logo gorontalo post
  • METROPOLIS
  • PERISTIWA
  • EKONOMI BISNIS
  • SPORTIVO
  • KORAN DIGITAL
No Result
View All Result
Logo gorontalo post
  • METROPOLIS
  • PERISTIWA
  • EKONOMI BISNIS
  • SPORTIVO
  • KORAN DIGITAL
No Result
View All Result
logo gorontalo post
No Result
View All Result
Pemkot Gorontalo
Home Persepsi

LKPJ Kepala Daerah Dalam Resonansi Pengaturan

Jitro Paputungan by Jitro Paputungan
Tuesday, 14 June 2022
in Persepsi
0
Sanksi Administrasi dan Pemakzulan Dalam RLPPD

Yusran Lapananda

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke Whatsapp

Related Post

Gorontalo, Jangan “Lari” di Tempat

Guru Pejuang di Gorontalo

Senggol-Senggolan di Pemerintahan

Subjektivitas Penilaian Hasil Capaian Kinerja ASN: Kelalaian atau Sentimen ? 

 Oleh :
Yusran  Lapananda


Kini, salah satu kebijakan dalam pelaporan dan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah LKPJ (Laporan Keterangan Pertanggungjawaban). Selain itu laporan dan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah lainnya adalah LPPD (Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah), RLLPD (Ringkasan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah), dan EPPD (Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah).

Kebijakan saat ini, LKPJ dimaknai sebagai laporan yang disampaikan oleh Pemerintah Daerah kepada DPRD yang memuat hasil penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menyangkut pertanggungjawaban kinerja yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah selama 1 (satu) tahun anggaran.

Berbeda dengan kebijakan LKPJ sebelumnya. Saat ini LKPJ hanyalah kebijakan nonsens atau tidak berarti. Mengapa demikian?, hal ini disebabkan oleh tak adanya sanksi dalam kebijakan LKPJ. Tak ada sanksi kepada Kepala Daerah manakala terlambat menyampaikan LKPJ kepada DPRD. Tak ada sanksi jika DPRD terlambat memulai pembahasan setelah LKPJ diterima, dan tak ada sanksi kepada DPRD jika DPRD melewati batas waktu pembahasan 30 (tiga puluh) hari dan terlambat atau tidak mengambil Keputusan.

LKPJ menjadi kebijakan nonsens oleh karena rekomendasi DPRD akan menjadi tumpukan dokumen, tidak digunakan oleh Pemerintah Daerah hingga tak dibaca dan tak dikaji oleh Perangkat Daerah. Apalagi penyampaian, pembahasan dan penyerahan LKPJ sudah melewati batas waktu sehingga rekomendasinya sudah usang dan tak bernilai lagi. Namun demikian, LKPJ bukanlah kebijakan akal-akalan. Kebijakan LKPJ adalah kebijakan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun resonansinya berbeda dari kebijakan LKPJ sebelumnya.

LKPJ bukan lagi ajang menerima atau menolak hingga memberhentikan Kepala Daerah. Namun LKPJ menjadi ajang adu argumentasi yang tak bertepi dan tak ada gunanya. LKPJ hanyalah ajang tukar menukar kepentingan hingga menjadi ajang transaksi dan pemufakatan kepentingan kini dan akan datang.

Akhir dari LKPJ hanyalah rekomendasi DPRD kepada Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) yang harus ditindaklanjut melalui penyusunan perencanaan dan anggaran pada tahun berjalan dan tahun berikutnya, serta penyusunan Perda, Perkada, dan/atau kebijakan strategis kepala daerah. Benarkah?.

LKPJ Diera Pemilihan Kepala Daerah Oleh DPRD

Di era tahun 2000 hingga 2007 kebijakan LKPJ diatur dalam PP Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah. LKPJ diera itu dimaknai sebagai Pertanggungjawaban Akhir Tahun Anggaran yang merupakan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD atas penyelenggaraan pemerintahan daerah selama satu tahun anggaran yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dalam bentuk perhitungan APBD berikut penilaian kinerja berdasarkan tolok ukur Renstra.

Resonansi kebijakan LKPJ dirasa dan terasa oleh publik pada umumnya akibat dari kebijakan LKPJ saat itu merupakan kebijakan menolak dan menerima pertanggungjawaban Kepala Daerah hingga memberhentikan Kepala Daerah. Kebijakan menolak dan menerima akibat pemaknaan atas frasa Pasal 2 ayat (1) PP Nomor 108 Tahun 2000, “Dalam menjalankan tugas dan kewajiban sebagai Kepala Daerah, Gubernur, Bupati, dan Walikota bertanggung jawab kepada DPRD”. Mengapa demikian, saat itu Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dipilih dengan cara pemilihan melalui proses seluruhnya dilaksanakan oleh DPRD berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerinmtahan Daerah, sehingga pertanggungjawaban Kepala Daerah sepenuhnya kepada DPRD.

Walapun demikian, Pemerintah mengklaim LKPJ Kepala Daerah kepada DPRD hanyalah bersifat laporan pelaksanaan tugas (progress report) dan bukan merupakan wahana untuk menjatuhkan Kepala Daerah, akan tetapi sebagai wahana untuk penilaian dan perbaikan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. LKPJ tidak semata-mata dimaksudkan sebagai upaya untuk menemukan kelemahan pelaksanaan pemerintahan daerah melainkan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, produktivitas dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan daerah serta fungsi pengawasan DPRD terhadap jalannya pemerintahan.

Kala itu, LKPJ dibacakan oleh Kepala Daerah di depan Sidang Paripurna DPRD, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. Dokumen LKPJ yang telah dibacakan oleh Kepala Daerah, kemudian diserahkan kepada DPRD, selanjutnya dilakukan penilaian. Penilaian oleh DPRD atas LKPJ paling lambat selesai 1 (satu) bulan setelah dokumen LKPJ diserahkan. Apabila sampai dengan 1 (satu) bulan sejak penyerahan dokumen, penilaian DPRD belum dapat diselesaikan, LKPJ dianggap diterima.

LKPJ dapat ditolak apabila terdapat perbedaan yang nyata antara rencana dengan realisasi APBD yang merupakan penyimpangan yang alasannya tidak dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan tolok ukur Renstra. Penilaian LKPJ dilaksanakan dalam Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD. Penolakan DPRD dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir dan mencakup seluruh Fraksi.

Apabila LKPJ ditolak, Kepala Daerah harus melengkapi dan/atau menyempurnakan dalam waktu paling lambat 30 hari. Apabila Kepala Daerah tidak melengkapi atau menyempurnakan dokumen LKPJ dalam jangka waktu paling lama 30 hari, DPRD dapat mengusulkan pemberhentian kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi Gubernur, kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi Bupati/Walikota.

LKPJ Diera Pemilihan Langsung Kepala Daerah

LKPJ diera Pemilihan Langsung Kepala Daerah berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diatur didalam PP Nomor 3 Tahun 2007 tanggal 4 Januari 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan.  PP Nomor 3 Tahun 2007 pada tanggal 13 Maret 2019 digantikan dengan PP Nomor 13 Tahun 2019 tentang Laporan dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dengan peraturan pelaksanaannya Permendagri Nomor 18 Tahun 2020 tanggal 27 Maret 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2019 tentang Laporan dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Perubahan mendasar dalam kebijakan LKPJ diera pemilihan langsung kepala daerah, hubungan kerja Kepala Daerah dengan DPRD mengalami perubahan signifikan dibandingkan ketika Kepala Daerah dipilih DPRD dan bertanggungjawab kepada DPRD. Pemilihan langsung kepala daerah telah menyebabkan adanya kesetaraan dan kemitraan hubungan antara kepala daerah yang menjalankan fungsi eksekutif dengan DPRD yang menjalankan fungsi legislatif dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah. Kondisi tersebut menjadi landasan terbentuknya hubungan checks and balances yang lebih seimbang antara kepala daerah dengan DPRD. Dari hubungan tersebut maka kepala daerah berkewajiban menyampaikan LKPJ kepada DPRD. Sehingga berimplikasi pada LKPJ bukan lagi soal diterima atau ditolak hingga pemberhentian Kepala Daerah.

Substansi perubahan pengaturan LKPJ lainnya menurut PP Nomor 3 Tahun 2007 dan PP Nomor 13 Tahun 2019 pada pemaknaan, jika dalam PP Nomor 3 Tahun 2007 LKPJ terdiri dari LKPJ Akhir Tahun Anggaran dan LKPJ Akhir Masa Jabatan. Selain itu, perbedaan lainnya menurut PP Nomor 3 Tahun 2007 LKPJ disusun berdasarkan RKPD yang merupakan penjabaran tahunan RPJMD dengan berpedoman pada RPJPD.

Sedangkan menurut PP Nomor 13 Tahun 2019 baik LKPJ Akhir Tahun Anggaran dan LKPJ Akhir Masa Jabatan dihapus dan diganti dengan LKPJ sebagai laporan yang disampaikan oleh Pemerintah Daerah kepada DPRD yang memuat hasil penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menyangkut pertanggungjawaban kinerja yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah selama 1 (satu) tahun anggaran. Selain itu, terdapat perbedaan atas muatan atau ruang lingkup LKPJ menurut PP Nomor 3 Tahun 2007 dan PP Nomor 13 Tahun 2019.

Penyampaian, Pembahasan dan Pengambilan Keputusan

Persoalan krusial dalam kebijakan LKPJ saat ini bukan pada soal menerima atau menolak LKPJ hingga memberhentikan Kepala Daerah, namun persoalan utama dalam kebijakan LKPJ saat ini, pada jangka waktu penyampaian dan pembahasan dan terutama pada batas waktu pengambilan keputusan dan penyerahan rekomendasi DPRD atas LKPJ Kepala Daerah.

Sesungguhnya yang diinginkan adalah perlunya rumusan secara detail dan rumusan yang jelas atas batas waktu mulainya pembahasaan dan jangka waktu pembahasan dan rumusan batas waktu pengambilan keputusan dan penyerahan hasil pembahasan berupa rekomendasi kepada Kepala Daerah.

Kurangnya rumusan, singkat dan sederhananya rumusan soal batas waktu mulainya pembahasaannya dan jangka waktu pembahasan serta rumusan batas waktu pengambilan keputusan dan penyerahan hasil pembahasan berupa rekomendasi kepada Kepala Daerah menimbulkan kekacauan dalam penafsiran dan pelaksanaannya serta menimbulkan sejuta tanya dan membuka ruang perdebatan pada ruang publik.

Perumus kebijakan penyampaian dan pembahasan LKPJ tidak memperhatikan dan mempertimbangkan pengguna dan penafsir kebijakan ini. Pengguna dan penafsir kebijakan ini adalah para anggota DPRD dan para pejabat pada pemerintahan daerah yang minim kemampuan dalam menafsir peraturan perundang-undangan. Para pihak, antara DPRD dan Pemerintah Daerah adalah pihak-pihak yang kadangkala saling beririsan dan bersinggungan dalam berbagai kepentingan dan dalam pengambilan keputusan/kebijakan, sehingga perumus kebijakan melanggar asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 dan asas materi muatan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 6 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan beserta perubahannya, yakni kejelasan tujuan; kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; dapat dilaksanakan; kedayagunaan dan kehasilgunaan; kejelasan rumusan; pengayoman, ketertiban dan kepastian hukum, dan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Rumusan soal batas waktu penyampaian, mulainya pembahasaan dan jangka waktu pembahasan dirumuskan secara sederhana diatur dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 20 PP Nomor 13 Tahun 2019 jo Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 19 Permendagri 18 Tahun 2020, sebagai berikut: (a). Kepala Daerah menyampaikan LKPJ kepada DPRD dalam rapat paripurna yang dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir, yang berarti paling lambat 30 atau 31 Maret; (b). Paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah LKPJ diterima, DPRD harus melakukan pembahasan LKPJ dengan memperhatikan:capaian kinerja program dan kegiatan; dan pelaksanaan Peraturan Daerah dan/atau Peraturan Kepala Daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah, yang berarti paling lambat tanggal 1 Mei sudah mulai dibahas;

(c). Berdasarkan hasil pembahasan LKPJ, DPRD memberikan atau menerbitkan rekomendasi sebagai bahan dalam: penyusunan perencanaan pada tahun berjalan dan tahun berikutnya, penyusunan anggaran pada tahun berjalan dan tahun berikutnya; dan penyusunan Perda, Perkada, dan/atau kebijakan strategis kepala daerah, yang paling lambat tanggal 30 Mei pengambilan keputusan dilakukan; (d). Rekomendasi DPRD terhadap LKPJ provinsi, disampaikan oleh DPRD kepada Gubernur dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal Otonomi Daerah, dan rekomendasi DPRD terhadap LKPJ Kabupaten/Kota, disampaikan oleh DPRD kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal Otonomi Daerah dan Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat; (e). Hasil rekomendasi, ditindaklanjuti oleh kepala daerah.

Kelemahan, kekuarangan dan ketidaksempurnaan dari rumusan diatas, antara lain: (a). Tak ada sanksi keterlambatan penyampaian oleh Kepala Daerah jika melewati batas waktu paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir kepada Kepala Daerah; (b). Tak ada sanksi kepada DPRD jika melewati 30 hari pembahasan setelah diterima dan tidak mengambil keputusan dengan melahirkan rekomendasi; (c). Tak ada penjelasan bentuk rekomendasi yang disampaikan DPRD kepada kepala daerah, berupa catatan-catatan strategis yang berisikan saran, masukan dan/atau koreksi atas LKPJ; (d). tak ada ketentuan jangka waktu pembahasan dan batas waktu pengambilan keputusan.

Rumusan soal batas waktu penyampaian, mulainya pembahasaan dan jangka waktu pembahasan dirumuskan secara sederhana dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 20 PP Nomor 13 Tahun 2019 jo Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 20 Permendagri 18 Tahun 2020 menimbulkan kekacauan memaknainya. Dan rumusan batas waktu pengambilan keputusan dan penyerahan hasil pembahasan berupa rekomendasi DPRD kepada Kepala Daerah tidak dirumuskan sama sekali, termasuk jika batas waktu pembahasan melebihi waktu 30 (tiga puluh) hari maka langkah apa yang akan ditempuh.

Adapun rumusan yang diajukan sebagai bagian dari revisi khusus kebijakan LKPJ dalam PP Nomor 13 Tahun 2019 dan Permendagri 18 Tahun 2020, antara lain: (a). Ketentuan waktu LKPJ frasa diserahkan bukan frasa disampaikan kepada DPRD paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir, diperjelas; (b). Ketentuan waktu dimulainya LKPJ disampaikan oleh kepala daerah dalam rapat paripurna DPRD, diperjelas; (c). Ketentuan waktu LKPJ dibahas oleh DPRD secara internal (pembahasan yang dilakukan oleh panitia yang dibentuk oleh DPRD) sesuai dengan tata tertib DPRD, diperjelas; (d).

Ketentuan waktu berdasarkan hasil pembahasan DPRD menetapkan Keputusan DPRD, diperjelas; (e). Ketentuan waktu Keputusan DPRD disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah LKPJ diterima, diperjelas; (f). Ketentuan waktu pengambilan Keputusan DPRD disampaikan kepada Kepala Daerah dalam rapat paripurna yang bersifat istimewa sebagai rekomendasi kepada Kepala Daerah untuk perbaikan penyelenggaraan pemerintahan daerah ke depan; (g) Penjelasan atas rekomendasi yang disampaikan DPRD kepada kepala daerah, berupa catatan-catatan strategis yang berisikan saran, masukan dan/atau koreksi atas LKPJ; (h). Ketentuan apabila LKPJ tidak ditanggapi dalam jangka waktu 30 hari setelah LKPJ diterima, maka dianggap tidak ada rekomendasi untuk penyempurnaan, diperjelas; (i). Diaturnya sanksi keterlambatan penyampaian oleh Kepala Daerah jika melewati batas waktu paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir kepada Kepala Daerah; dan (j). Diaturnya sanksi kepada DPRD jika melewati 30 hari pembahasan setelah diterima dan tidak mengambil keputusan.

Dari uraian diatas, dapat dipahami dan dimaknai bahwa semestinya rumusan frasa penyerahan LKPJ dan frasa penyampaian LKPJ dibedakan, rumusan soal waktu penyerahan dan penyampaian, pembahasan dan pengambilan keputusan LKPJ dan implikasi dari tidak dibahas atau batas waktu melewati batas penyampaian, pembahasan dan pengambilan keputusan disempurnakan melalui revisi atas kebijakan LKPJ yang diatur dalam PP Nomor 13 Tahun 2019 dan Permendagri Nomor 18 Tahun 2020. Selain itu, terdapat rumusan-rumusan kebijakan LKPJ yang kurang memadai dan kurang menjelaskan kebijakan LKPJ sehingga harus dirumuskan kembali dan disempurnakan agar tidak menimbulkan kekacauan bagi para pengambil keputusan di daerah baik pihak DPRD maupun pemerintah daerah (Kepala Daerah dan perangkat daerah).(*)

Penulis adalah Penulis Buku Perjalanan Dinas Undercover

Tags: LKPJpemdayusran lapananda

Related Posts

Basri Amin

Gorontalo, Jangan “Lari” di Tempat

Monday, 1 December 2025
M. Rezki Daud

Guru Pejuang di Gorontalo

Wednesday, 26 November 2025
Rohmansyah Djafar, SH., MH

Subjektivitas Penilaian Hasil Capaian Kinerja ASN: Kelalaian atau Sentimen ? 

Monday, 24 November 2025
Basri Amin

Senggol-Senggolan di Pemerintahan

Monday, 24 November 2025
Pariwisata Gorontalo: Potensi Ekonomi, Ancaman Ekologis, dan Risiko Greenwashing Tourism

Pariwisata Gorontalo: Potensi Ekonomi, Ancaman Ekologis, dan Risiko Greenwashing Tourism

Friday, 21 November 2025
Basri Amin

Pemimpin “Perahu” di Sulawesi

Monday, 17 November 2025
Next Post
Nelayan Bonebol Bisa Ekspor Ikan

Nelayan Bonebol Bisa Ekspor Ikan

Discussion about this post

Rekomendasi

Personel Samsat saat memberikan pelayanan pengurusan pajak di Mall Gorontalo.

Pengurusan Pajak Kendaraan Bisa Dilakukan di Mall Gorontalo

Monday, 1 December 2025
Personel Satuan Lalu Lintas Polresta Gorontalo Kota mengamankan beberapa motor balap liar, Ahad (30/11). (F. Natharahman/ Gorontalo Post)

Balap Liar Resahkan Masyarakat, Satu Pengendara Kecelakaan, Polisi Amankan 10 Unit Kendaraan

Monday, 1 December 2025
Anggota DPRRI Rusli Habibie bersam Wagub Gorontalo Idah Syahidah RH. (Foto: dok pribadi/fb)

Rusli Habibie Ajak Sukseskan Gorontalo Half Marathon 2025, Beri Efek ke UMKM

Friday, 28 November 2025
ILustrasi

Dandes Dataran Hijau Diduga Diselewengkan, Dugaan Pengadaan SHS Fiktif, Kejari Segera Tetapkan Tersangka

Monday, 13 January 2025

Pos Populer

  • Rita Bambang, S.Si

    Kapus Sipatana Ancam Lapor Polisi

    13 shares
    Share 5 Tweet 3
  • Senggol-Senggolan di Pemerintahan

    13 shares
    Share 5 Tweet 3
  • Ruang Inap Full, RS Multazam Bantah Tolak Pasien BPJS

    13 shares
    Share 5 Tweet 3
  • GHM 2025, Gusnar Nonaktifkan Kadispora

    13 shares
    Share 5 Tweet 3
  • Dugaan Persetubuhan Anak Dibawah Umur, Oknum ASN Gorut Dibui

    13 shares
    Share 5 Tweet 3
Gorontalopost.co.id

Gorontalo Post adalah Media Cetak pertama dan terbesar di Gorontalo, Indonesia, yang mulai terbit perdana pada 1 Mei 2000 yang beral...

Baca Selengkapnya»

Kategori

  • Boalemo
  • Bone Bolango
  • Disway
  • Ekonomi Bisnis
  • Gorontalo Utara
  • Headline
  • Kab Gorontalo
  • Kota Gorontalo
  • Kriminal
  • Metropolis
  • Nasional
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Pendidikan
  • Persepsi
  • Pohuwato
  • Politik
  • Provinsi Gorontalo

Menu

  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Disclaimer
  • Privacy Policy

© 2025 PT. Gorontalo Cemerlang - Gorontalo Post by Div-TI.

No Result
View All Result
  • METROPOLIS
  • PERISTIWA
  • EKONOMI BISNIS
  • SPORTIVO
  • KORAN DIGITAL

© 2025 PT. Gorontalo Cemerlang - Gorontalo Post by Div-TI.