GORONTALO – GP – Penanganan corona virus desease 2019 (Covid-19) di Gorontalo punya babak baru. Vaksin sebagai salah satu upaya pencegahan yang efektif segara diterapkan. Provinsi Gorontalo, masuk dalam tahap awal vaksinisasi bersama sembilan provinsi lainya di Indonesia. Bahkan untuk melakukan vaksin terhadap warga sasaran di Gorontalo, sebanyak 120 tenaga kesehatan di Gorontalo, menjalani pelatihan khusus. Diperkirakan, sebanyak 7300 dosis akan digunakan pada vaksinasi tahap awal di Gorontalo.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengedalian Penyakit (Kabid P2P) Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, Reyke Uloli, mengatakan, pemberian vaksin untuk memberikan kekebalan dan mencegah tertularnya Covid-19. Kata dia, Gorontalo masuk menjadi salah satu daerah yang akan menerima vaksi tahap awal di Indonesia. “Kita sudah mempersiapkan pelaksanaan vaksinasi, tinggal menunggu instruksi dari pusat. Dari 10 Provinsi, kita termasuk penerima vaksin tahap awal,” ujar Reyke kepada awak media, Rabu (18/11).
Meksipun belum ada instruksi dari pemerintah pusat, Pemerintah Gorontalo sudah melakukan upaya pelatihan bagi tenaga kesehatan, pengelola program kesehatan baik tingkat Kabupaten dan Puskemas. Sebanyak 120 tenaga medis sudah menjalani pelatihan vaksinasi dibawah bimbingan Balai Pelatihan Makassar. Namun, Reyke mangaku masih menunggu instruksi lanjutan, beberapa pertimbangan yang harus dilakukan pemerintah sebelum melakukan vaksinasi di daerah. “Terutama kesepakatan atau persetujuan majelis ulama Indonesia (MUI), karena vaksin ini hal baru,” katanya. Pemerintah dituntut memberikan sosialisasi sebaik mungkin kepada masyarakat, agar proses vaksinasi bisa diterima warga dengan baik. Tanpa sosialisasi, proses vaksinasi bisa terhambat. Bahkan, bisa ditolak masyarakat, karena tidak mendapatkan informasi lebih tentang vaksin tersebut. Pemerintah Gorontalo menargetkan tenaga kesehatan, TNI-Polri dan ASN yang melakukan kerja dibagian pelayanan publik menjadi sasaran pertama pemberian vaksin Covid-19. “Dari 7300 itu harus diseleksi, pertama usia 18-59 tahun dan harus berbadan sehat,” ujarnya. Setiap penerima vaksin tidak bisa melebihi usia 59 tahun, karena diatas usia itu dinilai imun sudah melemah. Sementara, penerima vaksin tidak bisa jika mempunyai penyakit bawaan atau komorbit. Pemerintah masih melakukan seleksi untuk menentukan penerima vaksin tahap awal.
Pengamat Sosial, Natsir Rahman, mengatakan pemberian vaksin harus dilakukan terencana dan sebaik mungkin. Keamanan dan efikasi atau kemanjuran vaksin tak bisa ditawar dengan alasan penggunaan darurat. Masyarakat berhak mendapatkan informasi sebanyak mungkin agar bisa menerima proses vaksinasi. “Jangan sampai ada penolakan, makanya buka ruang diskusi atau sosialisasi seluas mungkin. Jangan sampai masyarakat menerimba informasi keliru, yang berujung pada penolakan,” katanya.
JOKOWI SIAP JADI YANG PERTAMA
Presiden Joko Widodo menyatakan dirinya siap untuk menjadi deretan orang pertama yang menerima vaksin COVID-19. “Kalau ada yang bertanya, Presiden nanti di depan atau di belakang? kalau oleh tim diminta saya yang paling depan, saya siap,” kata Presiden Jokowi di Puskesmas Tanah Sereal Bogor, Jawa Barat, Rabu, kemarin.
Presiden Joko Widodo menyampaikan hal itu saat meninjau simulasi imunisasi vaksin COVID-19 di Puskesmas Tanah Sereal, Bogor bersama dengan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto, dan Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto. Namun Presiden Jokowi menegaskan penerima vaksin diutamakan para tenaga kesehatan. “Siapa yang akan divaksin terlebih dahulu? Yang akan divaksin pertama adalah nanti tenaga kesehatan baik itu dokter, para dokter para perawat dan juga tenaga medis, paramedis yang ada. Itu yang diberikan prioritas,” tambah Presiden.
Setelah tenaga kesehatan, nantinya akan ada aparat sipil negara. “Plus TNI dan Polri kemudian nanti baru ASN untuk pelayanan-pelayanan publik yang ada di depan, guru dan kemudian tentu saja kita semuanya,” ungkap Presiden. Namun hingga saat ini Presiden Jokowi mengungkapkan pemerintah belum memutuskan merek vaksin yang akan diberikan kepada masyarakat.
“Kita akan membeli vaksin itu dari perusahaan merk yang ada di dalam daftarnya WHO. Saya tidak berbicara mereknya apa, asal sudah ada di dalam ‘listnya’ WHO itu yang akan kita berikan. Kemudian yang kedua juga kemanfaatan dari vaksin itu juga harus maksimal,” kata Presiden. Pemerintah Indonesia diketahui sudah meneken kesepakatan untuk pengadaan 143 juta dosis konsentrat vaksin dengan perusahaan farmasi asal China yaitu Sinovac, Sinopharm dan CanSino masing-masing 65 juta dan 15 juta hingga 20 juta konsentrat vaksin. Vaksin itu rencananya akan diproduksi oleh BUMN PT Bio Farma. Uji klinis tahap ketiga vaksin COVID-19 Sinovac sedang dilakukan oleh tim dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran sejak Agustus 2020 dan sudah ada 1.620 orang relawan yang mendapatkan suntikan pertama dan belum ditemukan efek samping.
Selain dengan China, Indonesia menjalin kerja sama vaksin dengan perusahaan teknologi G-24 asal Uni Emirat Arab (UAE) pertengahan Agustus dengan memasok 10 juta dosis vaksin melalui kerja sama dengan PT Kimia Farma. Kemudian masih ada 100 juta dosis vaksin COVID-19 yang diproduksi AstraZeneca diharapkan dapat dilakukan pengiriman pertama pada kuartal kedua 2021. Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang juga Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Sasaran penerima vaksin COVID-19 adalah sebanyak 160 juta orang dengan vaksin yang harus disediakan adalah 320 juta dosis vaksin. (tr69/antara)
Comment