Meningkatkan Daya Beli Dan Inklusi Keuangan Lewat Kebijakan Mdr QRIS 0%

Oleh:
Abdullah Ulil Albab 
Departemen Regional Bank Indonesia

 

SEJAK beberapa tahun terakhir, digitalisasi sistem pembayaran di Indonesia telah menjadi pendorong utama dalam transformasi ekonomi digital. Salah satu terobosan terbesarnya adalah hadirnya Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), yang telah mengubah cara masyarakat melakukan transaksi dan mendorong inklusi keuangan di berbagai sektor.

Langkah terbaru dari Bank Indonesia (BI) yang mengimplementasikan kebijakan Merchant Discount Rate (MDR) QRIS 0% untuk transaksi hingga Rp500.000 pada merchant Usaha Mikro (UMI), efektif mulai 1 Desember 2024, menjadi langkah strategis guna mendukung daya beli masyarakat menengah bawah dan memperluas akseptasi sistem pembayaran digital di kalangan pelaku usaha kecil.

Dengan adanya kebijakan MDR QRIS 0%, merchant usaha mikro dapat melakukan transaksi tanpa dikenakan potongan biayat ransaksi. Kebijakan ini diharapkan bisa mendorong pertumbuhan adopsi digital payment di sektor usaha mikro yang selama ini sering kali terbebani oleh biaya transaksi. Pada gilirannya, hal ini tidak hanya akan mempercepat penggunaan QRIS di masyarakat, tetapi juga akan mendorong peningkatan daya beli di kalangan masyarakat menengah kebawah yang notabene menjadi target darikebijakan ini.

Mengapa Kebijakan MDR QRIS 0% Perlu?

Dalam konteks makro ekonomi, kebijakan MDR QRIS 0% ini hadir di tengah berbagai tantangan pemulihan ekonomi akibat dampak pandemi dan ancaman perlambatan ekonomi global. Bagi masyarakat menengah bawah dan pelaku usaha mikro, biaya transaksi sebesar 0,7% yang selama ini dikenakan pada transaksi QRIS terkadang menjadi hambatan untuk sepenuhnya memanfaatkan fasilitas pembayaran digital. Akumulasi dari potongan ini mungkin terlihat kecil pada satu transaksi, namun bagi pelaku usaha mikro dengan margin keuntungan yang ketat, biaya ini bisa sangat terasa dalam jangka panjang.

Selain itu, tantangan utama dalam memperluas akseptasi digitalisasi pembayaran di segmen usaha mikro adalah tingkat literasi dan inklusi keuangan yang masih rendah. Banyak pelaku usaha mikro yang menganggap biaya transaksi sebagai beban tambahan, sehingga memilih metode pembayaran tunai sebagai cara paling aman dan efisien. Namun, dengan adanya kebijakan MDR 0%, kekhawatiran terkait biaya bisa teratasi, dan diharapkan mampu mendorong para pelaku usaha mikro untuk beralih ke sistem pembayaran digital tanpa terbebani oleh potongan MDR.

Pengaruh KebijakanTerhadap Daya Beli Masyarakat

Penerapan MDR QRIS 0% tidak hanya menguntungkan para pelaku usaha mikro, tetapi juga memiliki dampak positif terhadap daya beli masyarakat. Dampaknya, harga barang dan jasa di level usaha mikro cenderung bisa lebih stabil karena tidak ada tambahan biaya transaksi yang dibebankan ke konsumen. Masyarakat kelas menengah bawah yang sebagianbesar bertransaksi di usaha mikro juga akan merasakan manfaatnya, karena kebijakan ini mendorong stabilitas harga dan menjaga daya beli mereka tetap terjaga.

Ketika daya beli masyarakat meningkat atau setidaknya terjaga, efek domino yang dihasilkan akan sangat positif bagi perekonomian nasional. Dengan daya beli yang lebih kuat, konsumsi rumah tangga akan meningkat, yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, peningkatan daya beli ini juga dapat memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi yang dihadapi global saat ini, terutama dalam konteks volatilitas harga komoditas dan inflasi.

Mendorong Inklusi Keuangan melalui Digitalisasi

Kebijakan MDR QRIS 0% juga sejalan dengan upaya pemerintah dan BI untu kmendorong inklusi keuangan di Indonesia. Berdasarkan data BI, inklusi keuangan di Indonesia telah menunjukkan peningkatan, namun tantangan besar masih dihadapi di kalangan pelaku usaha mikro. Kebijakan MDR 0% dapat menjadi instrumen yang efektif untuk memperluas akses keuangan bagi kelompok ini, serta mendorong adopsi teknologi digital dalam sistem pembayaran mereka.

Melalui peningkatan transaksi digital, pelaku usaha mikro akan memiliki rekam jejak transaksi yang lebih jelas, yang pada akhirnya dapat digunakansebagai salah satusyaratdalammengaksespembiayaandarilembagakeuangan formal. Rekamjejak ini penting bagi para pelaku usaha mikro yang ingin memperluasusahanya, karena lembaga keuangan akan lebih mudah melakukan asesmen kredit terhadap calon debitur yang memiliki rekam transaksi yang jelas. Dengan demikian, kebijakan MDR QRIS 0% ini bukanhanyasoalefisiensidalamtransaksi, tetapi juga membuka jalan bagi peningkatan akses terhadap sumber pembiayaan.

Tantangan dan Langkah Lanjutan yang Diperlukan

Meski memiliki potensi dampak positif yang besar, penerapan MDR QRIS 0% juga memiliki tantangan tersendiri. Salah satunya adalah bagaimana memastikan para pelaku usaha mikro memahami manfaat dari digitalisasi sistem pembayaran. Edukasi dan literasikeuanganperluterusdigalakkan, khususnyabagi para pelakuusahamikro di daerah-daerah terpencil yang masih minim akses terhadap teknologi digital.

BI perlu terus bersinergi dengan berbagaipihak, seperti asosiasi pengusaha, ASPI, dan pemerintah, untuk memastikan informasi mengenai kebijakan ini dapat tersampaikan dengan baik. Selainitu, perlindungan data konsumen juga harus menjadi priorita sutama, mengingat transaksi digital rentan terhadap risiko keamanan. Dengan memperkuat regulasi dan pengawasan, BI dapat memastikan bahwa ekosistem pembayaran digital di Indonesia teta paman dan terpercaya bagi semua pihak yang terlibat.

 

Penulis adalah bekerja pada
Departemen Regional Bank Indonesia