Oleh:
Eka Nurdiyanto
Penuaan petani menjadi salah satu isu strategis yangdihadapi sektor pertanian di Provinsi Gorontalo. Isu ini ditandai dengan terus meningkatnya rata-rata umur petani tanpa dibarengi dengan adanya regenerasi yang sepadan.Semakinmeningkatnya rata-rata umur petani di Provinsi Gorontalo salah satunya disebabkan karena semakin sedikitnya pemuda yang tertarik untuk bekerja di sektor pertanian. Kondisi ini tercermin dari data Sakernas yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Gorontalo, persentase pemuda (15-29 tahun) yang bekerja di sektor pertanian pada tahun 2021 mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan kondisi 9 tahun yang lalu. Pada tahun 2012, persentase pemuda yang bekerja di sektor pertanian mencapai 25,44 persen dari seluruh penduduk yang bekerja di sektor pertanian, sedangkan pada tahun 2021 hanya sebesar 18,56 persen. Kondisi ini menunjukan semakin rendahnya pemuda Gorontalo yang tertarik bekerja di sektor pertanian.
Kondisi yang berkebalikan terlihat pada kelompok petani tua, persentase petani yang berumur 45 tahun ke atas pada tahun 2021 tercatat meningkat cukup signifikan dibandingkan tahun 2012. Persentase petani yang berumur 45 tahun ke atas pada tahun 2021 tercatat meningkat 12,85 persen dibandingkan tahun 2012, yaitu 35,66 persen pada tahun 2012 menjadi 48,51 persen pada tahun 2021. Lebih ironis lagi justru terlihat pada kelompok umur lansia (60 tahun ke atas). Dalam kurun waktu 9 tahun, persentase petani yang berumur 60 tahun ke atas meningkat dari 9,06 persen pada tahun 2012 menjadi 16,32 persen pada tahun 2021. Artinya, dari 100 orang petani di Provinsi Gorontalo pada tahun 2021, sekitar 16 orang diantaranya adalah petani yang berumur 60 tahun ke atas (lansia). Kondisi ini cukup mengkhawatirkan mengingat pada usia tersebut seharusnya digunakan untuk menikmati masa pensiun dan hari tua tetapi justru masih banyak yang harus bekerja sebagai petani.
Fenomena semakin menuanya petani (aging farmer) dan semakin menurunnya minat tenaga kerja muda di sektor pertanian tersebut tentu sangat mengkhawatirkan dan merupakan ancaman terhadap ketahanan pangan, mengingat sumber daya manusia pertanian mempunyai peran penting dalam keberhasilan pembangunan di sektor pertanian itu sendiri.Banyak faktor yang bisa diidentifikasi menjadi penyebab menurunnya minat pemuda untuk bekerja di sektor pertanian. Adanya persepsi pemuda yang menganggap citra sektor pertanian sebagai pekerjaan yang kurang bergengsi dan kurang bisa memberikan imbalan yang memadai menjadi salah satu alasan pemuda enggan bekerja di sektor pertanian.
Cara pandang pemuda di era perkembangan masyarakat postmodern seperti saat ini juga telah berubah. Bagi pemuda di wilayah perdesaan, sektor pertanian semakin kehilangan daya tarik. Mereka menganggap bekerja di sektor pertanian kurang menjanjikan secara ekonomi dan memiliki banyak resiko. Di sisi lain, perkembangan teknologi digital yang pesat juga ikut menggeser persepsi pemuda terhadap sektor pertanian. Sebagain besar pemuda mengharapkan penghasilan yang stabil dan cepat dari pekerjaan selain di sektor pertanian. Lebih ironis lagi, bagi keluarga pertanian saat ini kebanyakan orang tuanya justru tidak menginginkan anak-anak mereka bekerja sebagai petani sebagaimana pekerjaan mereka saat ini.
Tak bisa dipungkiri, sektor pertanian masih menjadi sektor utama penopang perekonomian dan penciptaan kesempatan kerja di Provinsi Gorontalo. Kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB Provinsi Gorontalo pada tahun 2022 berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Gorontalo tercatat menempati urutan pertama dengan kontribusi sebesar 37,99 persen. Sektor pertanian juga tercatat menjadi sektor tertinggi kedua dalam penciptaan sumber pertumbuhan ekonomi Provinsi Gorontalo pada tahun 2022 (y-o-y), yaitu sebesar 0,84 persen dari total pertumbuhan ekonomi sebesar 4,04 persen.
Pada aspek penciptaan kesempatan kerja, sektor pertanian pada tahun 2022 juga tercatat masih menjadi sektor tertinggi dalam penciptaan kesempatan kerja di Provinsi Gorontalo. Berdasarkan data hasil Sakernas (Survei Angkatan Kerja Nasional) Agustus 2022 yang telah dirilis oleh BPS Provinsi Gorontalo, sektor pertanian tercatat mampu menyerap sebesar 33,26 persen (204,3 ribu orang) dari seluruh penduduk yang bekerja. Data tersebut memberikan gambaran bahwa hampir sepertiga penduduk yang bekerja di Provinsi Gorontalo masih menggantungkan hidupnya di sektor pertanian. Kondisi ini menunjukan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang memegang peran penting dalam perekonomian maupun penciptaan kesempatan kerja di Provinsi Gorontalo.
Peran strategis sektor pertanian di Provinsi Gorontalo juga tertuang dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2020-2024 sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2020. Dalam RPJMN 2020-2024, Provinsi Gorontalo telah ditetapkan menjadi salah satu provinsi sentra produksi pangan di Sulawesi. Penetapan Provinsi Gorontalo sebagai sentra produksi pangan di Sulawesi memberikan konsekuensi bahwa sektor pertanian harus diwarnai dengan optimalisasi hasil produksi pertanian. Berbagai langkah dan upaya strategis harus dilakukan, baik dari sisi pemerintah maupun pelaku usaha pertanian guna mengoptimalkan kinerja dan produktivitas sektor pertanian Gorontalo, termasuk dalam menjawab isu strategis yang ada di sektor pertanian Gorontalo.
Isu penuaan petani ini merupakan satu dari berbagai isu strategis yang dihadapi sektor pertanian Gorontalo. Krisis petani muda dan dominannya petani tua memiliki konsekuensi terhadap pembangunan sektor pertanian khususnya terhadap produktifitas pertanian, daya saing pasar, kapasitas ekonomi perdesaan, dan lebih lanjut hal itu akan mengancam ketahanan pangan dan keberlanjutan sektor pertanian di Provinsi Gorontalo.Perencanaan dan perumusan kebijakan untuk menarik minat pemuda ke sektor pertanian perlu dilakukan dengan cermat dan tepat. Data yang akurat menjadi salah satu kunci penting yang harus dimiliki. Badan Pusat Statistik sedang menyelenggarakan Sensus Pertanian yang ke-7 pada tanggal 1 Juni hingga 31 Juli 2023 di seluruh Indonesia termasuk di Provinsi Gorontalo.
Sensus pertanian dilaksanakan setiap 10 tahun sekali. Sensus ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan rekomendasi Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO). Sensus Pertanian 2023 (ST2023) didesain agar mampu memberikan gambaran komprehensif terkait kondisi pertanian di Indonesia hingga wilayah terkecil.Informasi mengenai struktur pertanian, potensi pertanian, pertanian perkotaan, hingga geospasial statistik pertanian akan dihasilkan dari sensus pertanian ini. Dengan tersedianya data yang akurat dan lengkap, maka pemerintah daerah dan pelaku usaha pertanian bisa menyusun perencanaan dan kebijakan yang tepat untuk dapat menarik minat pemuda bekerja di sektor pertanian sehingga isu penuaan petani di Provinsi Gorontalo dapat teratasi. (*)
Penulis adalah Statistisi pada Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo










Discussion about this post