Gorontalopost.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyayangkan ada upaya untuk menghambat pembahasan dan pengesahan perubahan APBD 2022 Kabupaten Gorontalo. KPK menilai harusnya itu tidak terjadi mengingat perubahan APBD dibutuhkan untuk membiayai penyelenggaraan roda pemerintahan dan pelayanan publik.
Penegasan itu disampaikan Direktur Wilayah IV Divisi Koordinasi dan Supervisi KPK, Elly Kusumastuti, dalam rapat koordinasi terkait pengesahan rancangan Peraturan Daerah APBD-P 2022 dan APBD 2023 Kabupaten Gorontalo di kantor KPK, Jakarta, Jumat (14/10) kemarin.
“Kami sudah mendengar APBD-P tahun 2022 sudah disahkan. Tetapi ada pihak-pihak yang menyampaikan belum sah. Karena ada 16 orang Anggota DPRD yang walkout dan kami menyayangkan hal tersebut,” ujarnya.
Elly mengatakan, KPK menyayangkan kondisi ini karena APBD-P memiliki konsekuensi dengan pembiayaan roda pemerintahan dan pelayanan publik. Jika pengesahan APBD-P mengalami keterlambatan maka hal itu akan berdampak pada keterlambatan pembiayaan daerah.
“Jika ada keterlambatan dalam pengesahan APBD-P, maka otomatis akan terlambat penggajian pegawai, penggajian honorer dan kegiatan lain untuk kepentingan pelayanan publik lainnya. Kasihan sekali,” tambah Elly.
Olehnya, Elly mengajak semua yang hadir dalam rapat koordinasi kemarin agar merenungkan dampak yang ditimbulkan dari kekisruhan dalam pengesahan APBD-P.
“Mari kita pikirkan bersama-sama, jangan sampai ini terjadi di Kabupaten Gorontalo tercinta. Pastinya anggota DPRD yang mewakili rakyat ingin memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat Kabupaten Gorontalo,” harap Elly.
Lebih jauh Elly mengatakan, KPK tidak akan mengambil keputusan menyangkut persoalan legalitas rapat paripurna yang diwarnai aksi walkout 16 anggota DPRD. Yang disebut-sebut membuat rapat paripurna tidak kuorum. Menyangkut masalah ini, KPK menyerahkan sepenuhnya kepada Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri untuk melakukan kajian.
“Jika Dirjen Otda menyampaikan qourum tidak ada masalah maka semua pihak harus menerima. Tapi jika Dirjen Otda menyampaikan quorum rapat bermasalah, maka Pemerintah Daerah diizinkan membuat peraturan kepala daerah (Perkada),” tambahnya.
Sementara itu, Bupati Gorontalo Nelson Pomalingo yang menghadiri rapat tersebut menyampaikan terima kasih kepada KPK yang telah memberikan arahan berkaitan polemik pengesahan APBD-P 2022.
“Ini juga luar biasa. Karena apa yang disampaikan KPK untuk kepentingan rakyat. Jangan sampai menuruti egoisme karena hal kecil, kepentingan rakyat terlantar,” ungkap Nelson.
Nelson juga menyampaikan kebanggaannya dengan KPK yang memberikan perhatian dan kepedulian terhadap polemik pengesahan APBD-P Kabupaten Gorontalo.
“Bayangkan orang Jakarta dalam hal ini KPK justru memikirkan rakyat Kabupaten Gorontalo. Justru kita yang ada di Gorontalo seakan-akan mempersoalkan hal-hal yang tak substansial,” tandasnya.
Sekretaris Daerah Roni Sampir memastikan materil APBD-P tahun 2022 dan APBD 2023 tidak bermasalah. Oleh karena itu, pihaknya akan menunggu hasil evaluasi Gubernur terhadap perubahan APBD. “Memang ada ketentuan, jika APBD-P tidak direstui, kita merujuk pada perkada dan APBD induk, tetapi sekali lagi di PP 12 walaupun dikembalikan ke APBD induk masih bisa melampaui anggaran induk, apabila dianggap perlu, seperti ada kegiatan mendesak, kegiatan wajib, bencana dan mendesak,” jelas Roni.
Sekretaris Badan Keuangan Kabupaten Gorontalo Yanto Manan menambahkan, seluruh tahapan APBD sudah diakui oleh KPK dan Kemendagri. Bahwa tak ada yang keliru.
“Kalau mengacu pada Permendagri nomor 9 tahun 2021 tentang tata cara evaluasi soal quorum dan tidak quorum itu tidak ada kaitannya sama sekali, bahkan kami sudah melakukan koordinasi dengan pemerintah provinsi dan diakui jika pemerintah provinsi sementara melakukan evaluasi,” tandas Yanto.
Sementara itu pelapor Banggar DPRD Kabupaten Gorontalo Ali Polapa mengatakan, saran dan penegasan KPK dalam rapat koordinasi ini harus dipahami sebagai upaya KPK untuk memfasilitasi. KPK tidak akan mencampuri kewenangan Pemerintah Provinsi Gorontalo dan Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri dalam mengevaluasi APBD.
“Jika kami ingin meminta fatwa yang lebih kuat, maka hal itu dapat dilakukan ke Dirjen Otda Kemendagri dan Alhmadulillah Dirjen Otda punya prinsip yang sama,” ungkap Ali.
Sementara itu Wakil Ketua DPRD Kabupaten Gorontalo dari fraksi Golkar lrwan Dai mengatakan tiga fraksi yang melakukan walkout masih berkeyakinan pengesahan APBD-P cacat hukum. “Jadi produk hukum dari RAPBD menjadi Perda APBD-P lahir dari proses hukum yang cacat,” tandas Irwan. (Wie)











Discussion about this post