Gorontalopost.co.id, LIMBOTO — Pelayanan RSUD MM Dunda yang dianggap berbelit dan mengakibatkan salah seorang pasien meninggal, membuat manajemen RSUD MM Dunda Limboto memintakan maaf. Wadir pelayanan dr. Andi Naue mengatakan, atas nama rumah sakit pihaknya mengucapkan bela sungkawa sedalam-dalamnya kepada keluarga pasien.
“Walaupun memang pelayanan yang kami lakukan pun sudah maksimal, tetapi qadarullah Allah berkehendak lain,” ungkap dr. Andi membuka konfrensi pers dengan rekan-rekan wartawan di ruang pola RSUD MM Dunda Limboto, Senin (2/12).
dr. Andi menjelaskan kronologinya, di mana pasien atas nama Meylanda Uno (25) beralamatkan di Kecamatan Bongomeme masuk ke UGD (26/11) sekitar pukul 13.10 Wita, dengan diagnosa awal DHF panas, sesak nafas dan di UGD dilakukan pemeriksan penunjang lainnya termasuk foto thorax dan pemeriksaan laboratorium.
Selanjutnya pada pukul 18.00 Wita pasien dipindahkan ke Irina F, di mana saat itu hasil laboratoriumnya HB 8.0, GDS 91, Kalium 3.0 Trombosit 78.000. Saat itu dokter jaga katakana, jika ada pendarahan dilakukan transfusi trombosit, karena saat itu pasien sudah tidak ada pendarahan, tapi sebelumnya ada pendarahan gusi di rumah dan terakhir haid 5 tahun yang lalu.
“Saat di UGD keluarga tidak mengungkapkan jika ternyata sudah ada pendarahan sebelumnya. Saat diruangan, barulah diketahui jika sudah terjadi pendarahan sejak dari rumah,” ungkap dr Andi. Lanjut dikatakan dr Andi, pukul 21.09 Wita, perawat memberikan pengantar ke UTD untuk permintaan trombosit dan pasien dipindahkan ke HCU.
“Itu artinya kami memberikan pelayanan terbaik kepada pasien, karena melihat hasil observasi pasien dengan tensi 70/40 MMHG, dan pihak rumah sakit sudah memintakan untuk menyiapkan darah minimal 8 kantong darah segar, karena memang yang dibutuhkan adalah untuk trombositnya,” jelas dr Andi.
Ditambahkan pula, setelah itu pihak rumah sakit menghubungi keluarga sekitar pukul 6.00 Wita untuk darah apakah sudah ada? Keluarga mengatakan hanya ada satu pendonor. Perawat sarankan agar dicari ulang pendonor, karena instruksi dokter pemberian 8-10 kantong trombosit. Sekitar pukul 08.00 Wita, keluarga mengatakan sudah ada dua kantong trombosit di UTD dan masih ada pendonor yang sementara dilakukan donor di UTD.
Selanjutnya sekitar pukul 11.00 Wita, kondisi tensi pasien menurun 40/30 MMHg instruksi guyur cairan 250 cc, dan sesuai instrukti dokter untuk sebaiknya memberikan 2 kantong trombosit itu, sehingga perawat sampaikan ke keluarga untuk menjemput trombosit 2 kantong yang ada di UTD. Dan saat trombosit sampai, pasien telah meninggal. “Keluarga menolak dilakukan tindakan RJP atau tindakan darurat yang perlu dilakukan secara tepat, cepat untuk menyelamatkan nyawa pasien,” jelas dr Andi.
Sementara itu kepala UTD RSUD MM Dunda, dr. Iwan Usman menjelaskan, memang bedah darah merah dan trombositnya. Kalau mengambil trombositnya, yang diambil adalah darah segar bukan yang dibekukan, bahkan jika darahnya sudah lebih dari empat hari maka tidak bisa digunakan lagi.
“Itu yang misnya, karena rata-rata masyarakat berpikir donor darah itu hanyalah darah merah, tetapi untuk pasien dengan gejala DBD disertai penyakit bawaan, memang yang dibutuhkan adalah trombosit, yakni darah merah segar yang masih akan diproses menjadi trombosit,” jelas dr Iwan.
Sementara itu Direktur RSUD MM Dunda Limboto, dr. Alaludin Lapananda menambahkan, untuk sanksi mereka punya komite medic dan ada evaluasi yang selalu dilakukan. “Jadi memang jika terbukti ada pelayanan yang tidak sesuai SOPnya pastinya akan kita berikan sanksi,” tandas drAlaludin. (wie)









