Oleh :
Fory Armin Naway
Dosen FIP UNG dan Ketua PGRI Kab. Gorontalo
Guru bukanlah tukang dan bukan pula sebuah pekerjaaan “serabutan”, melainkan sebuah profesi dan bagian dari kaum intelektual yang senantiasa adaptif dengan berbagai perkembangan dan tuntutan zaman. Untuk menjadi guru, tidak sekadar pemenuhan terhadap hasrat untuk dihargai, dihormati dan dipandang berwibawa oleh orang lain, tapi lebih dari itu, menjadi guru adalah sebuah panggilan nurani untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, memanusiakan manusia lain dan dimensi keluhuran lainnya yang tercermin dari seorang guru.
Idealnya, motif utama menjadi guru adalah sebuah panggilan nurani, bukan keinginan apalagi kebutuhan. Panggilan untuk belajar dan membelajarkan, menundukkan diri untuk mendidik orang lain, mengabdikan diri bukan menghambakan diri. Guru adalah bagian dari kecendiakawanan atau insan cendekia yang dituntut memiliki landasan ideologi yang darinya selalu lahir pemikiran, gagasan, konsep atau ilmu tentang keyakinan dan cita-cita.
Dalam bukunya Tugas Cendekiawan Muslim, yang diterjemahkan Prof. Amin Rais dan diterbitkan ipmJateng (2019), Ali Syariati mengatakan, cendekiawan adalah seorang ideolog yang selalu berkata dan meyakini keyakinan suatu keyakinan tertentu. Seorang ideolog haruslah memiliki tujuan dan kepentingan tertentu yang didasarkan pada kesadaran-kesadaran khusus, seperti kesadaran kelas, kesadaran intelektual dan sebagainya yang berproses menuju kesadaran ideologis.
Pada intinya, Ali Syariati mengatakan bahwa cendekiwan (Muslim) harus memberikan dan memberi perannya di masyarakat sehingga dapat menuju progresifitas. Cendekiawan muslim haruslah menjadi pemikir di masyarakat yang berbasis pada kemajuan.
Dalam konteks ke-Indonesiaan, sebagai sebuah negara yang penduduknya mayoritas Islam dengan jumlah guru muslim yang juga terbanyak di dunia, maka konsep Ali Syariati tentang tentang intelektualiatas dan kecendekiawan, dapat membangkitkan ruang kesadaran, betapa guru di Indonesia memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan Indonesia yang lebih maju dan berkeadilan.
Artinya, guru sebagai kaum intelektual dan bagian dari insan cendekia, tidak hanya terjebak pada kegiatan-kegiatan rutin sebagai guru yang berdiri di muka kelas, mentransfer ilmu dan mendidik peserta didik, tapi lebih dari itu, guru dapat mengembangkan kompetensi-kompetensi yang dimilikinya seperti kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional serta kompetensi sosial ke dalam ranah konkrit di tengah masyarakat.
Guru dalam aspek ini, dapat menjadi motor penggerak, pelopor, penggagas dan pembaharu nilai-nilai terbarukan yang berkesuauaian dengan perkembangan zaman bagi kemalahatan masyarakat yang lebih luas. Indonesia dengan populasi penduduk yang masih mayoritas berpendidikan rendah dan amsih memilki banyak resistensi-resistensi untuk menjadi negara maju, memiliki peran penting dalam memanifestasikan nilai-nilai intelektual dan kecendekiawanan ke dalam ranah yang lebih luas dan mendalam di tengah masyarakat.
Yang terpenting lagi menurut Asep Sapaat (Republika.co.id) bahwa perspektif masyarakat tentang guru, ke depan perlu diubah. Pemerhati Karakter Guru di Character Building Indonesia ini menilai, guru saat ini hanya diposisikan sebagai tenaga administratif bukan sebagai intelektual transformatif. Pandangan demikian pada akhirnya hanya mengarahkan guru hanya seakan terjebak pada ruang lingkup belajar-mengajar di kelas.
Berbeda halnya ketika guru ditempatkan sebagai kaum intelektual transformatif, maka guru akan memiliki pandangan ideologis tentang profesinya, memiliki kewibawaan dan kemandirian sikap serta memiliki dorongan belajar yang lebih kuat dan leluasa karena dukungan infrastruktur kebijakan. Dengan perspektif bahwa guru sebagai intelektual transformatif, guru mampu menjalankan perannya sebagai pengajar, pendidik dan pembelajar yang tidak hanya menguasai konten materi yang diampuh, tapi juga mampu memainkan perannya sebagai pendidik karakter dan pemimpin bagi murid dan lingkungannya.
Lebih spesifik lagi menurutnya, jika bangsa ini akan merumuskan kebangkitannya, maka perlu dibangkitkan ruang kesadaran guru tentang peran dan tanggung jawabnya yang sangat mulia dan strategis bagi masa depan bangsa. Artinya, ke depan akan lahir komunitas guru yang memiliki ruang kesadaran yang tinggi sebagai seorang intelektual dan insan cendekiawan yang berintegritas, kredible dan mau berkolaborasi membangun paradigma kehidupan masyarakat yang lebih prospektif.
Dengan perspektif bahwa guru sebagai kaum intelektual dan bagian dari kaum cendekiawan akan melahirkan spirit pengabdian kepada masyarakat. Guru memiliki motif dan dorongan untuk memberikan penguatan-penguatan terhadap program dan kebijakan pemerintah untuk memberdayakan masyarakat. Karena sesungguhnya, kaum Intelektual dan cendekiawan dimaknai sebagai pelepor, pemberi solusi persoalan kemasyarakatan dan bermanfaat bagi orang-orang di sekitarnya.
Ketika guru memiliki motif, dorongan yang kuat untuk senantiasa mengaktualisasikan diri sebagai pelopor dan pemberi solusi yang bermanfaat bagi persoalan-persoalan sosial kemasyarakatan, maka obsesi dan cita-cita bangsa yang maju dan berperadaban akan mengalami percepatan-percepatan yang signifikan. Aktualisasi diri dapat dimaknai sebagai panggilan pengabdian guru untuk selalu hadir di tengah masyarakat, tidak hanya berdiri di muka kelas, tapi juga berdiri menjadi pelopor, penggagas, pembaharu dan menjadi insan-insan yang memberi spirit dan menginspirasi masyarakat untuk bergerak maju, menghalau berbagai rintangan, tantangan dan kendala mewujudkan kemakmuran an kesejahteraan yang dicita-citakan.
Oleh karena itu, guru sebagai kaum intelektual dan cendekiawan tidak pernah berhenti belajar, ia menjadi insan pembelajar sekaligus memberikan pembelajaran, yang tidak hanya membimbing melalui teladan tapi juga mengaktualisasikan diri, menginspirasi untuk membangkitkan ruang-ruang kesadaran ummat untuk bangkit dari keterpurukan.
Keberadaan guru hingga ke pelosok-pelosok desa, sebenarnya menjadi berkah bagi bangsa ini yang menyimpan potensi bagi lahirnya komunitas guru yang kolaboratif, inspiratif dan menjadi spirit dalam kerangka memberikan manfaat yang lebih luas dan merata bagi perkembangan dan kemajuan masyarakat dan bangsa. Semoga. (***).
Comment