Stok Rica Surplus Tapi Harga Mahal

GORONTALO – GP – High level meeting tim pengendalian inflasi daerah (TPID) yang berlangsung di Bank Indonesia Gorontalo, Selasa (14/12) kemarin, menggambarkan kondisi inflasi di daerah. Data badan pusat statistik menyebutkan, terjadi penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan November 2021 senilai 106,14. Nilai itu lebih rendah dari IHK Oktober 2021 yang mencapai 106,52. “Pada bulan November 2021 Gorontalo mengalami deflasi sebesar -0,36 persen. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan bulan Oktober 2021 yang mengalami inflasi sebesar 0,55 persen,” ungkap Wakil Gubernur Gorontalo Idris Rahim saat memimpin High Level Meeting TPID Provinsi Gorontalo, kemarin.

Komoditi penyumbang deflasi terbesar adalah cabai rawit (rica,red) sebesar 0,3075. Disusul oleh bawang merah sebesar 0,0842 dan angkutan udara 0,0743. Memang menurut perhitungan BPS, november harga cabai rawit di Gorontalo mengalami penurunan drastis, bahkan sampai Rp 20 ribu per kg. Namun, kondisi berbeda pada Desember seperti saat ini, bahkan terkini harga cabai rawit di pasaran mencapai lebih dari Rp 100 ribu per kg. “Ini menjadi tugas kita bersama untuk menjaga kestabilan inflasi. Lakukan terus koordinasi, sinergitas, dan kolaborasi dalam menjaga ketersediaan stok, keterjangkauan harga, dan kelancaran distribusi utamanya jelang Natal 2021 dan tahun baru 2022,” tandas Idris.

Sementara itu, Dewi, salah satu pedagang rica di Kota Gorontalo kepada Gorontalo Post, baru-baru ini mengatakan, harga naik akibat banyaknya permintaan rica di akhir tahun dan stok yang ada tidak mampu menutupi kebutuhan. “Sekarang itu, selain kebutuhan di Gorontalo, banyak stok rica yang dikirim juga ke Manado. Karena disana permintaan tinggi, rica Gorontalo itu paling dicari,” katanya. Saat ini, ia mengaku hanya memperoleh stok rica sebanyak 20-30 kg saja, sementara biasanya sekali menyetok bisa mencapai 100 kg.

Data Dinas Pertanian Provinsi Gorontalo menyebutkan, untuk komiditi cabai yang kerap memicu inflasi, sebebarnya dari sisi pasokan sangat terpenuhi, bahkan surplus, sehingga harusnya tidak terjadi gejolak kenaikan harga di pasaran. Menurut Kadis Pertanian, Muljady Mario, saat ini kebutuhan cabai meningkat seiring dengan menghadapai hari besar keagamaan, terutama di Sulawesi Utara. Cabai ‘made in’ Gorontalo itu yang banyak dibawa ke Sulawesi Utara untuk memenuhi kebutuhan disana.

Ia menyebutkan, tidak ada larangan perdagangan lintas daerah. Bahkan selisih harga Rp 3 ribu per kilogram saja, rica Gorontalo pasti dikirim ke Manado, dan daerah lainya, seperti kalimantan dan Maluku. Berdasarkan data Dinas Pertanian Provinsi Gorontalo, luasan panen cabai pada bulan November mencapai 1.452 hektar. Rinciannya, di Pohuwato seluas 307 hektar, Boalemo 479 hektar, Gorontalo Utara 328 hektar, Bone Bolango 74 hektar, dan Kabupaten Gorontalo 264 hektar.

Sedangkan lahan yang akan dipanen pada bulan Desember 2021 seluas 1.339 hektar. “Dari luas lahan yang akan dipanen pada bulan Desember, diperkirakan produksinya mencapai 1.226 ton. Jika dibandingkan dengan kebutuhan cabai di Gorontalo yang hanya berkisar antara 600 hingga 700 ton, stok kita surplus,” pungkas Muljady.

Kepala Bank Indonesia Gorontalo, Budi Widihartanto mengatakan, potensi tekanan inflasi akhir tahun tetap perlu diwaspadai. Menurutnya, inflasi di Gorontalo sangat dipengaruhi oleh pergerakan komoditas valatile food, khususnya sangat bergantung pada realisasi komoditas cabai rawit. “Pergerakan inflasi di Gorontalo dalam empat periode terakhir, sangat dipengaruhi oleh komoditas cabai rawit, seiring dengan catatan inflasi/deflasi cabai rawit yang selalu berada di peringkat pertama inflasi/deflasi pada bulan berjalan, “terangnya.

Dalam mengatasi inflasi, diperlukan langkah 4K. Seperti ketersediaan pasokan, yakni dengan memastikan stok dan pasikan bahan pokok baik yang dikuasai pemerintah daerah, gudang distributor, pasar tradisional dan moderen, serta mengupayakan kerjasama antar daerah dalam sinergi pemenunuhan pasokan bahan pokok. Memastikan keterjangkauan harga, seperti melaksanakan pasar murah atau operasi pasar. Memastikan kelancaran distribusi, dimana kondisi pandemi Covid-19 tidak mengganggu jalur distribusi, serta melakukan komunikasi efektif termasuk kepada warga agar melakukan konsumsi secara wajar. (tro)

Comment