Oleh :
Fory Armin Naway
Dosen FIP UNG dan Ketua PGRI Kab. Gorontalo
Setiap tanggal 28 Oktober, Bangsa Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda, yakni hari dimana memperingati semangat kebangsaan pemuda Indonesia yang bersumpah dan berikrar; Bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia, Berbangsa satu, Bangsa Indonesia dan Berbahasa satu Bahasa Indonesia. Menurut catatan sejarah, peristiwa Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, tercetus melalui Kongres II Pemuda Indonesia yang menghadirkan seluruh elemen pemuda dari berbagai suku di Indonesia.
Karena merupakan bagian dari tonggak sejarah lahirnya Bangsa Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, maka sejak tahun 1959, Pemerintahan Presiden Soekarno, menetapkan tanggal 28 Oktober sebagai Hari Sumpah Pemuda. Hal ini dimaksudkan, bukan hanya untuk mengenang peristiwa bersejarah tersebut, tapi juga untuk memupuk semangat kebangsaan di kalangan pemuda Indonesia sepanjang masa.
Berbicara tentang pemuda sangat terkait erat dengan kekuatan dan potensi, yakni kekuatan yang identik dengan semangat yang berapi-api, kekuatan intelektual dan tentu kekuatan fisik. Namun dalam aspek kekuatan itu, terdapat pula tanggung jawab besar atau With great power come great responsibility. Jika dikorelasikan dalam konteks pemaknaan terhadap Hari Sumpah Pemuda, maka pemuda Indonesia pada masa kini dan masa mendatang, memiliki tanggung jawab yang besar terhadap kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pemuda, menurut World Health Organization (WHO), adalah mereka yang berusia antara 10-24 tahun. Namun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pemuda adalah orang muda laki-laki atau remaja laki-laki, tanpa menyebutkan secara khusus kisaran usianya. Meski demikian, dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan, disebutkan, “Pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 sampai 30 tahun”. Dalam perspektif Islam, pemuda adalah mereka yang sudah memasuki usia batas alik-baligh (15 tahun) hingga usia 40 tahun. Dalam usia seperti itu, kutamaan iman, amal dan ibadah sangat diperhitungkan.
Terlepas dari berbagai definisi dan pengertian tentang kepemudaan di atas, satu hal yang tidak kalah pentingnya untuk dimaknai dalam memperingati Sumpah Pemuda kali ini, adalah pemuda dalam konteks sebagai generasi millenial dan status Indonesia yang tengah memasuki era Bonus Demografi. Artinya, berbicara tentang pemuda dan kepemudaan, maka aspek-aspek millenialitas serta aspek bonus demografi, merupakan isu yang terintegral dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Dengan asumsi lain bahwa, pemuda dan kepemudaan di era sekarang, berada pada fase atau era millenial, yang sudah pasti memiliki karakteristik yang berbeda dengan pemuda pada era penjajahan, era kemerdekaan dan era tahun 1980-an hingga 1990-an. Pemaknaan dan pemahaman tentang karakteristik kepemudaan di era millenial, sangat penting untuk mengadaptasi psikologi kepemudaan yang berkesesuaian atau sejalan dengan program, kebijakan, sikap, tindakan dan perspektif kepemudaan secara manifestatif.
Dengan demikian, peringatan hari Sumpah Pemuda saat ini dan ke depan, tidak hanya sekadar mengarahkan pemuda untuk mengenang aspek historis dan belajar tentang heroisme, patriotisme kepemudaan masa lalu, tapi juga menghadirkan ruang yang lebih implementatif yang bersifat kekinian dan kontekstual dengan tuntutan perkembangan zaman.
Peran pemuda dalam konteks kekinian dan pada masa-masa mendatang, pada akhirnya bermuara pada 3 persoalan penting, yakni 1). Pendidikan, 2). Daya saing dan 3). Produktifitas. Ketiga aspek itu sangat menentukan kualitas kepemudaan sebagai instrumen penting dalam menentukan nasib Bangsa Indonesia ke depan. Berbicara tentang pendidikan tidak dapat dilepaskan dari 3 fungsi pendidikan, yakni peningkatan akses pendidikan, peningkatan kualitas pendidikan dan penyelenggaraan pendidikan yang relevansif. Pendidikan menjadi ujung tombak yang demikian strategis, diantaranya strategis dalam melahirkan pemuda Indonesia yang unggul, berdaya saing dan produktif.
Oleh karena itu dunia pendidikan, sangat penting memahami dan memaknai karakteristik generasi millenial yang lahir antara tahun 1980-an hingga 2000-an untuk mengadaptasi ruang berpikir yang lebih manifestatif dari Gen-X ke Gen-Y. Hal itu sangat mendasar agar segala rumusan tentang kepemudaan dapat tepat sasaran sehingga benang kusut persoalan bangsa ini dapat diurai secara tepat. Terutama untuk mensiasati agar era Bonus Demografi memberi penguatan terhadap kemajuan dan masa depan Indonesia.
Karakteristik generasi millenial dalam konteks keberadaannya sebagai pemuda Indonesia, diantaranya dapat dipahami, bahwa, mereka lebih mendambakan kesempatan untuk berkembang dan menuntut untuk diberi ruang yang lebih luas untuk berekspresi dengan pekerjaannya secara bebas. Artinya, generasi millenial cenderung lebih mementingkan Passion dari pada materi. Selain itu, generasi millenial lebih cenderung mengutamakan apa yang disebut dengan self development atau pengembangan diri.
Dari hasil peneltian yang dilakukan Aalto University School of Bussiness disebutkan, generasi millenial lebih cenderung menganggap, bahwa pengembangan diri secara personal dan profesional lebih penting, terutama dalam dunia kerja. Hal ini mengindikasikan bahwa generasi milenial sangat mengutamakan performance diri.
Karaktersitik lainnya antara lain ; generasi millenial identik dengan teknologi dan dapat mengakses informasi dari berbagai sumber. Hal itu mengindikasikan pula, bahwa mereka memiliki kesempatan belajar yang lebih cepat dan akses mereka terhadap informasi dunia lebih terbuka luas. Generasi milenial tumbuh dan berkembang dengan membangun identitas mereka melalui facebook, instangram, Twitter dan media sosial lainnya.
Menurut NCF (2013), sekitar 75 persen generasi millenial adalah Technological Savvy (Ahli dalam teknologi) dan bahkan mereka tidur dengan ponsel di sampingnya.
Yang menarik lagi, pemuda di era millenial (Gen-Y), lebih cenderung memprioritaskan keseimbangan antara dunia kerja dengan kehidupan pribadi mereka dibandingkan dengan Gen-X. Jadi prinsip Work-life balanced, menjadi karakteristik pemuda millenial yang patut dipahami. Selain itu, karaktersitik generasi millenial adalah cenderung tidak suka menghadapi kepemimpinan dan perlakuan yang mendikte dan lebih senang perilaku kepemimpinan yang “mengarahkan”.
Masih banyak lagi ciri karakteristik pemuda sebagai generasi millenial saat ini yang dapat dimaknai sebagai bagian dari upaya mengadaptasikan keberadaan pemuda di era sekarang. Di satu sisi mereka harus ditanamkan nilai-nilai kesejarahan, patriotisme, heroisme, tentang kejujuran dan nilai-nilai kebangsaan, namun di sisi yang lain, terdapat pula nilai-nilai yang terpateri dari mereka yang patut diadatasikan dalam kerangka mendudukkan generasi millenial di dunia mereka sendiri, bukan di dunia lain.
Pemuda sebagai generasi millenial dengan populasi mereka yang bakal jauh lebih banyak jumlahnya di negeri ini sejatinya, ditempatkan sebagai potensi dan sumber daya yang sangat penting dan menentukan masa depan bangsa ini. Dengan demikian, bonus demografi dapat menjadi berkah bukan menajdi sumber bencana. (*)
Comment