Oleh :
Yenti Juniarti, S,Pd, M.Pd, Dkk
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir hingga usia 6 tahun yangdilakukan dengan Memberikan stimulasi intelektual dan mendukung perkembangan fisik, psikologis dan akademik anak untuk mempersiapkan mereka menghadapi transisi ke bentuk pendidikan tinggi formal, non-formal dan informal.
Perkembangan berpikir anak–anak usia Taman Kanak–Kanak atau prasekolah sangat pesat. Perkembangan intelektual anak yang pesat terjadi pada kurun usia nol sampai usia prasekolah. Masa anak usia dini disebut juga dengan masa peka belajar. Dalam masa–masa ini segala potensi kemampuan anak dapat dikembngkan secara optimal tentunya dengan bantuan dari orang–orang yang berada di lingkungan anak–anak tersebut, misalnya dengan bantuan orang tua dan guru Taman Kanak–Kanak.
Anak usia dini adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, bahkan dikatakan masa golden age dan diusiaini perkembangan anak sangat pesat. Anak usia dini memiliki rentang usia yang sangat berharga dibandingkan dengan usia-usiaselanjutnya karena perkembangan kecerdasan yang paling baik. Di usia ini merupakan fase kehidupan yang unik, dan berada pada proses perubahan berupa pertumbuhan, perkembangan, pematangan, dan penyempurnaan, baik pada berbagai aspek jasmani maupun rohaninya berlangsung seumur hidup, bertahap, danberkesinambungan.
Kebijakan Kurikulum merupakan salah satu tantangan terbesar yang ditimbulkan oleh manajemen krisis yang telah berlangsung selama puluhan tahun di Indonesia dan isu-isu terkait lainnya.Penelitian PISA menunjukkan bahwa banyak siswa tidak dapat memahami bacaan sederhanatau menerapkan konsep dasar matematika. Selama 10 sampai 15 tahun terakhir sekitar 70% peserta didik usia 15 tahun berada di bawah kompetensi minimum dalam literasi dan numerasi.
Kualitas pembelajaran juga tampaknya bervariasi antar wilayah dan kelompok sosialekonomi.Program Implementasi Kurikulum Merdeka dirancang untuk mendukung peluncuran kurikulum merdeka melalui kegiatan sosialisasi dan bimbingan teknis bagi pemangku kepentingan yaitu DinasPendididikan termasuk Penilik dan Pengawas, UPT Pusat, organisasi mitra dan mitra binaan yang bertugas membantu satuan PAUD daerah dalam penerapan kurikulum mandiri
Penerapan kurikulum mandiri dimaksudkan untuk mendukung revolusi mandiri UPT Pusat, organisasi mitra dan mitra pembangunan yang misinya membantu satuan PAUD di daerah. Satuan pendidikan dapat memilih salah satu dari tiga kurikulum: Kurikulum 2013, Kurikulum Luar Biasa, atau Kurikulum Merdeka.
Pulih dari pembelajaran, penerapan kurikulum mandiri tidak bersifat wajib, satuan pendidikan dapat melaksanakannya sesuai kesiapannya, dan penerapan kurikulum PAUD mandiri dapat dilaksanakan secara bertahap. Satuan pendidikan mempelajari kurikulum.
Merdeka, lakukan penilaian diri dan tentukan kemungkinan penerapan Kurikulum Merdeka sesuai kemampuan Anda. Satuan pendidikan mempunyai tiga cara untuk menerapkan kurikulum mandiri: Belajar mandiri, Perubahan mandiri, dan Berbagi mandiri.
Kebijakan penerapan kurikulum mandiri mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor Menteri Sains dan Teknologi. 5/2022 tentang Persyaratan Kualifikasi Lulusan Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Sekolah Menengah; Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 7 Tahun 2022 tentang Standar Isi Pendidikan Anak, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah; Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 56 Tahun 2022: Pedoman Penerapan Kurikulum Dalam Rangka Revitalisasi Pembelajaran; dan Peraturan Kepala BSNP Tahun 2022 Nomor 008/H/KR/2022 tentang Keberhasilan Akademik Pada Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Dalam Kerangka Kurikulum Mandiri.
Dengan prinsip tersebut diharapkan penerapan kurikulum mandiri benar-benar dapat berjalan sesuai keinginan. Namun kenyataannya masih banyak guru yang mengalami kendala dalam menerapkan kurikulum mandiri. Hambatan tersebut bisa saja berasal dari dalam diri guru yang bersangkutan, bisa juga tidak. Berbagai hambatan tersebut antara lain literasi, referensi, akses digital, guru dan manajemen waktu.
Diketahui bahwa sebagian guru masih mengandalkan buku teks, baik siswa maupun guru, sebagai satu-satunya sumber belajar. Pada saat yang sama, sumber pembelajaran lain dianggap tidak relevan. Hal ini mengakibatkan lebih sedikitnya kegiatan guru untuk meningkatkan keterampilan membaca.
Faktanya, membaca bukan hanya untuk siswa. Guru juga harus aktif melatih keterampilan membaca. Apapun mata pelajaran yang diajarkan, tidak ada yang istimewa dari kegiatan literasi guru. Sebagai seorang pendidik, melatih keterampilan membaca dan menulis sangatlah penting. Guru harus selalu mewaspadai kejadian terkini.Mau tidak mau, mau tidak mau, guru perlu rajin membaca, terutama untuk materi yang diajarkan kepada siswanya.
Kurangnya literasi terkadang dibarengi dengan kurangnya referensi. Buku pelajaran untuk siswa dan guru yang diterbitkan di pusat-pusat buku masih tersedia dan kualitasnya belum sesuai harapan. Penarikan buku Kurikulum Merdeka yang didistribusikan dalam bentuk elektronik dari pasaran menunjukkan bahwa buku tersebut tidak dianggap sebagai sumber yang dapat membantu guru mendapatkan tips untuk secara efektif mendorong pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Keterbatasan guru dalam memperoleh referensi yang diperlukan untuk melaksanakan pembelajaran mandiri dapat menjadi kendala dalam menciptakan tugas-tugas pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa, serta kesulitan dalam menerapkan kurikulum mandiri melalui digital atau internet.
Jaringan internet yang tidak stabil membuat guru kesulitan mengakses materi seperti sumber belajar.Faktanya, beberapa sekolah masih belum memiliki fasilitas digital dan internet yang memadai. Di era digital saat ini, sekolah harus bersaing dalam penerapan pembelajaran digital. Beberapa sekolah yang menerapkan sistem ini mengharuskan guru untuk selalu online selama proses pembelajaran. Di sisi lain, sekolah sudah menawarkan fasilitas online. Namun, banyak guru yang terkadang kesulitan mengakses teknologi.
Aspek yang paling tidak penting adalah kurangnya kualifikasi guru. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 menyebutkan kualifikasi guru terdiri atas kualifikasi profesional, kualifikasi pedagogi, keterampilan sosial, dan kepribadian. Keempat kompetensi tersebut merupakan standar kompetensi yang harus dimiliki guru agar dapat menyampaikan ilmunya dengan baik kepada siswa.
Dalam praktiknya, tidak semua guru menguasai berbagai aspek keempat kompetensi guru tersebut. Salah satunya kompetensi profesional yang mendominasi, masih terdapat guru yang belum bisa memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pembelajaran dan pengembangan diri. Mereka kesulitan dalam menggunakan Microsoft Word dan aplikasi lainnya yang semuanya sangat membantu guru dalam proses pengajaran.
Selain tugas dan tanggung jawab guru, guru juga diminta untuk aktif dalam berbagai kegiatan sekolah. Keadaan ini memaksa guru untuk mengetahui cara mengatur waktu dengan baik. Namun tidak semua guru dapat mencurahkan waktunya untuk kegiatan yang ada. Apalagi ketika guru tiba-tiba menghadapi permasalahan lain yang tidak berkaitan dengan pembelajaran dan sekolah.
Untuk mengatasi semua permasalahan di atas, maka untuk berhasil menerapkan kurikulum mandiri, guru dituntut untuk meningkatkan keterampilan membaca, memperbanyak jumlah referensi dan meningkatkan kualitas keterampilan guru, serta kemampuan merencanakan waktunya dengan baik. Guru juga harus memiliki akses mudah terhadap digital dan internet. Jika seluruh kegiatan tersebut membuahkan hasil, diharapkan dapat menjadi solusi bagi guru yang memiliki berbagai kendala dalam menerapkan kurikulum mandiri.
Studi PISA menunjukkan bahwa banyak siswa yang tidak memahami bacaan sederhana atau menerapkan konsep dasar matematika. (*)
Penulis adalah dosen pengampuh, dan mahasiswa kelas 1B PG PAUD, Fakultas Ilmu Pendidikan, UNG.










Discussion about this post