Oleh:
Dr. Arifasno Napu, SSiT, MKes
Salam Gizi!!! (Jawabannya “ Sehat Melalui Makanan”).
Seorang pelayan restoran (waitress) terkenal di Gorontalo menanyakan, bapak mau pesan apa? Dijawabnya mau pesan “binthe biluhuta”. Pelayan restoran menyatakan: mohon maaf bahwa di restoran ini tidak jual binthe biluhuta tapi hanya “milu siram”.
Binthe biluhuta adalah makanan tradisional/khas daerah Gorontalo yang dibuat berdasarkan resep khas daerah yang sudah ada dari generasi sebelumnya dan menggunakan bahan makanan lokal. Makanan ini biasanya sebagai selingan pada pukul 09.00 sampai sebelum makan siang, tetapi banyak masyarakat telah menggunakan binthe biluhuta sebagai makanan utama misalnya untuk makan siang atau makan malam (1).
Adapun bahannya: adalah jagung muda maupun yang tua (jagung lokal namanya binthe kiki; jagung kuning; jagung putih, jagung pulut); udang kecil-kecil (hele) atau ikan kecil-kecil (duwo), atau ikan tuna; daun bawang, daun kemangi, kelapa parut (pakai dudangata/ alat parut tradisional); bawang goreng; sambalnya cabe dan bawang merah yang diulek, jeruk nipis dan garam (2);
Cara membuatnya sangat sederhana yakni: dibersihkan dulu jagung yang sudah dipipil, kemudian direbus hingga matang; bila menggunakan udang kecil-kecil/hele atau duwo (ikan kecil-kecil) tidak perlu dimasak terlebih dahulu, tapi langsung bisa diseduh dengan air dan jagungnya yang sudah matang lunak; bila mnggunakan ikan, biasanya ikan laut yang direbus dulu kemudian disuir-suir; daun bawang diiris tipis-tipis dan kemangi dipisahkan dari tangkainya yang masih bentuk daun utuh; jeruk nipis; bawang goreng, garam secukupnya. Ikan yang sudah disuwir-suwir ditaruh di waskom, ditambahkan daun bawang, daun kemangi, kelapa parut lalu diseduh dengan air jagung yang masih mendidih sekaligus jagung yang dicampurkan dalam Waskom tersebut. Ditambah sambal, garam, jeruk nipis, dan bawang goreng (2).
Zaman dulu, agar lebih enak sebelum diseduh dengan air jagung dan sekaligus jagung dimasukkan dalam Waskom, sambal yang telah dulek dicampur kelapa kemudian ditambahkan dengan minyak kelapa lokal (minyak kelapa kampung) 1-2 sedok makan sambil dicampurkan sampai rata minyak kelapa tersebut. Terasa bumbu dan cita rasa jagung karena telah bercampur dengan wanginya minyak kelapa. Tentunya dengan cara pengolahan demikian lebih memberikan cita rasa yang tepat dan lebih khas.
Pada tahun 2010-2013 dilakukan riset tentang makanan tradisional Gorontalo di 6 daerah kabupaten kota di Gorontalo dengan responden 3 generasi yakni generasi pertama adalah nenek, generasi kedua anak perempuannya, dan generasi ketiga cucu dari sinenek yang sedang sekolah di SMP/sederajat. Khusus untuk responden generasi pertama yang berumur 60 tahun ke atas bahkan ada yang berumur lebih dari 90 puluh tahun. Ketika ditanyakan kepada mereka sang nenek ini tentang kapan binthe biluhuta pertama kali dibuat? Para nenek menjawab: dulu “saat nenek ini masih gadis sempat bertanya pada neneknya dengan pertanyaan yang sama yakni sejak kapan binthe biluhuta pertama kali dibuat, kemudian nenek mereka menjawab bahwa waktu mereka masih gadis bertanya pula pada neneknya tentang kapan pertama kali binthe biluhuta ini dibuat?. Inilah ciri bahwa makanan tersebut adalah tradisional karena dibuat dengan resep khas daerahnya dan sudah ada secara turun temurun yang tidak diketahui sejak kapan dan siapa yang pertama kali membuat atau mengkonsumsinya (1).
Binthe biluhuta telah diabadikan dalam lagu daerah nasional dan baru-baru ini dinyanyikan di Istana dalam rangka kemerdekaan RI ke 77. Pak Rusdin Palada (Ka Rusu) adalah pencipta dan arrangementnya pada tahu 1975 di Jakarta (4). Jika disimak lagu ini dapat dikatakan bahwa begitu besar penghormatan atau pengagungan Gorontalo terhadap makanan tradisionalnya, namun ironis bahwa sekarang sudah sangat banyak yang tidak mengenalnya.
Bila kita ke Manado, di warung atau restoran menyediakan berbagai menu diantaranya “milu siram” termasuk menyediakan “tinutuan”. Tetapi di warung atau rumah makan di Gorontalo menu yang disajikan diantaranya “milu siram” dan makanan khas daerah lain yang tersedia masih tetap dengan nama tradisional diantaranya “tinutuan”. Apakah ini menggambarkan rasa cinta, rasa bangga, rasa memiliki orang Gorontalo terhadap hasil karya peninggalan lelurhurnya sudah terabaikan?
Hari ini ketika para tamu dari dalam maupun luar negeri hanya mengetahui bahwa binthe biluhuta tidak ada di Gorontalo, namun yang ada adalah “milu siram”. Bahkan lebih aneh lagi karena orang Gorontalo mau ikut-ikutan dengan istilah yang dianggap keren, sehingga tidak sedikit binthe biluhuta dikatakan sop jagung Gorontalo.
Semakin tidak dikenal bahkan semakin dilupakannya Binthe biluhuta mencerminkan bahwa Gorontalo sedang tertidur dengan kekayaannya, sehingga yang mengelola dan mengambil hasilnya adalah daerah lainnya? Binthe Biluhuta dengan syairnya telah menggambarkan kehebatan daerah dari kreativitasnya membuat atau meracik makanan dan menggunakan bahan lokalnya (5).
Syair binthe biluhuta dapat menggambarkan tentang (5): Binthe bilihuta ula ulau loduwo (binthe biluhuta berlauk atau bercampur duwo) bermakna bahwa di Gorontalo ada “duwo” ikan khas daerah Gorontalo yang sulit ditemukan di daerah lainnya dan ini tercampur didalamnya. Wanu olamita ngoinda mopulito (bila enak pasti akan cepat habis termakan): Gorontalo sangat mengindahkan cita rasa yang khas didasari oleh bahan-bahan yang alami, dan tentunya baik untuk kesehatan karena tinggi antioksidan.
Binthe Biluhuta malo sambe lolowo, malita dadata orasawa to huwoto (binthe biluhuta sangat pedas, cabe yang banyak terasa sampe ke tenggorokan): Rasa pedas di Gorontalo merupakan kebiasaan mengkonsumsi cabe rawit. Pedas yang sangat menggambarkan kejujuran, karena bumbu-bumbu tidak tercampur dengan gula pasir atau bahan lain sebagai kamuflase. Untuk para wisatawan atau keluarga kita yang tidak hidup di Gorontalo, rasa pedas ini harus diantisipasi dengan cara menyendirikan sambalnya pada tempat tertentu bukan dicampurkan langsung pada binthe biluhuta.
Monga binthe, binthe biluhuta. Timi idu bele dila ta motolawa (Makan binthe biluhuta yang menjadi kebiasaan dan tidak pernah ketinggalan di tiap rumah tangga): Binthe biluhuta menjadi makanan favorit di tiap rumah tangga, yang tentunya ini satu upaya yang tidak ketergantungan pada beras. Ini tergolong sebagai makanan utama yang lengkap yakni ada sumber makanan pokok berupa jagung, ada lauk berupa hele atau duwo atau ikan, ada sumber lemaknya yakni kelapa parut sebagai lemak medium, ada sayur berupa daun bawang, kemangi, biasanya ditambahkan terong, sambal dan bawang merah. Ada penambah rasa yang alami dan sumber bahan elektrolitnya yakni Natriun Clorida (NaCl) dan jeruk nipis sebagai sumber vitamin C yang sangat baik juga biasa pakai belimbing wuluh. Jadi makanan ini menyegarkan (setiap yang makan binthe biluhuta pasti berkeringat), baik untuk meningkatkan imun karena zat gizi yang alami dan lengkap.
Binthe biluhuta diyaluwo to uwewo, binthe biluhuta bome to Hulonthalo (Binthe biluhuta tidak terdapat di daerah lain, binthe biluhuta hanya di Gorontalo): Syair terakhir menjadi simpulan tulisan ini karena ada kesenjangan antara fakta dengan kenyataan. Di Gorontalo nama binthe biluhuta sudah tidak dikenal, namun yang dikenal adalah milu siram. Sementara di daerah lain, sama sekali mereka tidak mengenal binthe biluhuta tetapi yang dikenal adalah milu siram. Ke depan bisa saja akan ada daerah yang menyatakan bahwa binthe biluhuta tidak ada di Gorontalo karena bukan dari Gorontalo dan milu siram itu berasal dari daerah lain. Sementara bila berkiblat ke Jepang sebagai negara tercanggih di dunia yang masih tetap mempertahankan warisan leluhurnya terutama makanan tradisional mereka, masih tetap menggunakan nama dan sistem pengolahan yang tetap dipertahankan. Contohnya sashimi, adalah makanan berbahan mentah berupa ikan laut yang dipotong-potong kecil kemudian ditaruh bumbu dan dimakan mentah.
Sesungguhnya dalam melestarikan dan mengembangkan makanan tradisional Gorontalo, telah ada Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo Nomor 03 Tahun 2015 tentang Pembelajaran Ilmu Gizi Berbasis Makanan Khas Daerah Gorontalo(3). Untuk menjawab permasalahan sebelumnya bahwa Perda yang telah dilengkapi dengan kurikulum dan bahan ajar, apakah sudah diterapkan dengan baik di SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/MA/SMK/ sederajat bahkan perguruan tinggi?
Semoga tulisan ini bermanfaat, bersama berkarya sebagai ibadah, Aamiin! (*)
Penulis adalah Pengamat Gizi dan Kesehatan. Mengajar Ilmu Gizi, Kesehatan, Olahraga, Budaya di Perguruan Tinggi, Ketua Pergizi Pangan Indonesia Gorontalo, Wakil Ketua Kwarda Gorontalo, Pembina DPD PERSAGI Gorontalo, Ketua Yayasan Makanan dan Minuman Indonesia (YAMMI) Provinsi Gorontalo, Dosen Poltekkes Gorontalo.
Comment