Gorontalopost.co.id, GORONTALO — Aparat kepolisian di Gorontalo khususnya yang ada di Kabupaten Boalemo nampaknya sudah tidak berdaya lagi dalam menghadapi praktik Tambang Emas Ilegal (PETI).
Pasalnya, meskipun sudah berulangkali ditertibkan, namun PETI khususnya di wilayah Paguyaman justru kian merajalela bahkan merusak Hutan karet dan lahan perkebunan tebu hingga merusak lingkungan.
Kondisi ini tentu membuat masyarakat khususnya petani tebu dan penyadap karet yang merasa terganggu dengan aktivitas PETI. Parahnya lagi, hal ini juga mengancam ketahanan pangan terlebih ketersediaan gula di Gorontalo.
Pantauan Gorontalo Post, Sabtu (20/9/2025), terdapat lokasi PETI terbaru di Kawasan hutan karet Desa Batu Kramat, Kecamatan Paguyaman. Padahal hutan karet yang masuk dalam Hak Guna Usaha 12 milik PT Pabrik Gula Gorontalo itu merupakan salah satu upaya penghijauan hutan yang dulu hutan tersebut telah gundul akibat dibabat habis para pelaku pembalakan liar.
Di lokasi ini para penambang illegal telah mendirikan puluhan tenda di kemiringan dari kaki hingga puncak gunung. Di gunung yang ditanami pohon karet tersebut telah terdapat ratusan lubang yang dibuat penambang untuk mencari emas.

Pasalnya, di lokasi itu tidak menggunakan sistem dompleng lagi melainkan lubang pantongan hingga rayapan sepertihalnya yang ada di Suwawa Bona Bolango. Dari dalam lubang para penambang membawa material yang sudah diisi dalam karung.
Butet warga Biau Kota Gorontalo pengawas lokasi tambang emas saat ditemui Gorontalo Post di lokasi mengatakan, tambang itu baru berjalan sekitar lebih dari sebulan. Para penambang diakui Butet Sebagian besar merupakan warga local paguyaman.
“Kalau ini lahan milik pak Hj. Alvon, saya hanya diutus untuk mengawasi saja lokasi tambang ini. Kalau ada penambang yang bikin ribut di lokasi maka akan dikeluarkan,”kata Butet. Untuk bagi hasil diakui Butet hanya antara pekerja sendiri.
Pemilik lahan hanya mendapatkan bahan material berupa bongkahan batu atau reff yang memiliki kandungan emas. “Jadi di lokasi ini hanya sistem manual, yakni dibuat lubang pantongan hingga rayapan seperti di Suwawa,”jelas Butet.
Sementara itu tak jauh dari lokasi itu yang jaraknya hanya 50 meter, PETI di lokasi lama yang menggunakan sistem semprot dan dompleng juga masih beroperasi setelah beberapa bulan lalu lokasi ini telah diratakan oleh polisi.

Di lokasi lain yakni di Desa Saripi Kecamatan Paguyaman, PETI telah merambah dan merusak lahan perkebunan. Saat ini lahan yang sudah rusak parah adalah perkebunan tebu yang masuk dalam kawasan HGU Pabrik Gula Gorontalo. Sejumlah kubangan besar diameter 40×40 meter mengangah dengan kedalaman hingga 10 meter.
Parahnya lagi, lokasi ini juga telah mengikis alur sungai sehingga berpotensi terjadinnya abrasi dan banjir bandang. Tak jauh dari lokasi itu terdapat lahan perkebuna jagung milik masyarakat setempat yang juga terancam bahkan berpotensi ikut dirambah menjadi lokasi PETI.
Hamzah Pengawas Lahan HGU PT Pabrik Gula Gorontalo saat diwawancarai mengatakan, dari hasil identifikasi di lapangan, ada sekitar 400 dompleng tambang ilegal beroperasi di 30 titik di bawah naungan Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) Gorontalo.
“Rata-rata PETI ini di dalam lahan perkebunan tebu. Dulu baru 25 titik, sekarang sudah 30 titik, dan dari temuan kami di lapangan sudah ada lagi yang mulai membuat titik-titik baru,”kata Hamzah.
Sedangkan di Desa Batu Kramat saat ini kata Hamzah terdapat lebih dari 100 lubang baru di atas gunung. Di lokasi ini jelas Hamzah, para penambang tidak hanya warga Paguyaman saja, bahkan sudah banyak dari luar Boalemo seperti Kota Mobagu (Sulut), Kwandang (Gorut), Tuladenggi dan Telaga (Kabupaten Gorontalo).
“Forkopimda sudah turun melakukan identifikasi serta pengecekan titik koordinat bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk menentukan apakah lokasi itu masuk HGU atau tidak.
Kalau sesuai informasi dari BPN, mereka punya aplikasi titik koordinat yang melihat di peta bahwa lokasi itu masuk wilayah HGU, namun belum bisa dijelaskan saat itu nanti saat pertemuan di Forkopimda nanti,”ungkap Hamzah.
Terpisah Manager Publik Relation PT. Pabrik Gula Gorontalo, Marthen Turu’allo mengatakan, pihaknya memiliki bukti dokumen bahwa lokasi PETI di Desa Batu Kramat itu masuk dalam HGU 12, yang sudah ditanami karet.
“Perizinan diversivikasi karet pabrik gula sudah lengkap, dan jika ada pihak yang mengklaim itu adalah tanah milik mereka, maka itu merupakan bagian dari penyerobotan, tanah itu tidak bisa ditanami tebu, maka ditanami karet,”ungkap Marthen.
Fungsi pohon karet dijelaskan Marthen, selain untuk reboisasi atau penghijauan kembali hutan yang sudah gundul, juga bisa memberdayakan ekonomi masyarakat yang dilibatkan langsung memanen/ menyadap karet tersebut.
“Untuk aktivitas penambangan di lokasi itu sudah beberapakali dilaporkan ke pihak kepolisian. Bahkan, dari aparat penegak hukum sudah kerap turun, tetapi hari ini ditertibkan, besoknya sudah ada lagi.
“Menurut kami belum maksimal penertiban yang sudah dilakukan aparat terutama di areal perkebunan karet Desa Batu Kramat dan perkebuna Tebu di Saripi yang paling parah,”kata Marthen. Dampak dari kerusakan lahan akibat PETI di kawasan itu diakui Marthen bermuara ke Desa Mekar Jaya yang terdampak banjir jika musim hujan tiba.
Sebab PETI tersebut menambah erosi disamping penggundulan hutan di lokasi masyarakat maupun lokasi HGU perusahaan. “Kami sudah malaporkan hal ini ke Polda Gorontalo secara pidana yakni penyerobotan tanah, perusakan lingkungan,”tandas Marthen.
Kapolres Boalemo AKBP Sigit Rahayudi saat dikonfirmasi mengenai hal ini menegaskan, pekan ini pihaknya akan turun kembali ke lokasi untuk menertibkan hingga menghancurkan PETI. tersebut. “Oke nanti minggu depan tambang ilegal kita hancurkan dan kita proses,”tegas Kapolres singkat. (roy)











Discussion about this post