Oleh:
Yusran Lapananda
Niat baik & tulus Pemerintah Kabupaten Gorontalo untuk menyesuaikan berbagai kebijakan disalahartikan & disalahtafsirkan oleh Ombudsman. Kesalahan Ombudsman, lebih disebabkan oleh betapa “bersemangatnya” & “pedenya” Omdudsman menjadikan kewenangan Pemda menyesuaikan SOTK (Susunan Organisasi & tata Kerja) Pemdes (Pemerintah Desa) menjadi sebuah produk Ombudsman, tanpa kajian paripurna.
Salah satu kebijakan yang disesuaikan adalah Perbup 42 Thn 2020 ttg Peraturan Pelaksanaan Perda 10 Thn 2016 ttg Perangkat Desa. Penyesuaian, seputar penentuan SOTK Pemdes yang sebelumnya hanya didasarkan pada tipelogi perangkat desa disesuaikan dengan didasarkan pada klasifikasi jenis desa (swasembada, swakarya, & swadaya) yang penentuannya memperhatikan kategori mula, madya, & lanjut. Penyesuaian dilakukan dengan ditetapkannya Perbup 20 Thn 2022 ttg SOTK Pemdes di Lingkungan Pemkabgor.
ALASAN & PERTIMBANGAN PENYESUAIAN SOTK
Penyesuaian ini dilakukan secara menyeluruh dengan berbagai alasan & pertimbangan. Pertama, sebelumnya SOTK Pemdes tak dibuat tersendiri dalam Perbup namun digabungkan kedalam satu Perbup mengenai pengaturan perangkat desa. Hal ini, menimbulkan “kebingungan” & tidak mencerminkan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan (PPU) yang dinyatakan dalam Pasal 5 UU 12 Thn 2011 ttg Pembentukan PPU, yakni: kejelasan tujuan; kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; kesesuaian antar jenis, hierarkhi, & materi muatan; dapat dilaksanakan; kedayagunaan & kehasilgunaan; kejelasan rumusan; & keterbukaan.
Kedua, sebelumnya SOTK Pemdes ditentukan berdasarkan tipelogi desa (vide Pasal 2 ayat (3) Perbup 42 Thn 2020), padahal dalam Pasal 11 ayat (1) Permendagri 84 Thn 2015 ttg SOTK Pemdes, dinyatakan SOTK Pemdes disesuaikan dengan tingkat perkembangan desa yakni swasembada, swakarya & swadaya. Selanjutnya pada Pasal 11 ayat (5) Permendagri 84 Thn 2015 dinyatakan, klasifikasi jenis desa atas tingkat mengenai perkembangan desa yakni swasembada, swakarya & swadaya didasarkan pada PPU. Salah satu PPU yang dituju dalam ketentuan ini adalah Permendagri 12 Thn 2011 ttg Pedoman Penyusunan & Pendayagunaan Data Profil Desa & Kelurahan.
Dalam Pasal 15-23 Permendagri 12 Thn 2011 telah mengatur tingkat perkembangan desa yang mencerminkan keberhasilan pembangunan desa setiap thn & setiap 5 thn yang diukur dari laju kecepatan perkembangan: (a). ekonomi masyarakat; (b). pendidikan masyarakat; (c). kesehatan masyarakat; (d). keamanan & ketertiban; (e). kedaulatan politik masyarakat; (f). peranserta masyarakat dalam pembangunan; (g). lembaga kemasyarakatan; (h). kinerja pemerintahan desa & kelurahan; (i). pembinaan & pengawasan.
Hasil evaluasi keberhasilan kegiatan pembangunan setiap thn menentukan laju perkembangan desa dalam kategori cepat berkembang, berkembang, lamban berkembang, & kurang berkembang, dengan menggunakan skor pengukuran setiap thn. Hasil analisis laju perkembangan desa setiap thn digunakan untuk mengukur tingkat perkembangan desa setiap 5 thn dalam klasifikasi desa swasembada, swakarya, & swadaya, dengan menggunakan skor perkembangan setiap 5 thn. Analisis terhadap klasifikasi tingkat perkembangan desa swasembada, swakarya & swadaya, menghasilkan klasifikasi status kemajuan desa dalam kategori mula, madya & lanjut. Sehingga dalam Perbup 20 Thn 2022 sebagai pengganti dari Perbup 42 Thn 2020 telah menggunakan tingkat perkembangan desa swasembada, swakarya & swadaya dengan klasifikasi jenis desa kategori mula, madya & lanjut yang berkesesuaian dengan Pasal 11 Permendagri 84 Thn 2015, menggantikan tipelogi perangkat desa yang tidak dikenal dalam Permendagri 84 Thn 2015.
Ketiga, dalam Perbup 42 Thn 2020 terdapat penggunaan frasa yang tidak berkesesuaian dengan kaidah Bahasa Hukum Indonesia, yaitu frasa tipelogi. Frasa tipelogi & frasa tipe ditemui dalam Pasal 7-11 Perbup 42 Thn 2020. Frasa tipelogi tak dikenal dalam Bahasa Hukum Indonesia, yang ada adalah frasa tipologi. Frasa tipologi ditemui dalam Pasal 7-11 Permendagri 12 Thn 2011.
Keempat, pada Perbup 42 Thn 2020, untuk menentukan tingkat perkembangan desa atau tipelogi ditentukan dengan indikator jumlah penduduk & kemampuan keuangan desa. Kemampuan keuangan desa hanya diukur berdasarkan besaran APBD saja tanpa menggunakan parameter besaran pendapatan & belanja. Indikator digunakan jumlah penduduk & kemampuan keuangan desa tak dikenal dalam Permendagri 12 Thn 2011.
Dari alasan & pertimbangan ini, maka SOTK Pemdes dalam Perbup 42 Thn 2020 disesuaikan dengan dibentuknya Perbup 20 Thn 2022. Pembentukan Perbup 20 Thn 2022 telah melalui tahapan & prosedur pembentukan produk hukum daerah yang diatur dalam Permendagri 80 Thn 2015 beserta perubahannya, mulai dari perencanaan penyusunan, penyusunan, pembahasan, fasilitasi Gubernur (Surat Gubernur Gorontalo Nomor:180/Hukum/2291/2021), penetapan, pengundangan, & penyebarluasan (sosialisasi).
“KECACATAN HUKUM” REKOMENDASI
Dari rumusan rekomendasi Ombudsman atas penyesuaian SOTK, terdapat kecacatan hukum dalam perumusannya, yakni: “Untuk meninjau ulang pemberhentian perangkat desa akibat penyesuaian SOTK & melakukan pemulihan secara optimal terhadap perangkat desa diberhentikan dengan cara memerintahkan Kepala Desa untuk mengembalikan ke jabatan perangkat desa semula, kecuali apabila yang bersangkutan bersedia ditempatkan pada jabatan lain sebagai perangkat desa atau jabatan lainnya yang setara, dengan mengubah & menyempurnakan terlebih dahulu Perbup 20 Thn 2021 & Surat Keputusan Bupati Gorontalo Nomor:563/17/VIII/2021 sehingga sesuai dengan PPU di atasnya”.
Kecacatan hukum dimaksud, yakni: Pertama, meninjau ulang pemberhentian & mengembalikan perangkat desa dalam jabatan semula dengan jalan mengubah & menyempurnakan Perbup 20 Thn 2021 lebih pada pengujian atas PPU. Menguji suatu PPU berupa Perbup bukan tugas, fungsi & kewenangan Ombudsman tapi Mahkamah Agung. Menjadi suatu “komedian” jika merubah Perbup 20 Thn 2021 dengan pertimbangan hukum melaksanakan rekomendasi Ombudsman. Benarnya, pertimbangan untuk merubah Perbup adalah untuk melaksanakan Putusan Mahkamah Agung. Sehingga rekomendasi meninjau ulang pemberhentian & mengembalikan perangkat desa dalam jabatan semula dengan jalan mengubah & menyempurnakan Perbup 20 Thn 2021 adalah “kemustahilan”.
Kedua, terdapat frasa yang “cacat hukum” dalam rekomendasi yakni frasa “mengubah & menyempurnakan Perbup 20 Thn 2021 & Surat Keputusan Bupati Gorontalo Nomor:563/17/VIII/2021 sehingga sesuai dengan PPU di atasnya”. Pertanyaan, PPU yang mana yang diatas Perbup 20 Thn 2021?. Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU 12 Thn 2011, maka PPU diatas Perbup adalah: UUD 1945; TAP MPR; UU/PERPPU; PP; PERPRES; Perda Provinsi; & Perda Kabupaten/Kota. Adapun PPU yang mengatur SOTK Pemdes hanyalah UU 6 Thn 2014 ttg Desa & PP 43 Thn 2014 ttg Peraturan Pelaksanaan UU 6 Thn 2014 ttg Desa beserta perubahannya. Kedua peraturan ini, hanya mengatur SOTK pelaksana teknis maksimal 3 seksi & maksimal 3 urusan. Kedua peraturan ini tidak mengatur mengenai minimal SOTK. Namun Permendagri 84 Thn 2015 mengatur maksimal 3 seksi & 3 urusan & mengatur minimal 2 seksi & 2 urusan. Jika demikian maka pengaturan SOTK dalam Permendagri 84 Thn 2015 memperluas makna SOTK Pemdes yakni atas frasa minimal dari yang diatur dalam kedua peraturan tersebut. Jika Permendagri 84 Thn 2015 yang dituju sebagai PPU diatas Perbup 20 Thn 2021, maka Ombudsman “keliru” dalam memaknai hierarkhi & jenis PPU dalam Pasal 7 & Pasal 8 ayat (1) UU 12 Thn 2011. Menurut Pasal 7 & Pasal 8 ayat (1), antara Permendagri 84 Thn 2015 dengan Perbup 20 Thn 2021 adalah sederajat, tidak saling membawahi, tidak saling bertentangan namun saling melengkapi.
Pada Perbup 20 Thn 2021 telah mengatur SOTK disesuaikan dengan tingkat perkembangan Desa & klasifikasi jenis Desa yaitu Desa Swasembada, Swakarya (mula, madya & lanjut), & Swadaya. Desa Swasembada, 3 urusan & 3 seksi. Desa Swakarya: (a). Kategori Lanjut, 3 urusan & 3 seksi; (b). Kategori Madya, 3 urusan & 2 seksi atau 2 urusan & 3 seksi, (c). Kategori Mula, 2 urusan & 2 seksi. Untuk Desa Swadaya, 2 urusan & 2 seksi.
Dari penjelasan ini, Pemkabgor tak menetapkan SOTK yang bertentangan atau melebihi maksimal SOTK yang diatur dengan UU 6 Thn 2014 & PP 43 Thn 2014 beserta perubahannya, misalnya 4 atau 5 urusan atau 4 atau 5 seksi. Perbup 20 Thn 2021 hanyalah melengkapi Permendagri 84 Thn 2015 & menyesuiakan kebutuhan daerah Kabgor.
Ketiga, dalam rekomendasi Ombudsman terjadi kesalahan yang fatal pada rekomendasi angka 6.2. angka 3 yang merumuskan Keputusan Bupati kedalam bentuk Surat. Dalam Permendagri 80 Thn 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah beserta perubahannya, Keputusan Bupati ditempatkan sebagai produk hukum daerah berbentuk penetapan (beschikking), bukan sebagai surat dalam tata naskah dinas.
Keempat, dalam rekomendasi Ombudsman, Pemkabgor agar melakukan pemulihan secara optimal terhadap perangkat desa diberhentikan & mengembalikan ke jabatan perangkat desa semula atau jabatan lainnya yang setara. Sesuatu yang absurd & menimbulkan masalah baru jika Pemkabgor mengikuti rekomendasi ini, sebab jabatan yang ada saat ini sudah ditempati perangkat desa yang baru, apalagi dalam jabatan lainnya yang setara, sebab tak ada jabatan lain yang setara pada Pemdes selain yang terdapat pada SOTK.
Kelima, pada rekomendasi ombudsman secara eksplisit dinyatakan untuk memulihkan & mengembalikan perangkat desa yang diberhentikan dengan jalan mengubah & menyempurnakan Perbup 20 Thn 2021 terlebih dahulu, hal ini menutup kemungkinan Kades untuk mengangkatnya kedalam jabatan/pekerjaan lainnya sebab harus diawali dengan mengubah & menyempurnakan Perbup 20 Thn 2021 yang bukan kewenangan Kades.
Jika demikian, untuk mengakomodir perangkat desa yang diberhentikan akibat penyesuaiann SOTK dengan mengabaikan Rekomendasi Ombudsman, tak perlu merubah Perbup 20 Thn 2021, cukup menggunakan Pasal 11 ayat (9) Perbup 20 Thn 2021, ”Penetapan klasifikasi jenis Desa berdasarkan skor pengukuran tingkat perkembangan desa, dapat ditinjau kembali paling singkat 4 thn sekali yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati”. Hal ini bermakna, untuk mengakomodir perangkat desa yang diberhentikan akibat penyesuaian SOTK, dengan harapan hitungan skor pengukuran tingkat perkembangan desa telah berubah menjadi klasifikasi & kategori swakarya madya & mula naik menjadi desa swasembada atau swakarya lanjut, semoga.
Selanjutnya akan dibahas, lanjutan Menelaah Rekomendasi Ombudsman Soal Perangkat Desa mengenai pelaksanaan evaluasi kinerja perangkat desa.(*)
Penulis adalah
Penulis Buku Hukum
Pengelolaan Keuangan Desa











Discussion about this post