Oleh :
Leni Marlina, SE
Instansi pemerintah, baik instansi pusat maupun daerah merupakan lembaga sektor publik yang bertugas mengemban amanat rakyat dalam bentuk pemberian pelayanan kepada masyarakat. Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pelayanan tersebut, instansi pemerintah menggunakan dana APBN maupun APBD yang bersumber dari pajak, retribusi serta pungutan lainnya yang telah dibayar oleh masyarakat. Pemerintah selaku penyedia barang publik perlu menyadari fungsi sosial (public service) yang diemban dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kinerja publik yang diselenggarakan pemerintah sering kali dianggap sebagai cerminan kualitas penyelenggaraan birokrasi secara umum. Pengukuran kinerja ini kemudian berguna untuk menilai sukses atau tidaknya suatu organisasi, program dan kegiatan yang dijalankan suatu instansi pemerintah.
Salah satu pengukuran untuk mengetahui kinerja birokrasi dapat menggunakan pengukuran kinerja pelaksanaan anggaran. Penilaian kinerja anggaran pemerintah khususnya pada instansi pemerintah pusat, terdapat skema alat ukur yang akan digunakan untuk melakukan penilaian kinerja APBN yang dikelola oleh satuan kerja Kementerian/Lembaga yaitu Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA). IKPA ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 195 tahun 2018 tentang Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga, dengan memfokuskan pada prinsip Value For Money (VFM), yaitu ekonomi, efisiensi dan efektivitas serta kepatuhan terhadap regulasi yang ditetapkan dalam pengelolaan anggaran pemerintah.
Penilaian kinerja anggaran birokrasi ini penting, sebagai bentuk akuntabilitas kinerja birokrasi dalam pelaksanaan anggaran yang telah direncanakannya. Penilaian pertama adalah ekonomisasi yakni kesesuaian dengan perencanaan yang telah ditetapkan, seperti kesesuaian antara anggaran yang direncanakan dengan yang direalisasikan sehingga menghasilkan keluaran (output) dan dampak (outcome) sesuai perencanaan. Bentuk konkritnya adalah menggambarkan kinerja apakah sesuai dengan perencanaan sesuai dengan yang telah ditetapkan atau terdapat deviasi. Kemudian yang kedua adalah Efisiensi yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi satuan kerja dalam melaksanakan operasionalisasinya sehari-hari. Ketiga yaitu efektivitas yang berhubungan dengan program-program yang telah direncanakan tercapai sesuai dengan target-target yang telah ditetapkan dan tepat sasaran. Selanjutnya yang terakhir dan tak kalah penting yaitu kepatuhan terhadap regulasi. Pelaksanaan anggaran akan lebih ekonomis, efektif dan efisien jika mematuhi regulasi yang ada, sehingga keluaran dan dampak yang dihasilkan dapat terlihat nyata dan bermanfaat bagi masyarakat.
IKPA digunakan sebagai alat monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan anggaran yang disediakan oleh Ditjen Perbendaharaan yang terintegrasi pada Online Monitoring (OM) SPAN yang dijadikan ukuran dan mencerminkan kinerja satuan kerja atas kesesuaian perencanaan dan pelaksanaan anggaran, kepatuhan terhadap regulasi, efektifitas pelaksanaan kegiatan serta efisiensi pelaksanaan anggaran.
Ada pun elemen pengelolaan kinerja keuangan satuan kerja yang mempengaruhi nilai IKPA adalah sebagai berikut:
- Revisi DIPA, dapat melakukan revisi secara efektif;
- Revisi Halaman III DIPA, dapat dilakukan penghitungan rencana penarikan dana seakurat mungkin, karena rencana penarikan dana pada halaman III DIPA akan menjadi dasar pembuatan perkiraan pencairan dana harian;
- Pagu Minus, dapat mengantisipasi dan menyelesaikan pagu minus secepat mungkin;
- Menyampaikan data kontrak secara tepat waktu (Maksimal 5 hari kerja setelah kontrak ditandatangani).
- Pengelolaan Uang Persediaan (UP) dan Tambahan Uang Persediaan (TUP). Uang Persediaan (UP ) minimal direvolving satu bulan sekali atau dapat juga dilakukan berkali-kali dan tidak boleh terlambat, sedangkan pengelolaan Tambahan Uang Persediaan (TUP) dipertanggungjawabkan satu bulan sesuai dengan surat pernyataan, mengacu pada ketentuan PMK No.210/PMK.05/2022 tentang Tata Cara Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
- Rekon Laporan Pertanggungjawaban (LPJ), rekon disampaikan ke KPPN secara tepat waktu (paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya);
- Dispensasi SPM, berusaha dapat menghindari dispensasi SPM;
- Penyerapan Anggaran, mengeksekusi anggaran secara proposional sesuai target penyerapan anggaran;
- Penyelesaian tagihan, dapat memastikan ketepatan waktu penyelesaian tagihan SPM-LS Non Belanja Pegawai ( maksimal 17 hari kerja serah terima/penyelesaian pekerjaan);
- Konfirmasi Capaian Output, bertujuan untuk mewujudkan belanja berkualitas sesuai dengan prinsip penganggaran berbasis kinerja dan dipergunakan dalam rangka penilaian kinerja anggaran;
- Retur SP2D yang diakibatkan kesalahan penulisan rekening/ rekening tidak aktif.
- Renkas, akurasi perencanaan kas agar menjadi perhatian dan disampaikan ke KPPN sebelum jatuh tempo perencanaan kas tersebut yaitu sehari sebelumnya jatuh tempo RPD harian pada pukul 12.00.
- Kesalahan SPM yang diakibatkan kekurang telitian, sehingga tidak dapat di proses oleh sistem KPPN.
Dalam pengelolaan keuangan Negara, permasalahan umum yang sering terjadi dalam belanja barang dan jasa pemerintah adalah pola penyerapan anggaran yang sering diistilahkan sebagai “slow back-loaded expenditure”. Pola ini adalah penyerapan yang memiliki pola penyerapan anggaran belanja rendah di awal tahun sampai dengan pertengahan tahun dan meningkat secara signifikan di akhir tahun. Pola rendahnya penyerapan di awal tahun cenderung menjadi permasalahan yang klasik dalam tata kelola pelaksanaan anggaran pemerintah. Oleh karena itu IKPA sebagai salah satu alat pengendali pelaksanaan anggaran, selain pengendalian yang dilakukan Direktorat Jenderal Perbendaharaan melalui kebijakan langkah-langkah akhir tahun anggaran, dinilai sudah tepat untuk mengatasi pola yang berulang kali ini. Semakin cepat penyerapan maka, kebermanfaatan belanja pemerintah akan semakin nyata, sehingga pada akhirnya diharapkan dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi di daerah yang dapat dirasakan oleh masyarakat. (*)
Penulis adalah Kepala Seksi Analisa Statistik dan Penyusunan Laporan Keuangan
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Gorontalo










Discussion about this post