Gorontalopost.id – Senin (29/8) kemarin, kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Gorontalo Utara (Gorut) didatangi sekelompok pengunjuk rasa yang menuntut agar pokok pikiran (pokir) DPRD dihilangkan dan juga terkait dengan anggaran pembangunan jalan di Kecamatan Ponelo Kepulauan.
Awalnya pengunjuk rasa tersebut diterima di pelataran parkir depan kantor DPRD oleh Wakil Ketua 1, Roni Imran dan Ketua Fraksi Golkar, Lukum Diko. Setelah beberapa saat, kemudian para pengunjuk rasa tersebut bersama para aleg melanjutkan di ruang rapat lantai 2.
Hadir pada dialog antara pengunjuk rasa dengan DPRD Gorut tersebut selain Roni Imran dan Lukum Diko, Ketua Komisi 3, Ariyati Polapa dan Sekertaris Komisi 2, Ridwan R. Arbie.
Pada kesempatan tersebut Roni mengapresiasi kepada mahasiswa yang telah mengingatkan Anggota DPRD yang mungkin lupa atau tidak terlalu menseriusi kegiatan-kegiatan Pemerintah yang pada ujungnya adalah yang dimanfaatkan masyarakat. “Kami mencatat yang disampaikan ada Jalan Ponelo, Puskesmas Kwandang, Pokir, termasuk material yang ada di depan rumah dinas ketua DPRD” ungkapnya.
Yang pertama persoalan jalan ponelo kata Roni, dari tahun ke tahun diberi anggaran dan panjang jalan ponelo itu dari titik Tihengo sampai dengan Desa Malambe itu mencapai 11 KM. “Dan itu membutuhkan anggaran Rp. 35 Milyar, tapi yang diintervensi beberapa tahun terakhir ini, 800 meter yang anggarannya juga tidak terlalu besar, yang pertama hanya Rp. 2,3 Milyar, tahun kemarin kita coba anggarkan sampai dengan kantor camat dengan anggaran Rp. 7,1 Milyar menggunakan bentuk perencanaan sebelum nya” tegasnya.
Selanjutnya terkait dengan Pokir tentang pembangunan di negara ini adalah pendekatan secara politik yang berdasarkan janji politik bupati. “Itu harus masuk dan harus diwujudkan, karena bupati itu dipilih masyarakat karena visi misinya, itu harus pendekatan secara politik” kata Roni.
Secara teknis, ini harus dibangun tanpa aspirasi, kemudian ada pemangku kepentingan, ada undang-undang atau regulasi dari atas kegiatan harus jalan untuk kebutuhan masyarakat melalui peraturan itu. Ada dua jalur melalui musrembang desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, sampai nasional. Dan yang kedua itu melalui aspirasi yang selalu kami lakukan kunjungan itu berdasarkan peraturan perundangan-undangan ada namanya reses. “Untuk jual beli proyek kalau saya melihat terus terang DPRD tidak punya asal mulanya perusahaan, kami hanya menitipkan kepada seluruh OPD ada pekerjaan-pekerjaan yang mudah yang tidak ditender itu untuk kontraktor lokal. Kalau ditender itu pasti ada kontraktor luar” ujarnya.
Sementara itu, dari pantauan awak media ini, para pengunjuk rasa tersebut membubarkan diri di Rumah Dinas Bupati Gorut setelah magrib, namun sebelumnya di Dinas Pendidikan mereka terinformasi masih dijamu makan oleh Kepala Dinas. (abk)












Discussion about this post