Oleh:
Muhammad Shofwat Syauqi
Hendro Binsar Sirait
Pertanian sebagai sektor perekonomian utama berkontribusi hampir 40% terhadap perekonomian Gorontalo dengan jagung sebagai komoditas utama pertanian.
Sejak tahun 2022 bantuan benih jagung dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat serta alokasi pupuk bersubsidi dipangkas. Ditambah dengan adanya himbauan untuk tidak menanam jagung di lahan dengan kemiringan tertentu, tentu target produksi jagung 2022 sebesar 819 ribu ton(RKPD Provinsi Gorontalo 2022 sesuai Pergub No. 29 Tahun 2021)merupakan target yang realistis. Sebuah angka yangmenurun hampir 50% dari capaian produksi jagung 2021.
Apabila tidak terdapat kebijakan atau tindakan lebih lanjutdalam rangka menjaga produksi jagung, perekonomian Gorontalo terancam mengalami perlambatan pemulihanekonomi sepanjang tahun 2022. Terlebih capaian pertumbuhan sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan pada triwulan I 2022 hanya mencapai 0,91%(yoy). Sebuah angka yang perlu dijadikan evaluasi lebih lanjut.
Salah satu hal yang perlu diperhatikanagar produksi jagung tidak turun lebih dalam yaitu melalui peningkatan produktivitas jagung Gorontalo. Produktivitas jagung Gorontalo rata-rata selama lima tahun terakhir mencapi 4,67 Ton/Ha, di bawah rata-rata nasional sebesar 5,47 Ton/Ha. NSLIC/NSELRED (2018) menemukan bahwa rendahnya produktivitas jagung di Gorontalo disebabkan oleh minimnya pengetahuan petani terhadap praktik-praktik pertanian yang baik (Good Agricultural Practices) dan terbatasnya akses petani terhadap sarana produksi (saprodi) yang berkualitas.Sehingga kebijakan peningkatan produktivitas dapat dilakukan melalui peningkatan kapasitas petani dan penyediaan sarana produksi yang berkualitas.
Tentu, mengandalkan fiskal dalam rangka penyediaan bantuan benih kepada petani juga bukan kebijakan yang sustainable dan kurang bijaksana. Alokasi fiskal masih dibutuhkan untuk agenda dan prioritas pembangunan lain yang perlu diperhatikan seperti penurunan tingkat kemiskinan dan peningkatan kualitas pendidikan, dua indikator sosial yang menjadi pekerjaan rumah di Gorontalo mengingat capaiannya yang masih berada di bawah rata-rata nasional.
Salah satu hal yang dapat dilakukan dalam penyediaan saprodi yang berkualitas yaitu mendorong penyaluran kredit perbankan ke sektor pertanian.Walaupun merupakan sektor perekonomian utama, penyaluran kredit pertanian di Gorontalo hanya mencapai 11% dari total penyaluran kredit. Masih relatif rendahnya penyaluran tersebut disinyalir disebabkan oleh faktor kualitas kredit pertanian yang masih tergolong berisiko sehingga mengakibatkan perbankan berpikir panjang untuk menyalurkan pendanaannya ke sektor ini. Berdasarkan data dari Laporan Bank Umum (LBU) yang diolah, rasio kredit bermasalah (NPL) untuk sektor pertanian di Gorontalo masihdi atas 5%, melebih ambang batas (threshold) kewajaran yang ditentukan otoritas yaitu sebesar 5%.
Padahal, dilihat dari prospek bisnis, terdapat beberapa perusahaan pengumpul jagung pipilan di Gorontalo sebagai off taker hasil jagung yang diperoleh langsung dari petani. Perusahaan-perusahaan tersebut sebagian besar memperoleh bahan baku dari hasil panen perkebunan rakyat yang berbasis UMKM. Prakiraan nilai perdagangan (ekspor domestik) komoditas jagung dan produk turunannya yang tercatat pada data lalu lintas Balai Karantina Pertanian Kelas II Provinsi Gorontalo juga meningkat sebesar 20,75%(yoy) pada 2021 (prakiraan nilai ekspor 2021 sebesar Rp 1,6 Triliun).
Tentunya, berbagai pihak perlu bersinergi dalam menekan risiko pembiayaan di sektor pertanian sehingga perbankan merasa percaya diri untuk menyalurkan kredit ke sektor tersebut. Salah satunya yaitumelalui pembinaan dan pendampingan kepada UMKM oleh instansi terkait sehingga pembiayaan yang diperoleh dapat dimanfaatkan dengan baik untuk kegiatan usaha sehingga debt repayment capacity membaik dan risiko kredit bermasalah semakin berkurang. Selain itu, korporatisasi UMKM melalui pembentukan kelompok atau badan usaha menjadi salah satu kunci untuk meningkatkan kapasitas UMKM sehingga akses pasar terbuka lebih luas dan akhirnya aksesibilitas terhadap pembiayaan membaik.
Pemerintah bekerjasama dengan otoritas terkait dan industri perbankan telah berupaya untuk memfasilitasi industri/sektor usaha dari skala mikro dan kecil. Selain kredit UMKM, terdapat fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dapat menyasar UMKM dan skala mikro yang feasible namun belum bankable dengan suku bunga relatif rendah yaitu 7%. Berdasarkan data dari Kanwil DJPb Gorontalo, penyaluran KUR di Gorontalo hingga triwulan I 2022 sudah mencapai Rp165 Miliar, khusus untuk sektor pertanian sebesar Rp59 Miliar atau pangsa 35,6% dari total KUR yang disalurkan. Capaian ini tumbuh dari tahun sebelumnya sebesar 3,93%.Adapun KUR di Gorontalo disalurkantidak hanya terbatas oleh perbankan Himbara. BPD dan perbankan swasta juga telah terlibat sehingga masyarakat khususnya usaha kecil/mikro dapat memanfaatkan fasilitas ini untuk meningkatkan kualitas permodalan demi perluasan kegiatan usaha.
Bank Indonesia juga menangkap pentingnya pengembangan dan pembiayaan UMKM, Bank Indonesia menerapkan kebijakan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) sesuai PBI Nomor 24/3/PBI/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 23/13/PBI/2021 tentang RPIM bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah. Kebijakan RPIM diharapkan dapat memperluas modalitas pembiayaan inklusif oleh Bank kepada UMKM, misalnya tidak hanya melalui pembiayaan secara langsung, tetapi juga melalui pembiayaan rantai pasok, skema channeling dan executing, dan pembelian surat berharga pembiayaan inklusif selama komitmen atau penggunaan dananya adalah untuk pengembangan UMKM, Korporasi UMKM, dan Perorangan Berpenghasilan Rendah. Penyempurnaan Peraturan RPIM diharapkan dapat mendorong supply pembiayaan inklusif oleh Bank dengan tetap memerhatikan keunikan model bisnis dan strategi pembiayaan yang dimiliki oleh Bank. Dalam menetapkan penyempurnaan peraturan yang dilakukan, Bank menetapkan target RPIM sesuai dengan asesmen internal yang dilakukannya dengan catatan bahwa target RPIM yang ditetapkan harus meningkat dibandingkan capaian RPIM tahun sebelumnya. Bagi Bank dengan RPIM mencapai 30% atau lebih pada posisi akhir Desember tahun sebelumnya, maka target RPIM yang ditetapkan paling sedikit sebesar pemenuhan RPIM posisi akhir bulan Desember tahun sebelumnya. Dengan aturan tersebut, perbankan didorong untuk terus meningkatkan proporsi penyaluran pembiayaan ke UMKM setiap tahunnya. Sehingga ke depan, dengan alokasi likuiditas untuk UMKM yang semakin ample, kinerja UMKM diharapkan dapat membaik dan mendorong perekonomian secara keseluruhan.
Dengan potensi likuiditas untuk UMKM yang semakin besar ke depan, penyaluran kredit UMKM khususnya sektor pertanian yang masih berbasis UMKM perlu dilirik oleh perbankan di Gorontalo karena selain dari prospek bisnis yang baik seperti pada komoditas jagung, tentunya perbankan jugaakan terlibat lebih aktif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Gorontalo.
Bagaimana perbankan Gorontalo, terdorongkah berkontribusi lebih lanjut mendorong pembiayaansektor pertanian danmengakselerasi perekonomian Gorontalo?. (*)
Penulis adalah Ekonom Yunior KPw Bank Indonesia Gorontalo dan Ekonom KPw Bank Indonesia Gorontalo. Opini merupakan pendapat pribadi, tidak mencerminkan pendapat institusi.










Discussion about this post