Gorontalopost.id – Warga lingkungan dua, Kelurahan Tilihuwa, Kecamatan Limboto, mengeluhkan adanya kandang ayam dikomplek rumah mereka. Pasalnya, akibat keberadaan kandang tersebut, masyarakat merasa resah, bahkan ada sejumlah anak yang meninggal akibat types dan disinyalir penyakit itu berasal dari lalat yang bertebaran dari kandang ayam.
Udin Usman, salah seorang warga dekat dengan kandang, mengaku dirinya tidak pernah menandatangani izin pembuatan kandang ayam, melainkan izin tanda tangan atas persetujuan tanah tersebut, karena tanah itu masih milik keluarga mereka.
“Watiya ja satuju, paralu po kaluari londo kambungu, karena musim panen, watiya tahemo mamate lango pak. (Kami tak setuju, kalau perlu keluar dari lokasi tersebut, karena kalau sudah masuk waktu panen, saya sendiri yang sering mematikan lalat Pak),” ungkap Yudin.
Hal yang sama juga dikeluhkan oleh Yulinda Hasan selaku penjualan gorengan yang berada tepat berhadapan dengan kandang. Dirinya mengaku jualannya tak laku jika musim panen datang.
“Sekarang saja belum masuk waktu panen, tetapi bisa bapak ibu liat bagaimana lalatnya. Apalagi masuk waktu panen dan musim hujan, bukan saja lalat, tapi baunya sangat menyengat dan pastinya kami selaku pedagang rugi,” jelas Yulindah. Ia berharap, agar tak lagi beroperasi kandang ayam tersebut, kalau boleh ke luar dari itu atau ada usaha lain, jangan kandang ayam,” ketusnya.
Sama sepertii kedua warga tersebut, Kiayi Mohamad Ricky Ibrahim, pemilik Pondok Pesantren Syeikh Abdul Qodir Al Jailani, yang berhadapan dengan kandang ayam mengaku, sangat terganggu dengan kondisi ini. Sejak 2005 memang sudah ada operasi dikandang tersebut. Hanya saja saat dikeluhkan berhenti dan pemilik menjualnya kepada orang lain. Tidak berlangsung lama usaha itu kembali tutup dan baru beberapa tahun ini, sudah kembali memproduksi, yang mengakibatkan kerugian bukan saja pada warga, tetapi pada pondok pesantren.
“Kasihan para santri kalau makan harus kurung dalam kamar, karena kalau makan di meja makan tak bisa, karena penuh dengan lalat. Begitu juga kopi, ketika terlambat diminum, setengah itu sudah terisi lalat,” ungkap kiayi.
Ia menambahkan, persoalan ini sudah selalu dikeluhkan ke pemerintah desa tetapi sayangnya tidak pernah direspon.
“Kami sudah laporkan tiap kepala desa berganti selalu kami laporkan, tetapi tidak pernah direspon. Kami ingin tidak ada lagi proses produksi dilokasi tersebut, atau ganti usahanya, karena selama ini tak ada izin. Bahkan kami ditakut-takuti oleh salah seorang suami yang punya kandang ayam, dengan mengatakan jika isterinya adalah seorang Jaksa,” tandasnya.
Secara terpisah, dua pemilik kandang ayam yakni Iyam Rahman dan Sarief mengaku mempunyai izin. Dan selama ini baik warga dan juga kiayi tidak pernah komplain sampai baru-baru ini ada surat masuk ke kelurahan mempersoalkannya.
“Selama ini warga dengan saya komunikasinya baik, dan saya ada izin, karena saya tak mau membeli tanah dan usaha tersebut dari pemilik pertama jik tidak ada izinnya,” ungkap Iyam.
Dirinya juga mengaku, jika selama ini tidak pernah bertemu dengan kiyai pemilik pesantren. Jika memang ada masalah, ada baiknya datang bertemu dengan dirinya langsung, karena usaha itu miliknya. Ditanyakan terkait suaminya yang mengaku isterinya seorang Jaksa, ditepis oleh Iyam. Menurutnya, itu adalah mantan suaminya yang memang saat itu masih dipekerjakan untuk mengurus kandang.
“Saya sudah lama pisah dan statusnya hanya dipekerjakan dan memang ia dekat dengan kiyai dan masyarakat sekitar. Bahkan dia sering salat di masjidnya Kiyai,” tandasnya.
Terkait dengan lalat dan bau busuk tersebut, memang saat itu mereka tidak sempat menyemprot.
“Tetapi untuk obat semprot dan pembasmi lalat itu ada, tetapi kemarin mereka tidak minta dan kondisinya juga saya tidak tahu saat itu,” pungkasnya.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Syarief, pemilik kandang satunya lagi. Menurutnya, dirinya menyerahkan sepenuhnya pada pemerintah setempat untuk melakukan mediasi.
“Saya sudah terima laporan dari pak lurah dan saya menunggu saja, jika akan dilakukan pertemuan untuk mencari solusinya, tetapi sejauh ini pengelola kandang dengan masyarakat sekitar dan pak kiyai itu baik, karena saya datang ke lokasi tersebut nanti sabtu dan minggu saja. Selebihnya ada orang yang mengurus kandang saya,” jelasnya.
Soal ijin, dirinya mengaku sudah punya ijin karena itu ijin kolektif perusahaan.
“Setahu saya ada izinnya, karena itu diurus kolektif oleh pihak perusahaan,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Desa Tilihuwa, Jefri Jahidi mengaku, persoalan ini memang sudah diaspirasikan dan pihaknya juga akan melakukan upaya mencari solusi untuk semuanya.
“Rencananya Senin ini akan ada pertemuan antara pengelola dan warga yang keberatan dan semoga akan ada solusi terbaik,” harapnya. (Wie)










Discussion about this post