Oleh :
Hafiz Aqmal Djibran
31 Juli 1917atau 108 tahun yang lalu, di Gorontalo telah lahir seorang pria yang kelak menjadi seorang sastrawan dan cendekiawan muslim terpandang di Indonesia. Hans Bague Jassin atau HB Jassin adalah seorang tokoh dari Gorontalo yang mengabdikan diri selama masa hidupnya dalam dunia sastra. Karya – karyanya yang dijadikan rujuk bacaan sastra Indonesia membuat ia dijuluki sebagai Paus Sastra Indonesia karena di setiap ulasan yang dibuatnya selalu diamini oleh semua orang. Itulah mengapa julukan tersebut disematkan kepada Jassin. Layaknya seorang Paus.
Sempat Berkarier di Gorontalo
Banyak pelajaran hidup yang bisa diambil dari kisah Hans Bague Jassin. Melalui tulisan ini juga turut mengenang 108 tahun lahirnya seorang HB Jassin. Meski telah berpulang kesisi-Nya pada 11 Maret 2000, namun karyanya masih tetap hidup hingga kini. Koleksi karyanya terdiri dari naskah, buku, dan yang lainnya masih bisa kita nikmati, baca, dan dijadikan rujukan kehidupan.
Kehidupan HB Jassin dilalui dengan berbagai perjalanan menarik sejak ia kembali ke Gorontalo pada tahun 1939. Dalam beberapa literatur, karier Jassin bermula sebagai voluntair di Kantor Asisten Residen Gorontalo. Setahun berikutnya, Jassin meninggalkan Gorontalo untuk bekerja di Jakarta. Semenjak saat itu, kariernya terus moncer sebagai redaktur dan kritikus di berbagai media massa
Di tahun 1953, HB Jassin menjadi dosen luar biasa di Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Ia meraih gelar sarjana sastra di tahun 1957, kemudian melanjutkan pendidikan sastranya ke Universitas Yale, Amerika Serikat pada tahun 1959. Setelah menyelesaikan Pendidikan di luar negeri, Jassin kembali ke Indonesia dan menjadi dosen tetap di Fakultas Sastra UI. Ia mendapatkan gelar Doctor Honoris Causa dari UI pada tahun 1975 atas jasanya dalam bidang sastra.
Selain bekerja sebagai dosen, HB Jassin aktif dalam berbagai aktifitas pengembangan sastra dan budaya. Pada tahun 1970, berkat pergumulannya di Ibukota membuat Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin, mengamanahkan Jassin sebagai anggota Akademi Jakarta, yang merupakan dewan penasihat Gubernur DKI Jakarta dalam bidang seni dan budaya.
Rekam Jejak Kontroversi
Perjalanan hidup seorang sastrawan besar tidak begitu mulus. HB Jassin pernah dipenjara atas sebab bertanggungjawab dan menolak untuk mengungkapkan nama asli pengarang cerita pendek (cerpen) yang berjudul “Langit Makin Mendung” di Majalah Sastra. Cerpen tersebut dianggap menistakan agama islam dan HB Jassin yang pada saat itu sebagai penyunting dari majalah tersebut menjadi sasaran empuk dari kemarahan umat islam. Ia dianggap bertanggungjawab atas cerpen tersebut dan akhirnya oleh pengadilan dihukum satu tahun penjara dan dua tahun percobaan.
Pembelaan HB Jassin dalam peristiwa cerpen “Langit Makin Mendung” di atas membuat ia dikenal sebagai orang yang memiliki pendirian kokoh dalam mempertahankan idealismenya. Terbukti dalam beberapa peristiwa seperti kontroversi tuduhan plagiat novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck karya Buya Hamka, Jassin berada di garis depan membela Buya Hamka.
Kontroversi Jassin lainnya tentang Al–Qur’an Bacaan Mulia yang merupakan terjemahan Al-Qur’an kedalam bentuk puisi. Tindakan “mempuitisasikan” Al-Quran tersebut mengundang banyak polemic dari kalangan ulama dan tokoh. Banyak kalangan ulama yang member komentar, ada yang mendukung dan mencela, tapi HB Jassin tak pernah mundur dari proyek tersebut hingga akhirnya dicetak pertama kali pada tahun 1987 sebanyak 10.000 eksemplar. Di tahun 1993, HB Jassin kembali meluncurkan karyanya dengan judul Al-Quran Berwajah Puisi sebagai perbaikan dari Al-Quran Bacaan Mulia.
Majalah Tempo edisi 4 Oktober 1971 menampilkan wajah HB Jassin sebagai cover dengan latar ayat – ayat Al-Qur’an. Pada saat itu, Tempo menjadikan agenda HB Jassin sebagai laporan utama dalam majalahnya. Dipilihnya agenda HB Jassin menerjemahkan Al-Qur’an oleh Tempo menandakan betapa besar dan kontroversinya agenda tersebut pada saat itu.
“Dan semuanya ada waktunya. Dan bagi manusia yang pandai mempergunakan waktunya, setiap saat waktunya itu dipergunakannya sebagai kemungkinannya”.
Penggalan kata di atas adalah salah satu kutipan HB Jassin populer yang relevan hingga saat ini.
Penobatan Pahlawan Nasional
HB Jassin adalah salah satu sastrawan besar Indonesia diantara sastrawan sekaliber Pramoedya Ananta Toer, W.S. Rendra, Chairil Anwar, yang namanya lebih dikenal oleh masyarakat. Sayangnya, di Gorontalo pada khususnya pada generasi muda, belum banyak yang mengetahui sosok HB Jassin dan kiprahnya di dunia sastra.
Walau pun telah dijadikan sebagai nama jalan protokol, patung di museum, dan juga nama perpustakaan di Gorontalo, sosok sastrawan Jassin masih kurang dikenal kiprahnya di kalangan generasi muda Gorontalo terutama yang lahir di awal abad 21 (Gen-Z). Hal ini sebagai dampak dari kurangnya sosialisasi dalam penyelenggaraan Pendidikan berbasis muatan lokal (mulok). Sudah tentu harus menjadi atensi dalam bagian pengenalan tokoh lokal yang memiliki andil besar bagi bangsa ini. Terlebih lagi HB Jassin diajukan sebagai pahlawan nasional asal Gorontalo sejajar dengan pahlawan kemerdekaan Nani Wartabone.
HB Jassin sangat layak dan patut diperjuangkan untuk dijadikan Pahlawan Nasional. Sebagai masyarakat Gorontalo, saya turut mendukung dan memperjuangkan apa yang sudah seharusnya didapat oleh orang – orang yang memiliki andil besar dalam upaya pencerdasan kehidupan bangsa. (*)
Penulis adalah Anggota PB HPMIG
Periode 2024 – 2026










Discussion about this post