Sidang MK : Diskualifikasi Petahana Alot, Beda Tafsir KPU-Bawaslu

GORONTALO -GP- Rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Gorontalo mendiskualifikasi pasangan calon Nelson Pomalingo-Hendra Hemeto, menjadi pembahasan alot dalam sidang lanjutan sengketa Pilkada yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK), kemarin (3/2). Pada persidangan itu, Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Gorontalo selaku termohon memastikan telah menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu tentang pendiskualifikasian pasangan Nelson Pomalingo-Hendra Hemeto selaku pihak terkait.

Demikian jawaban yang disampaikan Moh. Salman Darwis selaku kuasa hukum Termohon dalam sidang dengan agenda mendengarkan jawaban Termohon, Keterangan Pihak Terkait, Keterangan Bawaslu, dan Pengesahan Alat Bukti. “Dengan merujuk pada Pasal 140 tentang pemilihan kepala daerah bahwa pada intinya secara konseptual untuk mencari kebenaran, maka Termohon berkesimpulan bahwa Pihak Terkait tidak melanggar ketentuan Pasal 71 UU 10/2016,” ucap Salman pada sidang Panel III yang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat dengan didampingi Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul, dan Hakim Konstitusi Saldi Isra.

Dalam keterangan lanjutan, Salman menjabarkan dalam melaksanakan, memeriksa, dan memutus perkara a quo, termohon memperhatikan unsur hak konstitusional warga negara atas pelanggaran yang didakwakan tersebut. Berdasarkan keterangan ahli dan pelapor serta pemberi keterangan, maka keputusan Termohon dalam perkara ini berpedoman pada Pasal 140 UU Pilkada dan PKPU No. 13/2014. Salman pun menegaskan berdasarkan proses pencermatan alat bukti, segala program yang diduga Pemohon sebagai suatu bentuk pelanggaran tersebut, sejatinya sudah diprogramkan oleh Pemerintah Daerah. “Artinya program yang ada tersebut tidak dibuat dalam rangka memenangkan paslon,” jelas Salman.

Sementara terkait dengan adanya perbedaan pelaksanaan penafsiran putusan Bawaslu oleh Termohon, Salman mengatakan hal tersebut kembali pada legitimasi pihaknya sebagai lembaga dengan berpedoman pada pasal 139 dan Pasal 140 UU Pilkada. Harusnya bagi pihak yang berkeberatan atas Keputusan KPU, sambung Salman, baiknya menempuh jalan yang telah ditentukan norma yang berlaku.

“Artinya jika ada perbedaan penafsiran antara pihak peserta pemilihan dan penyelenggara, prosesnya dapat diajukan ke pengadilan tinggi tata usaha negara hingga ke Mahkamah Agung. Jadi, untuk mengoreksi putusan kami itu ada prosesnya,” terang Salman terhadap perkara yang teregistrasi Nomor 48/PHP.BUP-XIX/2021 yang diajukan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 1 Tonny S. Junus dan Daryatno Gobel.

Salman juga bercerita terkait persoalan pemberhentian Ketua KPU Kabupaten Gorontalo Rasid Sayiu oleh keputusan DKPP, pihaknya mengakui mendapatkan peringatan keras. Dan Ketua KPU Kabupaten Gorontalo pun diberhentikan dari jabatannya sebagai ketua. Dalam proses persidangan DKPP tersebut, dinyatakan bahwa atas tindakan atau prosedur yang ditempuh oleh KPU dalam menyelesaikan permasalahan Pemohon telah sesuai dengan prosedur. Hanya saja, pemberhentian ketua tersebut menyoal wawasan dari pejabat yang bersangkutan.

“Jadi yang diperiksa oleh DKPP adalah masalah etik. Bahwa prosedur substansi yang dilakukan KPU telah sesuai aturan, namun kesalahan etiknya terdapat pada pelaksana yang dianggap tidak berwawasan memahami apakah terjadi pelanggaran atau tidak sehingga Ketua KPU dinonaktifkan,” kisah Salman. (wie)

Comment