Bertaruh Nyawa Demi ke Sekolah

GORONTALO – GP – Jembatan gantung di Dusun Tambuala, Desa Datahu, Kecamatan Tibawa, Kabupaten Gorontalo tak layak lagi digunakan, kondisinya rusak parah, nyaris putus total, tersisa tali labrang penahan jembatan, setelah diterjang banjir pada Kamis (4/11) lalu. Kendati begitu, sejumlah warga tetap saja nekat menggunakanya, termasuk para siswa yang hendak ke sekolah. Padahal sangat berbahaya, jika jatuh nyawa bisa jadi taruhanya. “Lewat situ dekat pak, kalau lewat tol (Baca : GORR) jauh sekali,”kata Muhamad Ante Pateda (15), siswa SMK Teknologi, Limboto, Sabtu (13/4).

Menurutnya, menyeberangi jembatan itu merupakan akses paling cepat, sehingga tidak terlambat ke sekolah. Warga lainya, Jani Lagarusu, juga mengatakan, akses jembatan tersebut sangat dibutuhkan, jembatan yang menghubungkan Dusun Tambuala ke Isimu Raya itu, menjadi ‘nadi’ aktivitas warga setiap hari.Warga melintas di jembatan yang dibangun sejak tahun 2008 menggunakan sepeda motor, bentor, atau jalan kaki. “Dekat lewat sini pak, kalau lewat tol masih ba putar,”ungkap Jeni Lagarusu. Menurutnya, kini masyarakat harus memutar jauh, termasuk anak sekolah.

Kepala Desa Datahu, Saiful Hemu membenarkan kondisi jembatan gantung di desanya itu yang rusak akibat banjir. Banjir bandang yang melanda 4 November lalu, kata dia, memang mempora-porandakan desanya. Seluruh dusun di Desa Datahu, terendam banjir, sehingga menjadi desa terparah yang dilanda banjir baru-baru ini. Sebanyak 778 rumah, 1041 kk atau 4100 jiwa, menjadi korban banjir, termasuk satu jembatan gantung yang rusak.

Menurut Saiful, jembatan gantung itu sudah diusulkan ke pemerintah daerah, seperti Dinas PUPR dan BPBD agar mendapat perhatian untuk segera diperbaiki. “Karena ini menjadi prioritas, kami sudah antisipasi dengan buat proposal ke instansi-instansi itu,”ujarnya. Kata dia, jika tidak ditanggapi Pemda, maka Pemerintah Desa Datahu, akan memasukanya dalam program prioritas pada anggaran dana desa tahun depan. Menurut Kades Datahu, jembatan itu putus lantaran debit air saat banjir sangat tinggi dan deras, belum lagi banyak pohon yang hayut sehingga membuat jembatan putus.

Dia menjelaskan, di lokasi yang terputus itu ada satu komunitas warga yang dikenal dengan Beledata dengan jumlah kurang lebih 8 kepala keluarga. “Jembatan ini satu-satunya akses warga Beledata kalau mereka berputar harus menempuh jalan satu kilometer untuk bisa keluar ke Isimu Raya. Kalau jembatan itu ada hanya berhitungan menit,” jelas Saiful. (tro/wie)

Comment