Gorontalopost.id – Keroyok kampung atau dalam bahasa daerah Motabi Kambungu yang dilaksanakan selama 2 hari di Kecamatan Tolinggula, salah satu hasilnya mengungkap masalah pertanahan, seperti saat Bupati Gorut, Thariq Modanggu dan rombongan berkunjung ke Desa Cempaka Putih.
Ia menemukan adanya masalah pertanahan di wilayah tersebut yang belum terselesaikan selama kurun waktu 26 tahun lamanya.
Dimana, wilayah Cempaka Putih itu merupakan wilayah transmigrasi tahun 80-an dan telah ditempati oleh beberapa transmigran khususnya yang berasal dari Jawa.
Dan dari data yang ada, wilayah transmigrasi itu ditempat oleh sebanyak kurang lebih 172 Kepala Keluarga (KK).
“Nah setelah mereka tinggal di situ beberapa lama, oleh BPN telah diterbitkanlah sertifikat tanah atas masing-masing KK yang menempati lahan-lahan itu. Namun yang terjadi saat ini, mereka justru telah meninggalkan lahan pertaniannya di wilayah tersebut karena sudah pulang ke Jawa,” imbuh Thariq.
Dan ternyata, setelah lahan yang ada kosong, karena sudah tidak diolah, ada berbagai masyarakat yang datang untuk menempatinya. Menariknya, mereka kini sudah puluhan tahun menempati wilayah tersebut dengan status kepemilikan yang belum jelas. “Oleh karena itu, ketika masyarakat yang sudah menempati lahan itu mengurus sertifikat, ini kan tidak bisa. Karena akan menjadi double kepemilikan,,” jelas Thariq.
Sehingga kata Bupati, untuk memperjelas status kepemilikan lahan oleh masyarakat yang sekarang menempati, maka sertifikat yang sebelumnya telah diterbitkan oleh pemerintah perlu dilakukan balik nama.
Namun yang menjadi kendala saat ini, proses balik nama sulit dilakukan karena nama yang tertera dalam sertifikat sudah tidak diketahui berada dimana. “Nah oleh karena itu dengan program Motabi Kambungu ini kami turun ke lapangan menyelesaikan setiap persoalan yang dialami masyarakat. Tidak terkecuali juga Dinas Nakertrans yang menangani langsung transmigrasi,” ujarnya.
Dengan melihat persoalan ini, Thariq pun telah meminta Sekda Gorut, Suleman Lakoro untuk membentuk tim yang terdiri dari berbagai lintas instansi diantaranya Dinas Nakertrans, BPN Provinsi, BPN Gorut dan pemerintah desa. “Nantinya tim ini yang akan melakukan tindak lanjut untuk turun langsung ke lapangan dengan tugas mengindentifikasi dan mendata lagi lahan-lahan yang telah ditempati oleh masyarakat sekarang dengan berbagai alasan,” tukasnya.
Nantinya, dengan data yang terkumpul, pemerintah daerah akan bermohon ke pemerintah pusat untuk menghapus sertifikat yang sudah lebih dahulu terbit, atau yang sudah puluhan tahun lahan yang ada ditinggalkan oleh pemiliknya. Dan akan dialihkan ke pemilik yang telah menempati lahan dan rumah tersebut. “Nah ini perlu upaya, sehingga kami akan melakukan gerakan tindak lanjut dari pada pertemuan tersebut untuk ditindaklanjuti di lapangan untuk mendata lagi,” terangnya.
Sehingga kata Thariq, ini menjadi satu dokumen yang akan kami kirim dalam bentuk permohonan ke pemerintah pusat agar bisa dihapus, dan dimohonkan untuk penerbitan sertifikat yang baru sesuai dengan kondisi sekarang. (abk)












Discussion about this post