Gorontalo Jangan Lengah

Oleh :

Basri Amin

Sampai pada 23 November 2020, tingkat kesembuhan kasus Covid-19 Gorontalo mencapai angka 96%. Dengan jumlah kasus 3.063 jiwa, pasien yang sembuh sebanyak 2.958 orang. Ada pun mengenai situasi kasus Covid-19 itu sendiri, bila diukur menurut standar WHO, Gorontalo berada di posisi 3.05% (accident rate; persentase kasus kumulatif per-seratus ribu penduduk).

Meski masih butuh kajian yang lebih mendalam, tapi indikasi kuat bahwa gerakan dan motivasi tinggi pihak pemerintah dan strategi pelibatan semua jenjang pemerintahan, eksposur media, dan kelompok masyarakat, adalah pemberi kontribusi nyata atas pencapaian tersebut. Secara teknis, di bulan September-Oktober 2020, upaya rapid/swab test dikerjakan secara luas.

Indikasi penurunan ini mulai terlihat di awal November. Tak heran kalau diberitakan luas bahwa Gorontalo adalah daerah yang mencapai “tingkat kesembuhan tertinggi” di Indonesia per 10 November 2020, sebagaimana diberitakan oleh Kemenkes R.I tanggal 5 November 2020. Kasus Covid-19 Gorontalo disebutkan tinggal 1,2 persen.

Angka kasus semakin kecil dan bahkan “nihil” di bulan November 2020. Ada apa? Dinyatakan oleh seorang dokter senior bahwa ada dua kemungkinan: (1) “sistem kekebalan” tubuh masyarakat Gorontalo makin terbentuk; dan (2) penerapan protokol kesehatan (Protkes) Covid-19 di tengah-tengah masyarakat yang ketat. Juga ada yang secara ‘spekulatif’ menyatakan bahwa “cuaca alam” Gorontalo membantu penangkalan (virus!) Covid-19 ini.

Program kontijensi yang ditopang oleh skenario penanganan yang handal adalah keniscayaan. Kerjasama dan koordinasi adalah keharusan. Sistem pengendalian dan pengawasan yang intens harus memastikan penerapan protokol pencegahan yang ketat. Bagaimana pun, perubahan arus orang dan barang, perlintasan di perbatasan antar provinsi (darat dan laut) dan/atau antar kabupaten/kota, kerumunan di ruang-ruang keseharian di permukiman, pertokoan, perkantoran, pelabuhan dan airport, serta pasar-pasar tradisional adalah sangat krusial keberadaannya. Semuanya harus (masuk) dalam sistem data yang akurat dan terkoneksi dengan sistem pengawasan dan penanganan Covid-19 di Gorontalo.

Dari dokumen Policy Brief yang dikeluarkan Bappeda Provinsi Gorontalo (2020), kita bisa menemukan dengan jelas bagaimana skenario (sedang-berat-sangat berat) dirumuskan dan disimulasi penerapannya. Meski data mikro tidak sepenuhnya (bisa) dihadirkan, tetapi indikator-indikator utama sudah dipaparkan di atas kertas. Dari sini, terlihat bahwa provinsi Gorontalo akan menekankan beberapa level intervensinya, terutama karena guncangan Covid-19 sangat melemahkan basis ekonomi Gorontalo, dengan tingkat kerentanan yang besar.

Dokumen yang sama memuat sejumlah asumsi dan skenario (sedang-berat-sangat berat) provinsi Gorontalo, terutama di sektor ekonomi (base-line 2019, pertumbuhan 2020 (?), kemiskinan, proyeksi anggaran, proyeksi/alokasi/komponen/harga berlaku PDRB, konsumsi pemerintah, konsumsi RT, tenaga kerja, dst). Sejumlah asumsi diajukan dalam dokumen ini dan atas dasar itulah pertumbuhan ekonomi Gorontalo di-simulai dari angka  2,96 % s.d. 1,65%.

Secara khusus, kita bisa menengok “skenario sangat berat” bagi kemiskinan Gorontalo, diproyeksi mencapai angka 16,44% (186.801 orang). Sementara dalam skala “sedang”, di kisaran angka 16,02% (186.023 orang). Meningkat signifikan dari angka 15,31% (184,710 orang di tahun 2019). Di luar itu, pekerja Gorontalo yang “dirumahkan/PHK” diproyeksi sebesar 21.072 orang, dengan proporsi terbesar di sektor pekerjaan industri kecil/mikro.

Hal ini ditandaskan di Gorontalo karena tingkat kemiskinan yang relatif masih tinggi dan di dominasi sektor perdesaan. Atas dasar itu, perhatian serius ditujukan kepada ketersediaan (1) makanan di kalangan masyarakat bawah dan (b) alokasi kebijakan di tingkat perdesaan (“insentif sosial”). Sudah tentu, implementasinya mensyaratkan sandaran operasi kebijakan yang tepat dan termonitor baik.

Perda No. 4 Tahun 2020. Tertanggal 14 Oktober 2020, melalui persetujuan bersama antara DPRD Provinsi Gorontalo dengan Gubernur Gorontalo maka dicapailah keputusan Perda No. 4 Tahun 2020 Tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Desease 19.

 Secara normatif, Perda No. 4/2020 tersebut adalah sebuah keputusan penting karena menjadi dasar perumuskan kebijakan yang lebih operasional dan yang akan beroperasi dan terkoordinasi di setiap jenjang pemerintahan sekaligus akan menyentuh semua dimensi dan organisasi kemasyarakatan kita. Selain itu, Perda No. 4/2020 juga akan menjadi rujukan bersama dalam menyikapi Covid-19 dan dampak-dampaknya.

Dalam jangka pendek, Perda No.4/2020 telah menegaskan kata kunci fungsionalitasnya: disiplin, penegakan hukum, pencegahan, dan pengendalian Covid-19 di Gorontalo. Jika dicermati isinya, kerincian rumusannya berupa penerapan hak, kewajiban/tanggung jawab, kewenangan, larangan, partisipasi, dan sanksi. Semuanya sudah tertuang jelas sebagai upaya sistemik provinsi Gorontalo dalam “perlindungan kesehatan” dan “keselamatan masyarakat”.

Aspek lain yang krusial, terutama dalam konteks implementasi Perda No.4/2020, adalah sebagai berikut: (1) edukasi masyarakat dan kontinuitasnya untuk “adaptasi kebiasaan baru”; (2) pelibatan banyak unsur di jajaran pemerintahan dan masyarakat; (3) kapasitas organisasional (sistem koordinasi) penanganan Covid-19, terutama dari sisi pencegahan, pengawasan, layanan dan intervensi medis, dan pengendalian; (4) penerapan sanksi dan penyidikan yang “tidak pandang bulu”; (5) pengalokasian anggaran daerah; (6) kebijakan pendukung dan fasilitasnya; (7) akuntabilitas implementasinya kepada publik; dan (8) sistem informasi, dokumentasi dan evaluasi kebijakan.

Dengan demikian, sejak 14 Oktober 2020, Gorontalo memasuki fase baru dalam sistem kerja pengendalian dan pemantauan penularan Covid-19 di wilayah ini, dengan konsen tambahan kepada potensi-potensi transmisi dari daerah sekitarnya. Secara internal, perluasan test terus difokuskan kepada potensi-potensi klaster yang bersumber dari interaksi antar kelompok masyakat. Pada periode akhir Oktober s.d Desember, antisipasi yang ketat kepada kelompok “pekerja kantor”, baik di sektor swasta maupun pemerintah, merupakan pilihan strategis yang perlu dicermati. Kita jangan lengah!

 

Penulis adalah Parner di Voice of Hale-Hepu

E-mail: [email protected]

Comment