Gorontalopost.co.id, POHUWATO – Salah satu oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) di daerah Pohuwato yang bernama JO (53), warga Desa Lomuli, Kecamatan Lemito, di tahan oleh pihak Satuan Reskrim Polres Pohuwato.
Informasi yang dirangkum Gorontalo Post, penahanan terhadap JO ini berkaitan dengan kasus dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen (Akta Kematian) yang terjadi di Desa Lomuli, Kecamatan Lemito, Kabupaten Pohuwato, yang dilaporkan kepada pihak Polres Pohuwato pada Juni 2025 lalu.
Kapolres Pohuwato, AKBP H. Busroni,S.I.K,M.H, melalui Kasat Reskrim, AKP Andrean Pratama,S.Tr.K,S.I.K,M.H menjelaskan, setelah menerima laporan atas dugaan pemalsuan dokumen berupa akta kematian pada Juni 2025 lalu, pihaknya langsung melakukan penyelidikan dan penyidikan.
Dari hasil tersebut, seorang oknum ASN yang bertugas di Kantor Camat Lemito, atas nama JO (53), telah resmi ditetapkan sebagai tersangka dan telah dilakukan penahanan di Rutan Polres Pohuwato.
“Setelah dilakukan penahanan, tersangka mengajukan penangguhan karena sedang mengalami penyakit komplikasi dan perlu melakukan control di RSUD dan hal tersebut disetujui,” ungkapnya.
Lanjut kata mantan Kanit Tipiter Polresta Samarinda ini, perkara tersebut terungkap setelah korban atas nama WO, merasa dirugikan karena perbuatan terangka yang telah memalsukan surat keterangan kematian dirinya. Surat kematian tersebut nantinya akan digunakan oleh tersangka JO untuk balik nama sertifikat tanah atas nama orang tua dari pelapor.
“Jadi tersangka JO meminta rekannya yang bernama HS, untuk membuat file yang mirip dengan contoh surat keterangan kematian yang dibawa oleh JO. Kemudian, setelah dilakukan editing, tersangka JO membawa surat itu ke kepala desa untuk ditandatangani. Nah, surat kematian inilah yang nantinya akan digunakan oleh tersangka untuk balik nama sertifikat tanah, sehingga tanah tersebut bisa dikontrakkan kepada pihak alfamart,” jelasnya.
Atas perbuatannya itu, tersangka JO disangkakan dengan Pasal 77 Jo Pasal 94 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan/atau Pasal 266 ayat 1 dan ayat 2 KUHP subsider Pasal 263 ayat 2 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara.
“Untuk saat ini perkara masih sementara dalam proses. Ketika ada perubahan atau perkembangan lebih lanjut, akan kami informasikan kembali,” pungkasnya. (kif)










Discussion about this post