GORONTALO -GP- Tingkat penularan HIV-AIDS di Gorontalo rupanya mengalami penurunan dalam tiga tahun terakhir. Kabar gembira ini mencuat bertepatan dengan peringatan hari AIDS sedunia, kemarin (1/12). Kasie Pencegahan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, dr. Irma Cahyani memaparkan, sejak tiga tahun terakhir kasus HIV/AIDS di Gorontalo menunjukan tren penurunan. Masing-masing tahun 2018 – 98 kasus, 2019 hanya 85 kasus dan 2020 turun menjadi 63 kasus.
Dia mengatakan, banyak faktor yang menyebabkan penurunan kasus di Gorontalo. Upaya dalam melakukan deteksi dini secara masif berperan penting dalam menekan kasus HIV/AIDS di Gorontalo. Meskipun pandemi Covid-19 masih melanda Gorontalo, pemerintah tetap menangani endemi HIV/AIDS. “Kita tetap lakukan penanganan endemi ini, deteksi dini berperan penting mencegah penularan secara meluas. Meskipun pandemi sempat mengganggu, kita tetap lakukan penanganan HIV/AIDS,” ujar Irma kepada awak media ini, Selasa (1/12).
Total kasus selama tiga tahun terakhir di Gorontalo mencapai 246 dengan rincian HIV 122 dan AIDS 124 kasus. Namun, dalam diagonasa selama tahun 2001 hingga 2020 total kasus sudah mencapai 608 penderita di Gorontalo. Dari penderita itu, laki-laki mendominasi jika dibandingkan dengan perempuan. Yakni 472 untuk laki-laki dan 136 untuk ODHA perempuan. Untuk pembagian penyebaran kasus, Kota Gorontalo masih menjadi urutan pertama dengan 210 kasus, diikuti Kabupaten Gorontalo 138 kasus, Boalemo 77, Pohuwato 80, Bone Bolango 61 dan Gorontalo Utara 42 kasus. “Kota kan pusat modernisasi, pergaulan tinggi. Maka potensi kasus juga tinggi,” ujar Irma.
Kondisi itu sesuai dengan tren penyebaran kasus HIV/AIDS di Gorontalo, yakni melalui hubungan seksual sebanyak 239 kasus, gay dan lesbian 261 kasus, biseksual 40, IDU’S 27, Ibu ke Anak 13, tidak diketahui 28 kasus. Kondisi perkembangan kota dan kabupaten mempunyai peran penting dalam distribusi kasus di Gorontalo. Pemerintah pun terus berupaya menangani dengan mengajak semua penderita melakukan pengobatan. Pengobatan dinilai penting agar mereka bisa bertahan meski mengidap HIV/AIDS.
“Pengobatan sudah kita lakukan, bahkan subsidi pemerintah. Ini menjadi tantangan kedepan, karena banyak penderita yang tidak mau minum obat,” ujarnya.
Dikes mencatat terdapat 104 penderita yang tidak melakukan pengobatan, sementara 243 lainnya mau mengkonsusmsi obat. Akibatnya, terdapat 184 penderita yang telah meniggal dunia dan 44 lainnya tidak diketahui hingga sekarang. “ARV itu obat yang mereka konsumsi, ini akan membantu mereka untuk bertahan,” katanya. Irma pun menyarankan agar setiap penderita tetap konsisten mengkonsumsi obat seumur hidup. Agar jumlah virus yang di dalam tubuh bisa ditekan dan mampu membantu mereka survive.
Dari hasil mendetaksi pengobatan atau viraload di Rumah Sakit Kandouw Manado, Pemerintah Gorontalo sudah mengirimkan 125 sampel dan sebanyak 56 sampel sudah memiliki hasil. Penderita yang mengikuti pengobatan sudah ada 50 orang yang viraloadnya tersupresi atau mampu ditekan. Sehingga jumlah virus sangat sedikit bahkan beberapa orang sudah tidak terdeteksi dan tidak bisa menularkan lagi. Ia pun berharap agar setiap warga mampu memberikan motivasi kepada kerabat yang ODHA supaya bisa terus berobat untuk menekan jumlah virus didalam tubuh.”Mari hilangkan stigma pada penderita, virus ini tidak meudah menyebar selayaknya Covid-19, mari berkolaborasi dan tingkatkan solidaritas dalama mengatasi edemi ini,” ujar Irma. (tr-69)
Comment