Maknai Idul Fitri Dengan Tiga Hal

Gorontalopost.id, LIMBOTO – Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal tidak hanya dimaknai secara harfiah kembali kepada fitrah, tetapi sebagai manusia yang suci setelah meraih rahmat, maghfirah dan pengampunan setelah sebulan lamanya menunaikan ibadah puasa di bulan suci Ramadan, namun lebih dari itu, bagaimana memaknai hidup adalah silaturahim, interaksi dan networking.

Ini diungkapkan oleh Bupati Gorontalo Nelson Pomalingo saat pelaksanaan du’a Lo Ulipu di Gor David-Toni kemarin.

Nelson mengatakan, lebih dari itu Idul Fitri dapat dimaknai secara lebih hakiki, yakni menjadi “starting point” untuk menjalani hidup yang lebih baik yang berbasis pada silaturahmi, interaksi dan networking pada 11 bulan ke depan.

Idul Fitri tidak hanya menjadi momentum untuk saling maaf-memaafkan, tapi yang terpenting adalah tekad yang bulat untuk menjalani hidup ini dengan baik.

Hidup yang ideal ini, adalah kesadaran yang tinggi sebagai makhluk sosial yang harus menjalin silaturahmi, berinteraksi dan membangun jaringan kerja untuk kemaslahatan bersama.

“Berbagai perbedaan pendapat, perbedaan warna politik, perbedaan suku dan agama dapat dipandang sebagai rahmat yang sejatinya menjadi sumber inspirasi untuk saling menghargai dan tetap menjalin kebersamaan demi kemajuan bersama,” ungkap Nelson.

Dalam konteks tahun politik 2024 ini, Bupati Nelson mengatakan, siapapun bisa saja memiliki kenderaan yang berbeda maupun warna politik yang berbeda, namun memiliki satu tujuan yang sama untuk mewujudkan kemajuan dan masa depan Gorontalo yang lebih baik.

Apalagi Gorontalo sebagai daerah adat, leluhur Gorontalo sejak awal telah mewariskan nilai-nilai kekeluargaan yang tercermin dari adanya istilah “Pohala’a” yang berarti satu rumpun keturunan Gorontalo yang sudah dianut dan diajarkan oleh para pendahulu Gorontalo.

Melalui semangat dan spirit “Pohala’a” itulah, berbagai aspek yang terkait dengan urusan kehidupan di dunia ini senantiasa merujuk pada berbagai perbedaan pendapat, perbedaan warna politik, perbedaan suku dan agama dapat dipandang sebagai rahmat yang sejatinya menjadi sumber inspirasi untuk saling menghargai dan tetap menjalin kebersamaan demi kemajuan bersama.

Apalagi Gorontalo sebagai daerah adat, leluhur Gorontalo sejak awal telah mewariskan nilai-nilai kekeluargaan yang tercermin dari adanya istilah “Pohala’a” yang berarti satu rumpun keturunan Gorontalo yang sudah dianut dan diajarkan oleh para pendahulu Gorontalo.

Melalui semangat dan spirit “Pohala’a” itulah, kata Bupati Nelson, berbagai aspe yang terkait dengan urusan kehidupan di dunia ini senantiasa merujuk pada semangat untuk saling menghormati, saling menghargai sehingga segala bentuk interaksi dan networking untuk membangun kemajuan dan masa Gorontalo akan berlangsung dengan baik dan elegan.

“ Hari Raya Idul Fitri tahun ini dapat dimaknai secara lebih hakiki sebagai momentum penting untuk menjalin silaturahmi, interaksi dan networking yan berbasis pada semangat kekeluargaan,” pungkasnya. (Wie)

Comment