Oleh:
KH. Imam Jazuli, Lc. MA
BANGSA Yahudi, yaitu keturunan Yahuda bin Yaqub (Israel), memang tidak pernah diterima oleh bangsa manapun. Berbeda dari putra Nabi Yaqub as yang lain, misalnya Nabi Yusuf as, dia dan keturunannya bisa diterima di mana-mana.
Tidak saja Yusuf as dan keturunannya. Menurut Howard Fast (2011:7), putra Yaqub yang lain, yaitu Lewi dan keturunannya, mereka bisa melebur bersama bangsa Mesir. Suku Lewi memiliki nama-nama berbau Mesir, seperti Merari, Meriam, Assir, Putiel, Phinehas, Hophni, Pashur dan Hur.
Dulu di zaman Nabi Musa as, orang-orang Israel tidak bisa diterima di Mesir. Mereka diperbudak oleh Fir’aun dan bangsa Mesir. Dari sinilah muncul istilah eksodus, keluarnya bangsa Israel dari Mesir. Namun, ini hanya satu perspektif.
Perspektif lain mengatakan, pemerintahan Ramses II (1279-1212 SM.) fokus pada politik dan konsentrasi ekonomi. Karena sungai Nil jauh lebih stabil dari pada sungai Tigris dan Eufrat, sehingga peradaban Mesir juga lebih stabil secara ekonomi dan politik dibanding pesaingnya Peradaban Mesopotamia (John Efron, 2016: 11).
John Efron menambahkan, Mesir hanya membutuhkan bangsa Israel sebagai pekerja. Berbeda dengan Mesopotamia, para penguasa dari Assyiria sama-sama menjadi ancaman yang mengusir 12 Suku Israel. Sementara penguasa dari Babilonia tidak saja menghancurkan Yerussalem melainkan juga mengusir orang Israel yang kelak menjadi leluhur bangsa Yahudi.
Penolakan seluruh bangsa (Assyiria dan Babilonia), kecuali Mesir yang memberikan lapangan pekerjaan, kepada bangsa Yahudi terulang kembali pada abad 20. Kali ini mereka diusir keluar oleh bangsa Eropa, khususnya Jerman, melalui peristiwa Holokaus (1941-1945).
Peristiwa Holokaus ini sejatinya dilakukan secara bertahap. Sebelum 1941, jumlah orang Yahudi di seluruh wilayah Jerman sekitar 9 juta jiwa. Di akhir Perang Dunia II, 1945, hanya tersisa 3 juta jiwa dan 6 juta jiwa terbantai (Sonja M. Hedgepeth, 2010: 16). Bermula dari tahun 1933, Partai Nazi memperkenalkan Hukum Nuremberg, sejumlah undang-undang untuk menghapus keberadaan orang Yahudi di tengah masyarakat sipil.
Pada tahun yang sama, Nazi membangun Kamp Konsentrasi secara besar-besaran di seluruh wilayah taklukannya, seperti di Belzec, Majdanek, Sobibor, Treblinka, dan yang paling terkenal Auschwitz-Birkenau. Di kamp-kamp konsentrasi inilah, orang Yahudi dimusnahkan. Di Auschwitz II (Birkenau), sekitar 1 juta orang Yahudi dibantai.
Kamp Auschwitz II berukuran 2,5 km x 2 km, dibagi ke dalam banyak blok, setiap blok dikelii kawat berduri yang dialiri listri. Biasa digunakan oleh tahanan untuk bunuh diri. Kamp Auschwtiz II juga dilengkapi empat kreamtorium dengan kamar gas, setiap kamar gas bisa menampung 2,500 orang. Pemusnahan besar-besaran terjadi pada tahun 1942.
Partai Nazi di bawah kepemimpinan Adolf Hitler (1889-1945) merasakan ancaman orang-orang Yahudi, sebagaimana orang-orang Assyiria dan Babilonia zaman dahulu. Hanya Inggris-Amerika yang berperilaku layaknya Ramses II dari Mesir, yang memberikan dukungan ekonomi dan politik terhadap orang-orang Yahudi. Pada tahun 1944, Jerman mengalahkan Hungaria. Antara bulan Mei dan Juli, sekitar 438,000 orang Yahudi Hungaria dideportasi ke Kamp Auschwitz II dan dibunuh.
Dalam rangka merespon tindakan Holokaus sistematis oleh Nazi Jermah tersebut, pada tahun 1933, misalnya, Presiden American Federation of Labor (AFL), William Green, mengajak seluruh masyarakat memboikot produk Jerman. Hal yang sama terjadi di Inggris di bulan Juli 1933. Di bawah koordinasi Dewan Buruh Gabungan Nasional (NJLC) dan Partai Buruh Parlementer (PLP), seruan boikot produk Jerman atas nama pembelaan terhadap Yahudi (Stephen H. Norwood, 2021: 131).
Dampak Holokaus yang dilakukan Nazi terhadap Yahudi adalah eksodus abad 20, berupa migrasi besar-besaran bangsa Yahudi dari Eropa ke Palestina, dengan dukungan penuh Inggris dan Amerika, sejak Deklarasi Balfour 1918 hingga Pasca Perang Dunia II.
Yacoov Nir (2021: 81-83) menyebut bahwa sebelum Perang Dunia II, ada sekitar 26,000 orang Yahudi secara ilegal masuk ke Palestina dari Romania, Bulgaria, Italia dan Yunani. Mayoritas mereka tiba dengan selamat di pantai Palestina.
Lebih dari itu, menurut Yacoov Nir, orang Yahudi mengeluarkan uang sebesar 1,000 pound Palestina, yang setara dengan 1,000 poundsterling Inggris kala itu, demi mendapatkan sertifikat sebagai warga negara resmi Palestina.
Perlu dicatat, menurut Yacoov Nir, bahwa di tahun itu, delegasi The Jewish Agency untuk Jerman, yang dipimpin oleh Hakim Arlozoroff, bertemu pimpinan Nazi di Jerman. Mereka meminta Nazi segera mentransfer sejumlah uang ke Palestina, yang dalam bahasa Ibrani disebut Ha’avara.
Sejak 1933 sampai 1948, Jerman total telah mentransfer uang sebesar 82 juta, yang setara dengan 33 juta Euro. Sebagai hasilnya, 14,000 orang Yahudi bisa hidup damai di Palestina. Dengan kata lain, walaupun Nazi-nya Hitler membunuh Yahudi, tetapi Nazi juga berjasa besar memberikan makan dan tempat tinggal yang nyaman bagi Yahudi di Palestina.
Jika ditarik benang merahnya, sejatinya orang-orang Eropa sudah muak dengan keberadaan Yahudi di wilayah mereka. Jerman memang mengusir orang Yahudi dan membunuh mereka, tetapi Jerman berjasa dalam memberikan modal untuk hidup di Palestina. Sementara Inggris sepenuhnya, baik kapital maupun politik, mendukung pemindahan Yahudi ke Palestina.
Inilah kisah bangsa Yahudi, yang dibenci di dalam Peradaban Mesopotamia, Peradaban Mesir, hingga Peradaban Eropa dan modern. Mereka bangsa yang sombong dan menyebalkan. Mesopotamia, Mesir, dan Eropa Modern paham betul soal itu. Seakan-akan, bagi Eropa, daripada Yahudi membuat ulah di negeri mereka, parasit Yahudi lebih baik dipindahkan ke Timur Tengah, baik dengan alasan kemanusiaan, politik, ekonomi, atau apapun. Yang terpenting, Yahudi tidak memiliki akar di Eropa. (*)
Penulis adalah Alumni
Universitas Al-Azhar, Mesir
Comment