Gorontalopost.id, GORONTALO – Aksi warga Pohuwato yang melakukan protes terkait tali asih lahan tambang, yang berujung pada pembakaran kantor Bupati dan sejumlah fasilitas lainya di Kota Marisa, Kabupaten Pohuwato, beberapa waktu lalu, berujung ke meja hijau.
Sebanyak 35 warga yang diduga kuat terlibat dalam aksi anarkis itu diseret ke pengadilan. Mereka didakwa melakukan tindak pidana perusakan fasilitas publik.
Pantauan Gorontalo Post, sidang kasus kerusuhan di Pohuwato itu, berlangsung di ruang sidang tindak pidana korupsi (Tipikor), Pengadilan Negeri (PN) Gorontalo, Selasa (9/1).
Sidang yang dipimpin Ketua majelis, Achmad Peten Sili, dan Anggota, Hamka, SH MH serta Muammar Maulis K, SH MH itu menghadirkan 34 warga Pohuwato. Kasus ini terdapat tiga berkas yang disidangkan terpisah dengan total 35 terdakwa.
13 terdakwa dipisah persidangannya, mereka diduga melakukan penghasutan dalam aksi yang berujung pada pembakaran kantor bupati itu.
Mereka didakwaa melakukan penghasutan mengakibatkan orang ikut demo, pada akhirnya melakukan perusakan hingga pembakaran gedung.
Para terdakwa masing-masing RT alias Riski, RT alias Riki, RS, NP, RP, RI, MB, ARL, SP, SI, SY, AP, ST. Mereka diduga menyuruh melakukan, atau yang turut serta melakukan perbuatan dimuka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana.
Melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan Undang-Undang maupun Perintah Jabatan yang diberikan berdasarkan ketentuan Undang-undang.
Para terdakwa merupakan penanggung jawab unjuk rasa, koordinator lapangan, orator dan pengarah massa aksi yang menghasut, membangkitkan amarah para massa aksi demo untuk melakukan aksi unjuk rasa, dalam hal permintaan penyelesaian pembayaran tali asih lokasi tambang Pohuwato.
Perbuatan mereka terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 160 KUHP Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Bayu Lesmana Taruna, Hakim dan Humas Pengadilan Negeri/Tipikor dan Hub Industrial Gorontalo 1A, menjelaskan, ke 35 terdakwa tersebut menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan.
Agenda sidang selanjutnya, kata Bayu Lesmana, para terdakwa akan menjalani sidang pembacaan eksepsi jika para terdakwa mengajukan bantahan.
“Eksepsi (Jika ada) dari penasehat hukum para terdakwa,” tambah Bayu.
Sementara itu, dalam pantauan Gorontalo Post, sidang perdana tersebut hanya dihadiri 34 terdakwa dimana satu terdakwa lainnya berhalangan hadir dengan alasan kesehatan.
Tak hanya para tetdakwa, nampak hadir dalam persidangan tersebut sejumlah keluarga serta kerabat para terdakwa. Sejumlah personil Kepolisian pun nampak disiagakan untuk mengamankan jalannya sidang.
Sementara itu, kuasa hukum para terdakwa, Susanto Kadir, menyebutkan kasus tersebut mendapa perhatian Komnas HAM, sebab diduga terdapat kekerasan oknum aparat saat masa aksi melakukan unjuk rasa.
Kata dia, Komnas HAM akhirnya benar-benar memberikan atensi penuh atas laporan dugaan pelanggaran HAM yang dialami kliennya tersebut.
Hal ini dibuktikan dengan surat tembusan Komnas HAM kepada dirinya selaku penasehat hukum.
“Kemarin kita dapat surat dari Komnas HAM, isi surat itu mereka sampaikan bahwa Komnas HAM, memberikan atensi yang serius terhadap dugaan pelanggaran profesional atau kekerasan yang dilakukan oleh Oknum Resmob Polda Gorontalo,” ungkap Susanto kemarin.
Dalam isi surat, lanjut dia, Komnas HAM melakukan penyelidikan ataupun upaya klarifikasi atas dugaan pelanggaran HAM ke Polda Gorontalo. “Nah disitu diminta (oleh Komnas HAM) Irwasda agar supaya melakukan pemeriksaan terhadap penyidik atau oknum kepolisian yang torang (kami) laporkan,” ujarnya.
Dalam laporan dugaan pelanggaran HAM, tambah Susanto, pihaknya melaporkan 7 orang oknum anggota Polri yang diduga melakukan tindakan kekerasan dan tidak sesuai prosedur.
“Nah disamping Komnas HAM, juga proses di Propam Polda Gorontalo berjalan juga.
Hanya, kita belum dapat informasi terakhir atau semacam SP2HP bagaimana perkembangannya. Waktu dekat ini kita akan sambangi lagi Polda Gorontalo untuk kita presure untuk oknum ini diberikan tindakan,” tambahnya.
Meski demikian, tambah Susanto. Dirinya selaku kuasa hukum terdakwa tentu tidak mempersoalkan proses hukum yang menjerat klienya, hanya saja bagi dia dan tim, klienya juga perlu mendapatkan keadilan atas perlakuan para oknum aparat yang diduga melakukan pelanggaran.
“Jadi di sini kita bertanggungjawab sesuai perbuatannya, tapi disisi lain juga tindakan aparat yang melebihi batas juga tidak dibenarkan, tidak boleh itu,” pungkasnya.(ryn)











Discussion about this post