Gorontalopost.id – Demo penolakan terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja, yang berlangsung di Bundaran Saronde, Selasa (28/2/2023) nyaris bentrok.
Pantauan Gorontalo Post, saat pelaksanaan demo, massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Liga Mahasiswa Indonesia Untuk Demokrasi Eksekutif Wilayah Kota Gorontalo, melakukan pembakaran ban. Hal tersebut turut dikhawatirkan, karena dekat dengan pertamina. Tak hanya itu saja, massa aksi dalam kesempatan itu, menyampaikan sejumlah tuntutan mereka. Diantaranya, meminta pemerintah untuk menghentikan segala pembahasan terkait PERPPU Cipta Kerja, mendesak Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat untuk mencabut Perppu Cipta Kerja beserta aturan turunnya, serta meminta Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat menghormati putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020. Massa aksi mengatakan, Perppu Cipta Kerja secara pasti mengancam kesejahteraan petani, nelayan, maupun perempuan di wilayah desa dan pelosok negeri.
Usai menyampaikan tuntutan mereka, sekitar pukul 18.15 Wita, aparat Kepolisian kemudian secara humanis, meminta agar aksi unjuk rasa bisa dihentikan, mengingat waktu telah menjelang malam hari. Namun hal ini membuat masa aksi menolak, sehingga terjadi adu mulut antara aparat Kepolisian beserta massa aksi. Kapolresta Gorontalo Kota, Kombes Pol. Dr. Ade Permana,S.I.K,M.H beserta Kasat Reskrim, Kompol Leonardo Widharta,S.I.K yang turun langsung dalam pengamanan tersebut, turut meredakan massa aksi, sehingga membuat massa aksi akhirnya membubarkan diri.
Ketua Liga Mahasiswa Indonesia Untuk Demokrasi (LMID), Hadrian Abjul mengatakan, pihaknya akan terus memperjuang apa yang seharuhnya menjadi hak masyrakat.
“Sepanjang perjuangan rakyat belum bisa diterima dan ditindaklanjuti oleh Presiden dan DPR RI, maka selama itu pula perlawanan rakyat melawan UU Cipta Kerja akan terus kami lakukan,” kata Ketua LMID ketika diwawancara.
Sementara itu, Kabag Ops Polresta Gorontalo Kota, Kompol Suharjo,S.E menyampaikan, pihaknya terpaksa membubarkan massa aksi karena persoalan waktu, di mana massa aksi masih bertahan di lokasi, padahal sudah mau menjelang malam hari.
“Kami kasih waktu satu jam, itu sudah lebih dari cukup. Kami lakukan secara humanis untuk membubarkan massa aksi, namun malah mendapatkan penolakan. Jadi, jika cara humanis nggak mau, ya kami pun terpaksa akan menggunakan tindakan tegas tanpa harus melakukan kekerasan. Tapi alhamdulillah setelah ada penyampaikan dari Pak Kapolresta dan sejumlah pihak lainnya, massa aksi kemudian membubarkan diri dengan tertib,” pungkasnya. (TR-76)










Discussion about this post