logo gorontalo post
  • METROPOLIS
  • PERISTIWA
  • EKONOMI BISNIS
  • SPORTIVO
  • KORAN DIGITAL
No Result
View All Result
Logo gorontalo post
  • METROPOLIS
  • PERISTIWA
  • EKONOMI BISNIS
  • SPORTIVO
  • KORAN DIGITAL
No Result
View All Result
logo gorontalo post
No Result
View All Result
Pemkot Gorontalo
Home Persepsi

Birokrasi: Antara Politik dan Netralitas

Jitro Paputungan by Jitro Paputungan
Tuesday, 6 February 2024
in Persepsi
0
Hamka Hendra Noer

Hamka Hendra Noer

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke Whatsapp

Related Post

Gorontalo, Jangan “Lari” di Tempat

Guru Pejuang di Gorontalo

Senggol-Senggolan di Pemerintahan

Subjektivitas Penilaian Hasil Capaian Kinerja ASN: Kelalaian atau Sentimen ? 

Oleh :
Hamka Hendra Noer

Hubungan politik-birokrasi di Indonesia saat Pilpres 2024 menjadi wacana menarik untuk dicermati. Pola hubungan politik-birokrasi yang diistilahkan oleh beberapa ahli sebagai relasi antara ‘cinta’ dan ‘benci’ menjadi topik yang hangat diperdebatkan. Politik-birokrasi adalah ‘dua sejoli’ yang dianalogikan sedang ‘berpacaran’. Layaknya orang yang sedang berpacaran akan selalu ada dua perasaan yang muncul silih berganti yaitu perasaan ‘cinta’ dan ‘benci’. Di satu sisi mereka ingin selalu berdekatan dan bekerjasama, tetapi di sisi lain ingin saling menjauh dan berdiri sendiri. Dengan analogi ini, maka hubungan politik-birokrasi seperti dua sisi mata uang, yang tidak bisa dipisahkan (unseparated) tetapi berdiri sendiri (integrated).

Pasca era rejecting paradigma dikotomi politik dan administrasi, beberapa para pakar administrasi publik salah satunya Nigro & Nigro (1980) menjelaskan fakta pejabat publik ‘bertunangan’ (engaged) dalam politik. Seperti halnya dalam pelaksanaan kekuasaan diskresi, pembuatan pilihan nilai merupakan karakteristik dan penambahan fungsi bagi administrator pada birokrasi. Sehingga itulah, alasan penting untuk berkerjasama dalam politik. Banyaknya partisipasi dalam perumusan kebijakan publik yang sarat dengan tindakan politik diasumsikan sebagai ruang lingkup aktivitas politik secara luas.

Tidak dipungkiri dalam prakteknya di Indonesia, era reformasi merubah pola interaksi kekuasaan dimana dominasi eksekutif rezim Orde Baru selama 32 tahun terhenti dengan menguatnya lembaga legislatif dan ruang perlawanan publik, seperti demonstrasi warga atau buruh, menguatnya kekuatan civil society yang berbasis organisasi masyarakat atau komunitas tertentu.

Seiring dinamika reformasi yang telah bergulir sejak 25 tahun lamanya dan hiruk-pikukpraktek perpolitikan yang mewarnai kuatnya peran legislatif yang terpolarisasi kepada kepentingan pragmatis dan bukan polarisasi ideologis, serta aktor legislator yang terbatasi dengan otoritas yang dimilikinya, tentunya mencari jalan untuk mempertahankan dan mengembangkan kekuatan dengan menggandeng birokrasi. Karena biroksasi merupakan institusi yang menjadi personifikasi negara dalam melaksanakan kebijakan publik dengan makna lain memiliki aspek politik birokrasi.

Dari fakta tersebut di atas, maka muncul pertanyaan, manakah yang lebih dominan politik mempengaruhi kinerja birokrasi atau birokrasi yang mempengaruhi politik dalam membuat kebijakan. Dan dapatkah birokrasi memposisikan dirinya netral dalam politik.

Artikel ini sekilas akan menyoal, apakah birokrasi bisa berselancar diantara politik dan netralitas. Apakah birokrasi bisa menghindari keganasan ‘ombak politik’ dan tetap aman berselancar di laut lepas (menjaga netralitas). Atau sebaliknya, tergulung ke dalam ganasnya ‘ombak politik’ dan terbawa oleh arus laut yang ganas (terlibat politik praktis).

Politik Birokrasi: Perspektif Pakar

Kajian paradigma politik birokrasi Graham Allison yang diulas oleh Frederickson dalam bukunya The Public Administration Theory Primer(1988) mengemukakan secara umum teori politik birokrasi yangmenjelaskan peran administrasi dan birokrasi dalam proses pembuatan kebijakan publik sekaligus menolak pandangan dikotomi administrasi dan politik. Kemunculan politik birokrasi berasumsi dari fakta empiris tentang peran dan perilaku politik dalam birokrasi. Teori ini dikembangkan dengan suatu sikap sepaham dengan pandangan bahwa administrasi tidak hanya teknis dan aktivitas bebas nilai yang terpisah dari politik, tetapi ada makna lain sejalan dengan pandangan Waldo (1982) yang mengatakan bahwa administration is politic.

Paradigma politik birokrasi menjelaskan bahwatindakan pemerintah merupakan hasil tawar menawar dan kompromi diantara berbagai elemen organisasi dalam pemerintah. Hal ini bisa dimaknai bahwa birokrasi mempunyai kekuasaan politik. Posisi birokrasi kuat secara politik karena memiliki sumber-sumber kekuasaan yang lengkap.Bahkan Peters (1992) megungkapkan ada beberapa sumber kekuasaan penting yang dimiliki birokrasi antara lain; personifikasi negara, penguasaan informasi dan keahlian, decision making, dukungan politik, status sosial yang tinggi dan kelembagaan permanen dan stabil.

Sejalan dengan Peter, Allison (1971) memberikan proposisi politik birokrasi, yaitu: (i) pemerintah/eksekutif terdiri atas sejumlah organisasi dan individu yang divergen memiliki tujuan dan agenda masing-masing, (ii) tidak ada aktor pemerintah yang dominan dan mampu bertindak sendiri/dapat bertindak unilateral, (iii)keputusan final adalah sebuah hasil produk atau political resultant atau hasil bergaining dan kompromi dari proses politik, dan (iv) terdapat perbedaan antara pembuatan kebijakan dan pelaksanaanya atau penerima keputusan.

Bahkan Wilson (Cooper 2009) secara spesifik menyatakan birokrat memilikikebijaksanaan dalam pengambilan keputusan dan bagaimana kebijakan itu dilakukan. Sebelum kontribusi Wilson, banyak pakar telah menegaskan bahwa kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan, membuat birokrat menjadi pembuat kebijakan sekaligus menjadi aktor politik.

Birokrasi publik dalam paradigma ini dikategorikan sebagai salah satu aktor yang memiliki posisi, memiliki pengaruh, dan memiliki cara bermain dalam proses politik pembuat kebijakan. Watak birokrasi politik tetap eksis, kenyataan yang bisa diungkap adalah pada domain formulasi kebijakan birokrasi menjadi kekuatan bergaining dengan legislatif, misalnya dalam halkompromi dan lobi anggaran.

Teori kontrol birokrasi coba dijelaskan Frederickson (1987)bahwa,  “kekuasaan politik untuk birokrasi adalah langkah kontrol dalam pembuatan kebijakan pemerintah, yang dalam praktek birokrasi membatasi tindakan politik hanya dalam kegiatan administrasi pemerintahan saja”. Kehadiran politik dalam birokrasi memperlihatkan bahwa seorang administrator dalam perumusan kebijakan pemerintah mengedepankan arah pemikiran politik yang komprehensif.

Memang teori kontrol politikbirokrasi merupakan titik sentral (penting)dan harus dipahami sebagai bagian dari pelaksanaan administrasi publik. Kehadiran politik dalam tindakan birokrasi dianggap sebagai titik awalpengambilan keputusan administrasi—sejalan dengan pendekatan teoriadministrasi publik yang modern—karena dikotomi politikpemerintahan adalah kebutuhan primer dalam teori kontrol birokrasi.

Namun pandangan berlainan diberikan oleh Frederick (2013), menyatakan sangatlah keliru jika ada yang menganggap dalam merumuskan kebijakan administrasi, tindakan politik tidak berjalan bersama dalam merumuskan langkah kebijakan.Hanya saja dalam pengembangan teori politik birokrasi lebih diposisikan secara non formal karena dikotomi tidak dapat dilihat sebagai bentuk pemisahan tindakan dalam menjalankan birokrasi.

Pandangan para sarjana coba dilengkapi oleh Mustopadjijaja (2003),mengemukakan keberhasilan politik dalam birokrasi ditentukan oleh banyak faktor, salah satu faktor yang dominan adalah reformasi birokrasi.Dalam artian, setiap permasalahan birokrasi memerlukan nilai pengabdian aparatur negara maupun warga negara dalam mewujudkan clean government dangoodgovernance.Lanjut Mustopadjijaja, reformasi birokrasi secara konseptual membatasi dirinya dengan politik dalam lingkup urusan-urusan publik yang ditangani birokrasi,dan secara aktual interaksi politik birokrasi berhubungan dengan lembaga-lembaga yang ada dalam masyarakat dan dunia usaha.

Oleh karena itu, ada tiga halkerawananketikabirokrasiterlibatdalam politik. Pertama, munculnyaintervensipolitikdalampenempatanjabatan-jabatanbirokrasi.Masuknyaintervensipolitik bisa merusaksistem karier dan rekrutmen internal birokrasi karena didasarirelasipolitik.Seharusnyadidasaridengan sistemmeritdanimpersonal.

Kedua, ketika birokrat berpolitik, dikhawatirkan adanya penyalahgunaan wewenang atas sumber-sumber keuangan dan fasilitas publik yang digunakan oleh birokrat untuk mendukung afiliasi politiknya.

Ketiga, keterlibatanbirokrasi dalam politik dikhawatirkan terjadinya pemihakan-pemihakan kepada kelompok tertentu, yaitu kelompok-kelompok yang sealiran politik dengan para birokrat. Hal ini, tidak lepas dari fakta bahwabirokrasi memiliki otoritas dalam mengalokasikan dan mendistribusikan sumber-sumber yang dimilikinya.Apabila hal ini terjadi, bisa mereduksi posisi birokrasi sebagai lembaga publik menjadi lembaga yang lebih menguntungkan sebagian kelompok masyarakat.

Dari pendapat diatas, ada sebuah kesepahaman dalam birokrasi, bahwa politik cenderung dominan mempengaruhi sebuah keputusan birokrasi. Oleh karena itu, politik dan kontrol birokrasi dapat dipadukan dalam konsep bernegara. Ada kekuatan yang mengikat antara realisasi kebijakan dengan tindakan politik yang diambil oleh birokrat di dalam pemerintahan.

Politik sebagai kontrol birokrasi hendaknya dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai moral dalam cara pandang negarawan sehingga perilaku penyelenggara negara tidak mementingkan kepentingan pribadi atau golongan masyarakat tertentu. Birokrasi yang kuat adalah birokrasi yang mampu menempatkan politik sebagai kekuatan utama mensejahterakan masyarakat, sehingga politik dalam kontrol birokrasi bukan sebuah upaya kepentingan pribadi atau golongan tertentu, melainkan mengedepankan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi/kelompok secara nyata dan bertangung jawab.

Ketidaknetralan Birokrasi

Terdapat kasus yang dapat dijadikan beberapa contoh pada prakteknya sering ditemukan pegawai atau birokrasi yang tidak netral. Seperti pergantian pejabat eselon I dan II yang memiliki afiliasi atau mencari afiliasi politik kepada Menteri. Dalam penganggaran disisipkan kegiatan yang membawa misi dari partai politik dimana Menteri tersebut bernaung. Di daerah lebih kentara lagi dimana pegawai yang sudah lama bekerja dengan incumbent berusaha memberikan dukungankembali—walaupun tidak terang-terangan—kepada pejabat incumbent agar bisa mendapatkan jabatan.

Beberapa sarjana seperti Etzioni(1985);Peters (1992);Riggs (1991), menyampaikan titik tolak dari pandangan bahwa birokrasi tidak bisa lepas dari politikdalam memahami pemerintahandan tidak bisamemisahkan masalah politik dari masalah administrasi.Riggsmemperkuat dengan argumentasi bahwa orang yang berpikiran birokrasi itu netral secara politik sama saja berpandangan bahwa orang-orang yang ada dalam birokrasi merupakan powerless apparatusdan devoid of self-interst or power.

Senada dengan teori Rigss, Peters & Pierre (2004) mengemukakan teorinya tentang politization of the civil service. Dalam pengertian yang sangat dasar kedua orang itu memaknai politization of the civil service sebagai the substitution of political creteria for merit-based criteria in the selection, retention, promotion, rewards, and disciplining of members of the public service. Lanjut Peters & Pierre untuk memahami fenomena birokrasi dengan a political creation, tidak lepas dari masalah politik dan struktur birokrasi yang diperuntukkan sebagai pelayanan publik.

Di sini birokrasi memegang peran yang sangat penting untuk menentukan who gets what dari sektor publik, karena mempunyai otoritas atas berbagai sumber—baik yang berbentuk barang maupun jasa publik—yang dialokasikan dan didistribusikan kepada publik.

Bahkan Toha (2003) mengemukakan birokrasi Indonesia yang sering disebut kerajaan pejabat (officialdom) pada hakekatnya memamerkan kekuasaan yang disusun secara hierarki. Artinya, tidak ada lagi organisasi lainnya yang menandingi kekuasaan yang tumbuh dan berkembang pada birokrasi pemerintah.

Tumbuh kembangnya birokrasi dipengaruhi oleh kondisi perpolitikan nasional. Politik dan birokrasi pemerintah berbeda akan tetapi tidak bisa dipisahkan. Kehadiran politik dalam birokrasi tidak bisa dihindari.Dalam birokrasi pemerintah tidak mungkin hanya didominasi oleh para birokrat tanpa memberikan kesempatan hadirnya institusi politik. Walaupun, dalam perkembangan kemudiandominasi politik pasca reformasi terhadap birokrasi begitu kuat.

Oleh itu, praktek birokrasi pemerintah seperti ini hampir disemua negara dimanapun di dunia ini semua orang memandang bahwa tindakan pemerintah yang dijalankan melalui mesin birokrasinya merupakan cara terbaik menciptakan otorisasi dan menetapkan peraturan yang mengikat semua pihak.

Penutup

Teori politik birokrasi memberikan peramalan bahwa dalam situasi dan kondisi apapun birokrasi akan selalu bersinggungan dengan politik walupun pada level yang berbeda. Karena pada satu sisi birokrasi menjadi instrumen bagi pemerintah dalam melaksanakan kebijakan dari hasil produk politik. Di sisi lain, birokrasi merupakan watak dan perilaku yang memiliki hasrat atau rasional dan irrasional untuk memegang kekuasaan dalam memainkan perannya melakukan tugas jabatan.

Tidak akan mungkin memisahkan birokrasi dari pengaruh politik atau sistem perpolitikan dalam suatu negara. Netralitas akan teruji manakala ditopang oleh perubahan budaya organisasi dan perilaku kerja yang memiliki ideologi dalam persepktif nasionalisme, sosialisme, justice dan humanisme.

Bahwa netralitas birokrasi pada hakikatnya suatu sistem yang formalistik, dimana birokrasi tidak akan berubah dalam memberikan pelayanan kepada masternya (dari partai politik yang memerintah), biar pun masternya berganti dengan master yang lain.Ketika terjadi pergantian penguasa di dalam pemerintahan, hal ini tidak akan mengganggu kerja birokrasi memberikan pelayanan kepada publik. Birokrasi akan bekerja secaraprofesional sesuai dengan kapasitas dan otoritas yang dimilikinya. (*)

Penulis Menyelesaikan Ph.D Ilmu Politik dari Universitas Kebangsaan Malaysia
Dosen FISIP, Universitas Muhammadiyah Jakarta

Tags: ASNbirokrasigubernur hamkaHamka Hendra NoerKemenporapemprov gorontaloPj Gubernur GorontaloPolitik ASN

Related Posts

Basri Amin

Gorontalo, Jangan “Lari” di Tempat

Monday, 1 December 2025
M. Rezki Daud

Guru Pejuang di Gorontalo

Wednesday, 26 November 2025
Rohmansyah Djafar, SH., MH

Subjektivitas Penilaian Hasil Capaian Kinerja ASN: Kelalaian atau Sentimen ? 

Monday, 24 November 2025
Basri Amin

Senggol-Senggolan di Pemerintahan

Monday, 24 November 2025
Pariwisata Gorontalo: Potensi Ekonomi, Ancaman Ekologis, dan Risiko Greenwashing Tourism

Pariwisata Gorontalo: Potensi Ekonomi, Ancaman Ekologis, dan Risiko Greenwashing Tourism

Friday, 21 November 2025
Basri Amin

Pemimpin “Perahu” di Sulawesi

Monday, 17 November 2025
Next Post
Bejat! Oknum Guru Sodomi Empat Siswa

Bejat! Oknum Guru Sodomi Empat Siswa

Discussion about this post

Rekomendasi

Personel Samsat saat memberikan pelayanan pengurusan pajak di Mall Gorontalo.

Pengurusan Pajak Kendaraan Bisa Dilakukan di Mall Gorontalo

Monday, 1 December 2025
Personel Satuan Lalu Lintas Polresta Gorontalo Kota mengamankan beberapa motor balap liar, Ahad (30/11). (F. Natharahman/ Gorontalo Post)

Balap Liar Resahkan Masyarakat, Satu Pengendara Kecelakaan, Polisi Amankan 10 Unit Kendaraan

Monday, 1 December 2025
Anggota DPRRI Rusli Habibie bersam Wagub Gorontalo Idah Syahidah RH. (Foto: dok pribadi/fb)

Rusli Habibie Ajak Sukseskan Gorontalo Half Marathon 2025, Beri Efek ke UMKM

Friday, 28 November 2025
ILustrasi

Dandes Dataran Hijau Diduga Diselewengkan, Dugaan Pengadaan SHS Fiktif, Kejari Segera Tetapkan Tersangka

Monday, 13 January 2025

Pos Populer

  • Rita Bambang, S.Si

    Kapus Sipatana Ancam Lapor Polisi

    13 shares
    Share 5 Tweet 3
  • Senggol-Senggolan di Pemerintahan

    13 shares
    Share 5 Tweet 3
  • Ruang Inap Full, RS Multazam Bantah Tolak Pasien BPJS

    13 shares
    Share 5 Tweet 3
  • GHM 2025, Gusnar Nonaktifkan Kadispora

    13 shares
    Share 5 Tweet 3
  • Dugaan Persetubuhan Anak Dibawah Umur, Oknum ASN Gorut Dibui

    13 shares
    Share 5 Tweet 3
Gorontalopost.co.id

Gorontalo Post adalah Media Cetak pertama dan terbesar di Gorontalo, Indonesia, yang mulai terbit perdana pada 1 Mei 2000 yang beral...

Baca Selengkapnya»

Kategori

  • Boalemo
  • Bone Bolango
  • Disway
  • Ekonomi Bisnis
  • Gorontalo Utara
  • Headline
  • Kab Gorontalo
  • Kota Gorontalo
  • Kriminal
  • Metropolis
  • Nasional
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Pendidikan
  • Persepsi
  • Pohuwato
  • Politik
  • Provinsi Gorontalo

Menu

  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Disclaimer
  • Privacy Policy

© 2025 PT. Gorontalo Cemerlang - Gorontalo Post by Div-TI.

No Result
View All Result
  • METROPOLIS
  • PERISTIWA
  • EKONOMI BISNIS
  • SPORTIVO
  • KORAN DIGITAL

© 2025 PT. Gorontalo Cemerlang - Gorontalo Post by Div-TI.