Gorontalopost.id – Serapan anggaran pemerintah daerah harus lebih optimal agar dampaknya langsung ke masyarakat. Hal ini menjadi penekanan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Gorontalo, Purwanto Joko Irianto, saat berkunjung ke Gorontalo Post, Rabu (1/3) kemarin. Serapan anggaran yang optimal itu, berarti semua program dan proyek yang dibiayai anggaran negara berlangsung lancar. Di Gorontalo, Kajati Joko Irianto justeru menemukan banyak proyek yang putus kontrak. Ia dengan tegas menyayangkan hal itu, lantaran dampaknya masyarakat yang dirugikan.
Menyikapinya, Kajati Joko Irianto meminta agar pemilihan rekanan atau kontraktor pelaksana proyek, harus benar-benar teliti. Rekanan, kata dia, agar bonafid, dan memiliki modal yang cukup dalam melaksanakan proyek pemerintah.
“Saya ingatkan kepada pihak Pemda di Gorontalo baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota agar memilih kontraktor yang bonafid,”ujar Purwanto saat kunjungan silaturahim ke Graha Pena Gorontalo Post, Rabu ( 1/3). Kajati Joko Irianto yang didampingi Asisten Intelijen Otto Sompotan,SH.,MH, Kabag TU Alwan Anas, Kajari Kota Gorontalo M. Ruddy,SH.,MH itu disambut baik oleh Direktur Utama Gorontalo Post Mohammad Sirham, Wakil Direktur Femmy Udoki, dan Pimred Jitro Paputungan.
Dalam kesempatan itu Kajati Joko Irianto kembali mengungkapkan, bahwa kejaksaan mendorong, membuka, mempersilahkan pemerintah Provinsi Gorontalo maupun di Kabupaten/Kota untuk mengoptimalkan anggaran yang sudah dikucurkan oleh pemerintah pusat maupun bersumber dari APBD. Sehingga pengelolaan keuangan daerah bisa optimal. “Tidak ada istilahnya kami menghambat, apalagi sampai mengkriminalisasi, jangan jadikan alasan untuk tidak menyerap anggaran. Tapi dengan catatan harus benar-benar memberikan output yang bisa dirasakan masyarakat,”jelas Joko Irianto.
Lebih lanjut Joko Irianto mengakui, dari hasil evaluasinya selama hampir dua pekan di Gorontalo, dirinnya menemukan terdapat sejumlah proyek atau paket pekerjaan yang putus kontrak. Hal ini praktis membuat anggaran tidak terserap maksimal. “Ya, pada akhirnya pekerjaan yang seharusnya memberikan manfaat, justru tidak bisa dimanfaatkan masyarakat,”kata Joko Irianto. Intinya tegas Joko Irianto, kunci pelaksanaan proyek yang baik dan sehat semuannya ada di ULP (Unit Layanan Pengadaan) baik di pemerintah daerah maupun instansi vertikal bisa memilih pelaksana pekerjaan itu benar-benar eksis.
Rekanan (kontraktor) yang dipilih menurut Joko Irianto, tidak harus penawar terdendah jadi pemenang tender, namun yang harus dinilai financial atau modal, selain itu memiliki peralatan yang memadai, SDM atau tenaga pekerja yang mencukupi. Apalagi, bagi rekanan dari luar Gorontalo.
“Mana mungkin mereka bawa peralatan ke sini (Gorontalo), maka pastikan, cek ada kerja sama KSO (kerja sama operasi,red), belum lagi SDMnya. Harus tersedia,”ujar Kajati Joko Irianto. Jika semua ini diperhatikan oleh ULP, maka Joko Irianto menjamin pekerjaan proyek itu akan baik-baik saja, atau minim risiko keterlambatan maupun pekerjaan jelek apalagi putus kontrak. “Saya temui ada beberapa yang putus kontrak, kenapa ? itu dampaknya, anggaran tidak terserap,”ungkapnya. Maka, lanjut Joko Irianto, yang harus diperhatikan oleh unit pengadaan, adalah kontraktornya punya modal atau tidak. “Bahkan bila perlu dipersyaratkan, proyek itu uang muka 0 %,”tegasnya.
Jangan sampai, kata dia, kontraktor tidak bermodal, tidak memiliki finansial yang cukup, bahkan lebih parah kalau hanya ‘pinjam bendera’. Hal itu, menurutnya sangat beresiko bagi keberlangsungan program atau proyek yang sudah direncanakan. Sebab, misalnya jika uang pertama (DP) dari pemerintah belum dicairkan, maka tidak ada pekerjaan proyek, sementara waktu berjalan. Potensi keterlambatan, lanjut dia, sangat besar. “Jadi semua tergantung dari ULP, saya menghendaki Gorontalo bisa terpacu pembangunannya sejajar atau paling tidak melampaui dari provinsi yang lain. Salah satu caranya agar pembangunannya nyata, yakni pemilihan pelaksana proyek harus jelas bukan abal-abal,”tegas Kajati Joko Irianto.
Pihaknya kata Kajati, ada kewajiban melakukan pendampingan hukum dan pengamanan. Pendampingan dimaksud adalah pendampingan normatif yuridis. Sebab kejaksaan tidak masuk di teknis kegiatan. Rekanan harus terpantau dari awal hambatannya apa, jika finansial tidak mampu maka diberikan peringatan, monitoring dan evaluasi harus maksimal diberikan.
Jika pekerjaan tidak sesuai ketentuan, maka tentu kejaksaan harus turun tangan. “Jangan sampai ada yang rampok uang negara. Kami turun tangan. Itu (kejaksaan) tidak tinggal diam dan akan memprosesnya sesuai hukum berlaku,”tegasnya.
Sementara itu sehubungan dengan kemitraan dengan media massa, Kajati Joko Irianto menjunjung tinggi simbiosis mutualisme. Artinya Media massa merupakan mitra kejaksaan, yang berperan dalam penyebarluasan informasi kepada masyarakat, utamanya pada informasi penegakan hukum yang dilakukan oleh kejaksaan.
“Alhamdulillah terungkap bahwa selama ini Gorontalo Post telah banyak membantu Kejaksaan dalam Penyebarluasan Informasi menyangkut tupoksi Kejaksaan seperti Penegakan Hukum di Provinsi Gorontalo,”kata Joko Irianto. Hal tersebut diakui Kajati Joko Irianto menjadi sebuah pointer yang saling menguntungkan antara Kejaksaan dan Media Gorontalo Post.
Terkahir, Kajati Joko Irianto, juga menyampaikan bahwa pihaknya akan senantiasa membuka diri dalam hal penyampaian Informasi publik, dan Kajati juga berharap sinergitas antara kejaksaan Tinggi Gorontalo dengan media baik media cetak, media elektronik serta media online akan senantiasa terjalin dengan baik. “Kami membuka diri untuk selalu berkomunikasi dan kordinasi, apalagi terhadap pemberitaan mengenai tugas-tugas pokok Kejaksaan,”tandas Joko Irianto. (roy)
Comment