Memutus Rantai Kemiskinan Ekstrem dan Stunting di Gorontalo: Tantangan dan Harapan

Oleh:
Dr. Herwin Mopangga

 

PEMERINTAH pusat telah menargetkan masalah kemiskinan ekstrem di tahun 2024 tuntas menjadi 0 persen, dan stunting turun menjadi 14 persen. Miskin ekstrem di Provinsi Gorontalo masih sekitar 2,03 persen atau 3.380 jiwa dan anak stunting 26,9 persen diatas rata-rata nasional yang 21,5 persen. Kemiskinan ekstrem bermakna seseorang hidup dengan pendapatan dibawah garis kemiskinan internasional, yaitu kurang dari USD 1,90 per hari. Minimnya akses pada makanan bergizi yang berujung pada gizi buruk dan stunting anak adalah implikasi serius dari miskin ekstrem.

Kemiskinan ekstrem merupakan ketidakmampuan individu untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam menopang kelangsungan hidup yang meliputi pemenuhan kebutuhan makan, air bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan dan akses informasi terhadap pendapatan dan layanan sosial (BPS). Adapun stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada dibawah standar yang ditetapkan.

Dampak jangka pendek stunting adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik serta gangguan metabolism. Dampak jangka panjangnya adalah menurunnya kemampuan perkembangan kognitif otak anak, kesulitan belajar, kekebalan tubuh lemah sehingga mudah sakit serta berisiko tinggi munculnya penyakit metabolik.

Klasifikasi pendapatan dalam ukuran desil menempatkan keluarga miskin ekstrem pada desil 1 dengan pendapatan 0 hingga 1,5 juta rupiah per bulan. Desil 2 pada kisaran 1,5 hingga 2,2 juta rupiah. BPS merilis bahwa Garis Kemiskinan Provinsi Gorontalo sebesar Rp 550.458 perkapita per bulan sedangkan miskin esktrem senilai Rp. 351.957 perkapita per bulan.

Baznas dalam rilis April 2024 (gambar 1) menyebut bahwa jumlah keluarga Desil 1 Provinsi Gorontalo sebanyak 37,563 keluarga atau 179,335 jiwa sedangkan kantong kemiskinan ekstrem tertinggi di Kabupaten Gorontalo, Boalemo dan Bone Bolango. Adapun kantong kemiskinan terendah di Kota Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo Utara.

Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia Tahun 2023, bahwa prevalensi stunting Provinsi Gorontalo sebesar 26,9 persen naik 3,1 persen dibandingkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022. Angka ini merupakan akumulasi permasalahan stunting di kabupaten dan kota se-Provinsi Gorontalo, dimana capaian atau prevalensi stunting tertinggi berada di Kabupaten Gorontalo 34,7 persen, disusul Gorontalo Utara (30,5), Bone Bolango (27,1), Kota Gorontalo (23,6), Pohuwato (18,4) dan Boalemo (16). Berdasarkan perbandingan SKI 2023 terhadap SSGI 2022, prevalensi stunting semua Kabupaten / Kota naik, kecuali Boalemo. Ini menempatkan Provinsi Gorontalo berada di posisi 12 tertinggi nasional.

Kemiskinan ekstrem dan stunting adalah persoalan yang multikompleks yang sedikitnya dipengaruhi oleh faktor ekonomi, sosial budaya dan kelembagaan. Secara ekonomi diantaranya; 1) Produktivitas rendah akibat minim akses teknologi pertanian, 2) Harga komoditas fluktuatif dan mahalnya ongkos pemasaran menyebabkan daya beli keluarga petani rendah, sulit memenuhi gizi anak, 3) Industri yang masih terbatas dan tingkat investasi rendah menyebabkan sulitnya menciptakan pekerjaan sektor formal (manufaktur dan jasa). Penduduk terjebak dalam pekerjaan informal dengan pendapatan rendah dan tanpa perlindungan sosial yang memadai.

Dari faktor sosial budaya meliputi; 1) Ketergantungan pada bantuan sosial atau program pemerintah yaitu mentalitas negatif yang telah membudaya, 2) Minimnya pengetahuan dan sikap positif terhadap pentingnya gizi seimbang bagi perkembangan anak (1.000 hari pertama kehidupan), serta 3) Wanita yang menikah dan hamil di usia muda cenderung kurang siap secara fisik dan psikologis, sehingga meningkatkan risiko melahirkan anak stunting. Faktor kelembagaan mencakup; 1) Tumpang tindih program dan kurangnya sinergi dari Kementerian/Lembaga, pemerintah provinsi, kabupaten kota hingga desa kelurahan, dan 2) Kapasitas SDM dan sarana prasarana kesehatan.

Dalam upaya mempercepat penurunan stunting di tingkat Provinsi Gorontalo telah dikeluarkan beberapa program prioritas diantaranya; Bele Mo’o Sehati yaitu pusat rehabilitasi gizi dengan pelayanan gizi komprehensif terhadap balita dengan masalah gizi berdasarkan kondisi individual anak. Pelayanan gizi berupa pemberian makanan tambahan berbahan pangan lokal untuk Balita Gizi Kurang, Balita Berat Badan Kurang dan Balita dengan Berat Badan Tidak Naik.

Tujuan kegiatan Bele Mo’o Sehati ini yaitu; 1) Mengoptimalkan tumbuh kembang anak dalam melaksanakan peran pengasuhan, pendidikan, perawatan dan perlindungan anak, 2) Memberikan stimulasi Motorik dan psikososial kepada anak yang bermasalah gizi, 3) Sebagai wadah untuk optimalisasi peran lintas sektor dalam penanggulangan gizi, serta 4) sebagai wadah konseling dan parenting bagi orang tua terkait pola asuh anak.

Program kegiatan BMS ini mencakup; Pemberian Pangan Makanan Tambahan Lokal, Stimulasi, Deteksi, Intervensi Dini Tumbuh Kembang, Pemeriksaan Kesehatan, Konseling Kesehatan Mental, Edukasi Parenting kepada orang tua anak, Evaluasi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak serta Wisuda Balita Lulus Stunting. Disamping itu, deteksi dini masalah kesehatan pada ibu hamil, balita dan calon pengantin menjadi langkah penapisan pertama yang dilaksanakan melalui Posyandu. Kedua, Posyandu telah dilengkapi dgn alat antropometri terstandar ditunjang kader yg kompeten.

Beberapa langkah nyata sinergi dan kolaboratif yang dapat ditempuh untuk mempercepat penanganan stunting dan kemiskinan ekstrem di Provinsi Gorontalo adalah sebagai berikut:

  • Wilayah kantong kemiskinan ekstrem dan stunting seperti Kabupaten Gorontalo, Boalemo dan Bone Bolango mendapatkan porsi pembagian sembako gratis dan atau Gelar Pangan Murah bersubsidi dari Bulog dan Disperindag.
  • Frekuensi kegiatan dan anggaran bersumber DAK non fisik untuk Posyandu Balita Remaja dan Lansia serta program makan bergizi ditingkatkan di desa-desa yang tinggi prevalensi stunting.
  • Menggiatkan program kebun kendang kolam (KAKANDA) sebagai basis diversifikasi sekaligus upaya pengendalian inflasi pangan.
  • Pembangunan fisik dengan intervensi DAU, DAK dan Padat Karya Tunai Desa untuk sarana prasarana pertanian
  • Perluasan dan peningkatan akses kredit usaha mikro (UMi), super mikro, Kredit Usaha Rakyat bagi KK tani nelayan ternak miskin dan stunting serta asuransi bencana
  • Optimalisasi peran lembaga desa seperti BPD, LPM, PKK, dasawisma, karang taruna dan remaja masjid disertai dukungan dana desa
  • Award dari pemerintah daerah kepada perusahaan yang turut aktif dalam program penurunan stunting dan miskin ekstrim melalui dana tanggung jawab social perusahan/CSR
  • Penempatan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata tematik di desa/kecamatan dengan prevalensi stunting dan miskin ekstrim tinggi untuk mendukung sosialisasi, edukasi, pemberdayaan, kegiatan riset aplikatif dan inovasi

Pada akhirnya, seluruh komponen masyarakat mengharapkan agar kemiskinan ekstrem dan stunting dapat dituntaskan segera sehingga Provinsi Gorontalo mampu mencapai cita-cita PROVINSI MADANI YANG MAJU DAN BERKELANJUTAN sesuai dokumen RPJPD 2025-2045. Wassalam (*)

 

Penulis adalah Ekonom Kementerian Keuangan
Provinsi Gorontalo dan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNG

Comment