Gorontalopost.co.id, GORONTALO — Penyebaran Human Immunodeficiency Virus (HIV) Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) di Provinsi Gorontalo mengkhawatirkan. Pasalnya, selang tahun 2024 kasus HIV/AIDS mencapai ribuan kasus.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo menyebutkan, hasil pendataan jumlah pengidap HIV AIDS di daerah itu mencapai 1.257 kasus. Dari jumlah tersebut sebanyak 377 Penderita HIV/AIDS dinyatakan telah meninggal dunia.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo Anang Otoluwa kepada Gorontalo Post mengatakan, dalam prosesnya, kasus HIV Aids adalah fenomena gunung es, kelihatannya sedikit pada permukaan tapi pada dasar gunung es sangat banyak.
“Salah satu tugas kita bersama adalah membongkar dasar gunung es tersebut dengan cara deteksi dini atau penemuan kasus aktif. Estimasi Orang dengan HIV (ODHIV),”kata Anang.
Laporan Penilaian Risiko Cepat Kementerian Kesehatan 2024 memperkirakan bahwa ada sekitar 503.261 orang dengan HIV di Indonesia pada tahun 2024. Penyebab Penularan HIV/AIDS dapat terjadi melalui hubungan seksual, penggunaan jarum suntik yang tidak steril, transfer darah yang terkontaminasi, dan dari ibu ke anak selama kehamilan, persalinan, atau menyusui.
Dari angka tersebut, penderita HIV/AID di Gorontalo merupakan akumulasi jumlah kasus dalam periode 2001-2024. “Berdasarkan data yang berhasil kami himpun, 30 persen dari jumlah kasus tersebut tercatat telah meninggal dunia,” kata Anang.
Data tersebut jelas Anang merupakan bentuk dan bukti keberhasilan pemerintah bersama instansi terkait lainnya, dalam hal mendeteksi penyebaran HIV/AIDS di Gorontalo.
Salah satu contoh upaya penanganan ungkap Anang, seperti kegiatan pertemuan technical assistance untuk viral load atau pemeriksaan jumlah virus yang ada pada pengidap HIV/AIDS, yang dilakukan setiap enam bulan dalam satu tahun.
Pemeriksaan itu bertujuan untuk melihat sejauh mana perkembangan virus yang ada dalam tubuh pengidap, di mana jika rendah atau tersuprasi, maka pengobatannya dianggap sukses.
“Dari tiga indikator dengan target 95 persen, Provinsi Gorontalo capai semua. Bahkan untuk indikator 95 persen harus diobati, dan Viral load tersupresi, hanya Gorontalo yang bisa capai,”ungkap Anang.
Lebih lanjut diungkapkan Anang, deteksi dini yang dilakukan dengan cara melakukan penemuan kasus aktif atau mobile dengan melakukan tes HIV pada poulasi-populasi beresiko sehingga mendapatkan yang positif, segera di obati sehingga tidak menularkan lagi ke orang lain.
Langkah-langkah yang di ambil sehingga deteksi dini berhasil dilakukan yakni pembukaan layanan tes HIV sebanyak-banyaknya serta seluas-luasnya sehingga populasi beresiko dapat mendapatkan tes HIV secara cepat tanpa perlu memikirkan jarak dan waktu serta biaya.
Dinas kesehatan Provinsi Gorontalo telah melakukan pelatihan kepada seluruh layanan baik Rumah sakit atau Puskesmas serta klinik baik pemerintah maupun swasta sejak 2001 hingga 2023, sehingga seluruh Puskesmas, rumah sakit dan klinik telah mampu melakukan tes HIV hingga diagnostik.
Perluasan layanan pengobatan ARV untuk Odhiv (Pasien Positif HIV) sehingga pasien dapat mengaksesnya di mana saja sesuai kebutuhan tanpa harus memikirkan jarak dan biaya dalam pengobatannya. Semakin cepat odhiv terobati, semakin tidak menularkan ke orang lain.
Puskesmas sebagai ujung tombak intensif case finding/penemuan kasus aktif, mendapatkan support melalui pendanaan DAK Non Fisik pada tahun 2024 dalam bentuk mobile tes yaitu melakukan kunjungan secara aktif pada hotspot tempat berkumpulnya populasi beresiko di wilayah kerja masing-masing puskesmas.
Kegiatan ini dilakukan tiap 3 bulan selama 1 tahun sehingga dalam 1 tahun melakukan 4x kunjungan ke hotspot. Kegiatan ini memfasilitasi populasi beresiko di lakukan tes hiv tanpa harus ke puskesmas ataupun klinik. Pada SPM Kesehatan kab/kota, terdapat pelayanan kesehatan pada orang yang beresiko HIV (SPM 12).
Hal ini menjadi urusan wajib oleh Kab/Kota dalam memberikan pelayanan kesehatan minimal 1 tahun 1 kali pada 8 sasaran populasi yaitu : LSL, Waria, Penasun, WPS, ibu Hamil, Pasien TB, Paisen IMS dan WBP.
Bentuk dari pelayanan kesehatannya adalah tes hiv minimal 1 tahun 1x pada 8 populasi di atas sehingganya menjadi salah satu upaya deteksi dini pada populasi beresiko.
“SPM ini mengatur pemberian kesehatan yang komprehensif sehingga bentuk layanannya bukan hanya tes hiv tetapi layanan PREP, layanan Pengobatan HIV, Layanan PPIA, Layanan TB HIV dan Layanan Viral Load,”tandas Anang. (roy)
Comment