Oleh :
Fory Armin Naway
—
Rencana pembelajaran tatap muka pada awal tahun ajaran 2021 ini, nampaknya mengalami penundaan lagi, karena trend peningkatan penderita wabah Covid-19, di daerah- daerah cukup mengkhawatirkan. Di Gorontalo sendiri, kasus penularan Covid-19 per 4 Juli 2021 terdeteksi sebanyak 73 orang, setelah sebelumnya kasus paparan Covid-19 sempat menimpa sejumlah siswa di sekolah unggulan di Kab. Bone Bolango.
Bahkan jika melihat tren penderita yang terpapar di Jakarta dan daerah lainnya di Pulau Jawa pada awal Juli 2021 ini, maka ikhtiar untuk pencegahan merebaknya Covid-19 di tengah masyarakat membutuhkan kesadaran kolektif seluruh elemen untuk kebaikan bersama. Demikian pula halnya dengan kerinduan guru dan siswa untuk menyelenggarakan pembelajaran tatap muka di ruang kelas, untuk saat ini, sulit untuk diwujudkan demi keselamatan siswa dan guru itu sendiri.
Hal itu sekali lagi membutuhkan kesadaran kolektif guru dan siswa untuk terus melakukan ikhtiar dengan 2 dimensi ruang lingkup, yakni dimensi keselamatan dan kesehatan di satu sisi dan dimensi kualitas pembelajaran di sisi yang lain.
Dalam konteks ini, setiap guru di manapun dapat berinovasi secara lebih elegan untuk memformulasikan pembelajaran yg berkualitas meski hanya melalui virtual. Oleh karena itu pembelajaran Virtual tidak hanya dipandang sebagai pembelajaran jarak jauh melalui perangkat Android semata, tapi ada aspek-aspek lainnya yang dapat meningkatkan animo dan minat siswa untuk mendalami pembelajaran secara mandiri di satu sisi, tapi juga materi pembelajaran yang dapat merangsang siswa untuk meningkatkan kompetensinya.
Dalam pembelajaran Virtual, metode pembelajaran psikomotorik jauh lebih efektif jika dibandingkan dengan metode pembelajaran kognitif dan afektif. Artinya, di era Pandemi saat ini, terdapat hikmah yg dapat dimaknai oleh pendidik bahwa pengetahuan siswa jauh lebih luas dibandingkan dengan sebelum era digital. Hal itu disebabkan oleh terbukanya akses yang luas bagi anak didik untuk mengeksplore berbagai informasi yang tersaji lewat internet.
Meski demikian, guru juga tidak bisa mengabaikan begitu saja kegandrungan sebagian besar anak didik yang saat ini menjadi “pecandu” permainan game online yang ternyata berdampak negatif terhadap masa depan anak. Pembelajaran Virtual yang nampaknya masih terus berlangsung, dengan begitu dapat dimaknai lebih mendalam dan lebih luwes lagi oleh guru agar tidak terjebak pada pola pembelajaran Virtual yang menoton.
Demikian juga dengan anak didik dan orang tua, bahwa di era pembelajaran Virtual, kesadaran individu untuk mempersiapkan masa depan sejak dini menjadi sesuatu yang sangat mendesak. Menjadi siswa yang rajin dan berprestasi bukan karena faktor pengawasan guru yang ketat dan penerapan disiplin dari pihak sekolah, melainkan karena kesadaran individu siswa itu sendiri.
Oleh sebab itu, meski pembelajaran tatap muka dirindukan dan demi kualitas pembelajaran, namun bukan berarti pembelajaran Virtual tidak menjanjikan “kualitas”, justru sebaliknya, pembelajaran Virtual mampu memberikan dampak positif sepanjang guru mampu meramu pembelajaran yang luwes dan elegan. Pembelajaran Virtual dalam konteks ini, mampu merangsang kesadaran individu. Jika selama ini siswa menjadi disiplin belajar karena faktor pengawasan guru, maka di era pembelajaran Virtual, disiplin itu harus bersumber dari kesadaran sendiri, bukan karena faktor orang lain.
Dalam kaidah pendidikan yang dicanangkan pemerintah pusat, dalam hal ini Kemendikbud-Ristek, terutama yang terkait dengan Merdeka Belajar, maka inovasi pembelajaran secara virtual, justru sangat relevan dan kondusif. Relevansinya terletak pada kemauan dan motivasi guru untuk menerapkan konsep pembelajaran Virtual secara merdeka, namun memiliki bobot dan muatan yang dapat memberikan dampak positif bagi pengembangan karakter dan kompetensi anak didik.
Melalui prinsip dan semangat merdeka belajar itulah, guru sejatinya dapat lebih kreatif dan terus berinovasi dalam proses pembelajaran secara virtual. Guru tidak hanya memberikan tugas- tugas kepada siswa tapi juga mampu menelaah secara mendalam hakekat pendidikan secara menyeluruh.
Hakekat tugas pendidikan adalah “memikirkan generasi hari ini dan mempersiapkan generasi mendatang”, maka guru dalam konteks yang lebih luas dan manifestatif adalah memberikan serta menyuguhkan materi pembelajaran dengan 3 sasaran utama, yakni terkait dengan pengembangab karakter anak didik, kompetensi dan kebangsaan. Paling tidak ketiga aspek itu menjadi rujukan guru dalam proses pembelajaran yang bagaimanapun juga, baik secara tatap muka maupun pembelajaran secara virtual.
Sebagai kesimpulan, bahwa dalam sistem pembelajaran secara virtual di era Pandemi Covid-19 yang masih terus berlaku, hal itu dapat dipandang sebagai langkah ikhtiar dan alternatif keberlangsungan pembelajaran. Meski demikian, guru tetap bertanggung jawab penuh terhadap jaminan kualitas pembelajaran. Karena sesungguhnya, kualitas pembelajaran sangat bergantung pada sejauhmana performance guru dalam proses pembelajaran. Prinsipnya pada komitmen, tanggung jawab yang dibarengi dengan motivasi untuk terus berkreasi dan berinovasi. Dengan kreasi dan inovasi, siswa dan orang tua siswa yang membimbing anak mereka di rumah dapat lebih tergugah dan bersemangat untuk belajar secara virtual.
Semoga saja seluruh guru, anak didik dan masyarakat dapat memaknai lebih luwes dan elegan lagi dalam memandang serta menyikapi wabah Pandemi Covid-19 agar berbagai resistensi mewujudkan pembelajaran yang berkualitas dapat diminimalisir. (*)
Penulis adalah dosen FIP UNG dan Ketua PGRI Kab. Gorontalo











Discussion about this post