Gorontalopost.id – Dewasa ini, perkembangan teknologi yang membludak seakan menyingkirkan eksistensi buku di kalangan masyarakat. Minat membaca buku makin hari terus berkurang. Tidak sedikit orang yang enggan membaca buku karena lebih tertarik menggunakan gawai sebagai alat untuk mengakses segala informasi.
Tergerusnya budaya membaca di lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan di lingkungan sekolah yang mengakibatkan banyak anak-anak mengalami penurunan kualitas belajar. Budaya membaca buku di setiap sekolah sudah dioptimalkan melalui upaya melengkapi berbagai jenis buku di perpustakaan agar kebutuhan membaca siswa terpenuhi.
Pantauan Gorontalo Post, di Magang Jurnalis SMP Negeri 11 Gorontalo, jumlah siswa yang mengunjungi ruang perpustakaan di bulan Januari 2022 untuk kelas 7 berjumlah 119 siswa, kelas 8 berjumlah 8 siswa, dan kelas 9 berjumlah 29 siswa.
Yulmin Buhang, Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 11 Gorontalo, selaku pengelola perpustakaan menegaskan, “Sejak bergantinya pengelola perpustakaan di tahun 2014, pelayanan buku untuk siswa yang ingin meminjam buku tidak maksimal, akhirnya sudah tidak ada lagi siswa yang berkunjung ke perpustakaan.
Pengelola yang ditugaskan untuk melayani di perpustakaan sudah ditugaskan kembali untuk mengajar di kelas, sehingga fokus pelayanan di perpustakaan berkurang,”ungkap Yulmin Buhang. Bukan hanya faktor internal yang melatarbelakangi siswa malas membaca, faktor eksternal juga jelas Yulmin menjadi cikal bakal siswa malas membaca.
Salah satunya adalah kurangnya akses sarana buku di perpustakaan yang akibatnya siswa jadi malas membaca buku. Meski demikian, masih ada beberapa siswa yang memiliki motivasi dalam dirinya untuk membaca dibuktikan dengan data jumlah pengunjung tiap minggu di perpustakaan. Selain itu, permasalahan berkurangnya minat membaca tidak hanya dialami oleh siswa di SMP Negeri 11 Gorontalo.
Sementara itu di SMA Negeri 5 Gorontalo, Kepala Pengelola Perpustakaan, Yesi mengatakan, bahwa penggunaan gawai menjadi salah satu dampak mengapa siswa malas membaca buku.
“Siswa lebih tertarik membaca di gawai ketimbang membaca di buku. Mungkin, mereka merasa lebih mudah mencari informasi melalui gawai daripada di buku. Kebanyakan juga siswa hanya tertarik membaca cerita fiksi daripada buku yang berbau pelajaran” tambahnya.
Sarana buku di perpustakaan sering menjadi hambatan sehingga untuk dijadikan sebagai bahan referensi itu terbilang terbatas. Bahkan untuk buku fiksi, ada sejumlah siswa yang sukarela menyumbangkan buku ke perpustakaan.
“Perpustakaan lebih menonjolkan buku-buku pelajaran dan buku paket. Namun tentunya pihak sekolah sudah menyiapkan alokasi dana untuk penambahan jumlah buku sebagai bahan penunjang bagi siswa dan guru dalam kegiatan belajar mengajar,”tandas Yesi. (MAG-13)










Discussion about this post