Gorontalopost.id – Memasuki tahun ajaran baru, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) bakal memberlakukan kurikulum baru. Kurikum ala Menteri Nadiem Makarim ini baru sebatas diuji cobakan, artinya tidak semua sekolah wajib menerapkanya.
Mendikbudristek Nadiem Makarim mengatakan kurikulum tersebut akan diuji terlebih dahulu kepada Sekolah Penggerak. Setelah itu, baru diberikan kepada sekolah lainnya.
“Jadinya dengan Sekolah Penggerak itu, kami transparan, ini adalah proses prototype. Ini dilaksanakan dalam sekolah penggerak dan akan mendapat umpan balik baru kita menawarkan ke sekolah lain yang mungkin ingin bergabung,” ungkapnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi X DPR RI, baru-baru ini.
Ia pun mengatakan tidak ada yang dirahasiakan dari kurikulum baru yang menurutnya disederhanakan dan disempurnakan tersebut. Yang pasti untuk menjalankan kurikulum baru, ini perlu dilakukan ujicoba.
“Jadi itu yang kita dapat di lapangan, mencoba mendapat masukan dari sekolah penggerak kita, apa feedback dari mereka, pengalaman mereka dari penyempurnaan kurikulum itu,” imbuhnya.
Kata dia, penerapan di Sekolah Penggerak menjadi modal awal transformasi pendidikan dari segi kurikulum. Pemberian kurikulum yang disederhanakan dan disempurnakan bagian dari strategi peningkatan kualitas pendidikan.
“Itu cara kita mengetes dan umpan balik dari penggunanya. Tidak ada rahasia bahwa prototype kurikulum yang kita tes. Kurikulum tidak akan dilihat, diamati, dievaluasi yang terpenting bukan dari kami Kemendikbud dari Komisi X, evaluasi terpenting datang dari guru dan kepala sekolah,” ucap Nadiem.
Dalam kurikulum baru ini, memungkinkan siswa lebih merdeka. Sebab, penjuran seperti yang selama ini berlaku di sekolah menengah atas (SMA), seperti jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), dam Bahasa, akan dihapus.
Siswa lebih bebas memilih matapelajaran apa yang diminati. Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Anindito, seperti dikutip Gorontalo Post dari tempo.co.id, menuturkan, kurikulum prototipe bakal mengedepankan pengembangan karakter dan kompetensi siswa.
Guna mewujudkan itu, kurikulum baru ini tidak ada lagi kotak jurusan ilmu sosial, alam, dan bahasa di jenjang SMA. Di kelas XI dan XII, menurutnya, siswa bebas memilih kombinasi mata pelajaran yang diminati, dan/atau yang mendukung cita-citanya.
“Siswa yang bercita-cita menjadi arsitek, misalnya, tak perlu ikut kelas biologi. Dalam hal ini, siswa punya kesempatan yang lebih luas guna mengembangkan minat dan bakatnya masing-masing,” kata Anindito.
Aturan mengenai kebebasan dalam memilih mata pelajaran ini lebih lanjut tertuang dalam Keputusan Mendikbud Ristek Nomor 162/M/2021 tentang Sekolah Penggerak. Di situ dijelaskan, khusus dalam kurikulum SMA, siswa yang duduk di kelas X akan mengikuti mata pelajaran seperti yang ada di SMP (mata pelajaran umum).
Namun, sekolah dapat juga menentukan pembagian muatan pelajaran IPA dan IPS pada kelas X tersebut. Ketika menginjak kelas XI, barulah siswa dapat menentukan mata pelajaran pilihannya sendiri, sesuai dengan minat dan bakatnya.
Dilansir dari kemdikbud.go.id, kurikulum prototipe merupakan lanjutan dari kurikulum masa khusus pandemi Covid-19 atau kurikulum darurat pada Agustus 2020. Sehingga kurikulum prototipe ini dirancang sebagai opsi kebijakan kurikulum dalam merespons pemulihan pembelajaran pada masa pandemi Covid-19.
Dengan begitu, sekolah dipersilahkan untuk menggunakan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan sekolah. Alias kurikulum prototipe dalam pelaksanaannya masih bersifat opsional.
“Kurikulum prototipe hanyalah sebagai tambahan aksi. Bagi satuan pendidikan yang tetap menerapkan kurikulum 2013, silakan. Sekolah yang sudah menggunakan kurikulum darurat juga silakan memilih, apakah akan tetap menerapkan kurikulum darurat atau kurikulum prototipe,” katanya.
Seperti diketahui kurikulum pendidikan di Indonesia telah berulang kali berubah, sejak kurikulum pertama pada 1947 yang masih meneruskan kurikulum Belanda dan kemudian diorientasikan pada kurikulum berasas Pancaila.
Selanjutnya, kurikulum tahun 1968 atau dikenal dengan kurikulum sekolah dasar, kurikulum ini menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran seperti kelompok pembinaan pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
Pada tahun 1984 diberlakukan kurikulum 1984 yang mengusung konsep cara belajar siswa aktif (CBSA). Selanjutnya pada 1994 kurikulum berlakukan konsep pengajaran satu arah dari guru ke murid. Pada tahun 2004 kurikulum berubah lagi, yang fokus pada kompetensi dan hasil belajar siswa.
Pemerintah kembali mengubah kurikulum pada 2006, dimana guru diberi kebebasan merencanakan pembelajaran sesuai lingkungan, kondisi siswa, dan sekolah. Terakhir, pada 2013, pemerintah membelarkakukan kurikulum 2013 dimana siswa dituntut kreatif dan inovatif. (tro/rb/t)













Discussion about this post