Poligon Kini Terbelah

PUNCAK BOTU -GP- Politeknik Gorontalo (Poligon) sedang mengalami persoalan internal. Perguruan tinggi yang didirikan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) itu sedang mengalami perpecahan. Imbas rencana merger Poligon dengan Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Di Poligon sekarang terbentuk dua kubu. Kubu pertama mendukung rencana merger. Kubu kedua tak setuju dengan merger tersebut. Di kubu yang menginginkan merger Poligon dan UNG, para jajaran Direktur dan sejumlah dosen.

Sementara di kubu yang tidak menginginkan merger adalah pihak yayasan pengembangan sumber daya manusia yang dibentuk Pemprov menaungi Poligon. Begitu panasnya perpecahan diinternal Poligon hingga membuat pihak yayasan harus memberhentikan para Direktur karena dinilai tak sejalan dengan Yayasan. Persoalan ini terungkap dalam rapat dengar pendapat Komisi IV Deprov Gorontalo membahas batalnya merger Poligon dengan UNG, kemarin (29/3).

Pihak-pihak yang diundang dalam rapat itu yaitu Pemprov, pihak UNG, yayasan yang menaungi Poligon, tim percepatan merger Poligon-UNG, dan sejumlah dosen Poligon. Perpecahan di internal Poligon terungkap berawal ketika Ketua Yayasan Pengembangan Sumber Daya Manusia yang menaungi Poligon, Weny Liputo, dimintai penjelasan perihal batalnya merger Poligon-UNG.

Pasalnya, Deprov sebelumnya telah mengeluarkan keputusan persetujuan hibah lahan Poligon ke UNG untuk mendukung rencana merger Poligon-UNG. Tapi, keputusan itu diambil karena ada surat permintaan persetujuan hibah lahan untuk mendukung merger Poligon-UNG. Dan surat itu ikut ditandatangani oleh Weni Liputo selaku Ketua Yayasan pengembangan sumber daya manusia yang menaungi Poligon.

Menjawab hal ini, Weny Liputo menyatakan, surat persetujuan hibah lahan yang ia tandatangani bukan untuk kepentingan merger dengan UNG. Tapi untuk kepentingan merubah status Poligon menjadi perguruan tinggi negeri (PTN). “Tapi isi suratnya bukan untuk kepentingan merger dengan UNG. Tapi untuk mendukung Poligon menjadi negeri. Ada beberapa surat yang tandatangan saya discan. Ada sekitar 7 buah surat seperti itu,” ujarnya.

Pada kesempatan itu, Weny menyatakan, untuk pengembangan Poligon, pihaknya lebih menginginkan agar Poligon menjadi Perguruan tinggi negeri. Untuk merger dengan UNG, ada beberapa persyaratan yang masih harus dipenuhi. Misalnya UNG harus punya sekolah berbasis vokasi. “Nah kamarnya ini belum ada di UNG. Ada rencana pemerintah pusat untuk merubah status 100 politeknik menjadi negeri.

Sudah ada 47 Politeknik yang berubah menjadi PTN. Kita sudah mengusulkan agar Poligon masuk dalam 100 politeknik yang akan menjadi PTN,” ujar Weni sembari menyatakan, tim percepatan merger Poligon-UNG telah diberhentikan oleh yayasan. Yayasan juga sudah menyetujui pengunduran diri sejumlah dosen yang ingin pindah ke sekolah vokasi lain. Pernyataan ini langsung mendapatkan respon dari sejumlah dosen yang hadir dalam rapat kerja itu dan berada dalam kubu pro merger Poligon-UNG.

Pada kesempatan itu, para dosen menyatakan, merger Poligon-UNG tetap punya peluang. Kendati Permendikbud nomor 7 tahun 2020 mengatur merger perguruan tinggi hanya antara swasta dengan swasta dan negeri dengan negeri. Menurut mereka Permendikbud itu tidak melarang dan kebetulan tidak mengatur merger perguruan tinggi negeri dengan swasta. Sehingga celah ini bisa dimanfaatkan untuk memperjuangkan merger Poligon-UNG.

Merger Poligon-UNG ini menjadi keinginan bagi para direktur dan sejumlah dosen untuk mengembangkan Poligon yang dalam 12 tahun terakhir menurut sejumlah dosen yang hadir dalam rapat kemarin, tidak mengalami perkembangan. Tapi keinginan merger ini tidak sejalan dengan keinginan yayasan. Sehingga direktur Poligon dan dosen yang menginginkan merger diberhentikan oleh ketua yayasan. “Padahal statuta perguruan tinggi tidak membolehkan yayasan sampai harus memberhentikan dosen.

Tapi sekarang dari direktur dan dosen diberhentikan,” kata para Dosen Poligon yang berada dalam kubu mendukung merger dengan UNG, saat pertemuan kemarin. “Kalau kita cermati, keberadaan ketua yayasan yang sudah menjabat lebih dari 10 tahun itu juga sudah melanggar ketentuan yang ada. Karena maksimal seseorang menjabat ketua yayasan hanya 10 tahun,” ujar para dosen lain yang mengaku sudah tiga bulan tak menerima gaji.

Menyikapi perpecahan ini, Sekretaris Komisi IV La Ode Haimudin menyatakan kekecawaannya atas kondisi tersebut. Dia berkesimpulan merger Poligon-UNG yang sekarang ini akhirnya menjadi polemik hanya kamuflase untuk menutupi persoalan di internal Poligon.  “Saya menyarankan agar persoalan internal ini dibicarakan secara baik-baik. Kalau kondisinya seperti ini kan yang malu juga kita semua,” tandasnya.

Soal merger Poligon dengan UNG, La Ode menyarankan agar rencana ini jangan dulu dihentikan. Dia menginginkan Komisi IV bisa berkonsultasi dengan Dirjen Vokasi Kemendikbud. “Kalau memang tidak boleh ya apa boleh buat merger ini kita hentikan. Tapi kalau bisa prosesnya dilanjutkan,” sarannya.

PERWAKILAN UNG KENA SEMPROT

Dalam rapat kemarin, Wakil Ketua Deprov Sofyan Puhi yang juga koordinator Komisi IV sempat dibuat emosi oleh perwakilan UNG yang hadir dalam rapat tersebut. Kekesalan Sofyan Puhi ini berawal saat perwakilan UNG dimintai penjelasan soal sikap UNG terkait batalnya merger Poligon-UNG. Pada kesempatan itu, perwakilan UNG yang hadir mewakili Rektor menyatakan, UNG akan bersikap pasif. Artinya UNG siap menerima kalau rencana merger ini batal.

Begitupun kalau merger ini bisa dilanjutkan, UNG akan siap menerimannya. Pernyataan ini yang memicu kekesalan Sofyan Puhi. Menurutnya, pernyataan ini menunjukkan bahwa UNG terkesan lepas tangan. Padahal rencana merger ini diyakini telah dibicarakan oleh rektor UNG, Pemprov dan Poligon. “Jangan seperti itu. Nanti sudah ada masalah di ujung baru menyatakan sikap pasif.

Saya yakin sebelum rencana merger ini dijalankan, pasti sudah ada pembicaraan awal antara pak rektor UNG dengan Poligon maupun dengan Pemprov,” ujarnya. Sofyan menyatakan, batalnya merger Poligon-UNG yang telah menjadi polemik menjadi indikasi tidak matangnya kajian awal. Baik oleh Pemprov, Poligon, UNG dan termasuk DPRD.

“Masa ada aturan yang tidak membolehkan merger negeri dengan swasta, lalu mengusulkan hibah lahan ke UNG. Terus terang kami (DPRD.red) ikut terjebak dengan persoalan ini. Dan bagi saya ini adalah penghinaan terhadap institusi DPRD dan Gubernur,” tegas Sofyan Puhi. (rmb)

Comment