Gorontalopost.id, KWANDANG – Setelah kurang lebih dua tahun diusut Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kejari) Gorontalo Utara (Gorut).
Kasus dugaan tindak pidana korupsi dana desa di Desa Molonggota, Kecamatan Gentuma Raya tahun 2020-2021 akhirnya terungkap.
Menyusul penetapan tersangka sekaligus penahanan terhadap perempuan berinisial HSA selaku mantan Pj. Kepala Desa Molonggota tahun 2020 – 2021 oleh Kejari Gorut, Selasa (01/11).
Sebelum ditahan HSA yang mengenakan kerudung dan stelan gamis berwarna biru muda itu masih menjalani pemeriksaan marathon di ruang penyidik pidana khusus.
Selain itu HSA juga dilakukan pemeriksaan kesehatan sebagai persyaratan untuk dilakukan penahanan.
Tak berapa lama kemudian HSA yang dikawal petugas dari ruang penyidik telah mengenakan rompi tahanan Kejari Gorut berwarna merah.
HSA langsung dibawa menuju mobil tahanan berwarna hijau yang sudah diparkir di depan kantor Kejari Gorut.
Kepala Seksi (Kasi) Intelejen Kejari Gorut, Eddie Soedradjat menegaskan, bahwa berdasarkan alat bukti yang cukup sebagaimana diatur dalam Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Tim Penyidik juga melakukan penahanan terhadap tersangka HSA. “HSA bakal ditahan di RUTAN selama 20 hari kedepan terhitung mulai tanggal 01 Nopember 2023 dengan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Negeri Gorontalo Utara Nomor : 1115 tanggal 01 Nopember 2023,”tegas Edy.
Lebih lanjut Edy menjelskan, kronologi penahanan dilakukan oleh Tim Penyidik sebagai upaya untuk mencegah agar tersangka tidak melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana serta segera mempercepat proses penyelesaian perkaranya.
Ditambahkan Eddie, penyimpangan Dana Desa yang diduga dilakukan oleh tersangka HSA berdasarkan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (LHPKKN) oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Gorontalo diperoleh Kerugian Negara sejumlah Rp. 195.8 Juta.
Adapun tersangka HSA oleh Penyidik disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun penjara dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1 Miliar, serta melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 Tahundan/atau denda paling sedikit Rp50. Juta dan paling banyak Rp1.miliar.
“Sda beberapa hal indikasi penyalahgunaan dana desa seperti kelebihan pembayaran pembangunan Rumah Mahyani tahun anggaran 2020/2021.
Kemudian juga ada penanganan Covid-19 tahun 2020, intinya semua digunakan keperluan pribadi .
Ada laporan masyarakat di Gorut kita mulai penyelidikan tahun 2021, 2022 baru dilakukan perhitungan 20 Oktober LHP. “Jadi dalam provinsi itu
“Intinya Dana desa itu sebagian digunakan untuk keperluan pribadi dan ada sejumlah indikasi penyalahgunaan dana desa seperti kelebihan pembayaran pembangunan Rumah Mahyani tahun anggaran 2020/2021.
Kemudian juga ada penanganan Covid-19 tahun 2020, intinya semua digunakan keperluan pribadi. Ada laporan masyarakat di Gorut kita mulai penyelidikan tahun 2021, 2022 baru dilakukan perhitungan 20 Oktober LHP. (abk/roy)
Comment