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai dan menghormati jasa para pahlawannya.” Hari Patriotik 23 Januari menjadi hari mengenang jasa para pejuang yang rela mengorbankan tenaga, harta, hingga nyawanya untuk melawan para penjajah di Bumi Gorontalo. Kala itu, pasukan yang dipimpin Nani Wartabone menangkap semua pejabat Belanda di Gorontalo. Ribuan warga Gorontalo turun ke jalan tanpa memandang suku, agama, dan jabatan. Mereka menduduki kantor-kantor pemerintahan Belanda. Kepala polisi, asisten residen, dan kepala kontrol ditahan. Bendera penjajah pun diturunkan, Merah Putih dikibarkan di depan Kantor Pos Gorontalo. 23 Januari 1942, tiga tahun sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia, Gorontalo sudah lebih dulu menyatakan kemerdekaan.
Kita memang tidak ikut serta dalam perjuangan itu, tetapi sebagai generasi muda penerus bangsa, sudah sepatutnya kita memberi makna baru kepahlawanan dan mengisi kemerdekaan sesuai perkembangan zaman.
Jadilah warga yang dapat meniru semangat juang hari Patriotik dengan berkontribusi terhadap perkembangan, khususnya di daerah Gorontalo. Dibutuhkan banyak tenaga terampil demi mewujudkan Gorontalo yang maju di segala sektor, terutama untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Jadilah pejuang untuk diri sendiri dengan mencetak prestasi yang dapat dibanggakan bagi kemajuan Provinsi Gorontalo, berkontribusi terhadap pembangunan di Gorontalo.
Jangan jadikan Hari Patriotik 23 Januari ini sebagai acara seremonial belaka tanpa menghayati nilai-nilai perjuangan dari para pahlawan kita, tapi ambillah nilainya, dan refleksikan dalam kehidupan sehari-hari. Amanat dan cita-cita para pejuang yang dipimpin oleh Nani Wartabone pada saat itu, pada hakikatnya ingin membuat Gorontalo menjadi negeri yang makmur dan sejahtera. Tidak dapat dipungkiri bahwa Gorontalo juga tak luput dari kasus korupsi, atau narkoba. Namun, sebagai generasi penerus, janganlah menjadi bagian dari masalah, tapi jadilah bagian dari solusi, demi kesejahteraan masyarakat Gorontalo.
Perlu kerja keras bersama, untuk membawa Gorontalo berlari mengejar ketertinggalan. Sikap apatis, tak acuh, dan rendahnya kepedulian terhadap lingkungan yang dimiliki generasi muda Gorontalo saat ini, takkan membantu mengejar ketertinggalan itu. Pesatnya perkembangan teknologi, tak disertai dengan kesadaran diri generasi muda sebagai agen perubahan.
Digitalisasi bagai pedang bermata dua. Jika digunakan secara cerdas, arif dan penuh kesadaran, tentu bermanfaat. Tapi sayangnya, fenomena yang saat ini banyak terjadi pada generasi muda Gorontalo, justru sebaliknya. Digitalisasi justru membawa dampak negatif berupa perilaku konsumtif, dan prokrastinasi, sibuk dengan aktivitas di dunia maya yang melenakan dan membuang banyak waktu.
Belum lagi masalah peredaran minuman keras, pesta narkoba di kalangan remaja, dan perilaku seks bebas yang terus meningkat. Semakin jauh generasi muda dari kegiatan yang produktif dan positif, semakin jauh juga jalan bagi Gorontalo untuk menjadi provinsi yang makmur, karena mereka masih belum memahami peran sesungguhnya di masa depan. Lalu bagaimana caranya agar semua orang menyadari tugas masing-masing demi Gorontalo yang lebih baik? Kuncinya adalah peka, dan semangat berinovasi, dan yang paling penting berkontribusi.
Sudah saatnya, kaum muda memimpin, dan peka terhadap masalah sosial, dan lingkungan sekitar. Sudah saatnya kaum muda berkarakter, menguasai ilmu pengetahuan serta nilai kepahlawanan lain yang diwariskan. Bijak melihat kondisi, tidak melakukan provokasi yang bisa memicu konflik dalam bermasyarakat, tidak menyebarkan berita hoax, serta tidak mudah bertindak anarkistis. Sudah saatnya, kaum terpelajar melahirkan ide dan gagasan, ulet membangun Gorontalo. Inovasi cerdas adalah salah satu kunci bersaing dengan kemajuan daerah lain.
Di Hari Patriotik tahun ini, mulailah berintrospeksi diri. Berkaca pada diri sendiri, seberapa jauh kita memaknai dan mewarisi nilai-nilai kepahlawanan para pendahulu kita. Melanjutkan perjuangan, mengisi kemerdekaan, mewujudkan Gorontalo menjadi provinsi yang makmur, damai, dan sejahtera, baldatun thayyibatun warabbun ghofur, alias gemah ripah loh jinawi. Jangan sia-siakan pengorbanan para leluhur, yang darahnya juga mengalir dalam urat nadi kita. (*)
Selamat Hari Patriotik 23 Januari. Jadilah generasi pembaharu, yang bisa membawa Gorontalo bergerak maju.
Wassalam
Penulis adalah generasi ke tiga (cucu pertama) dari Pahlawan Nasional Alm Nani Wartabone,
Ketua Umum Ikatan Orangtua Mahasiswa ITB (IOM-ITB)
Email : [email protected]
Comment