PUNCAK BOTU -GP- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Gorontalo sekarang ini sedang ‘sakit kepala’. Memikirkan RAPBD 2022. KUA-PPAS sudah disepakati bersama Deprov. Setiap OPD sudah mendapatkan plafon anggaran sementara.
Tapi saat sudah akan masuk pembahasan RAPBD 2022, datang kabar buruk dari Jakarta. Yang kabarnya diterima Senin (4/10) malam. Kabar itu berisi pesan ; dana transfer untuk Pemprov Gorontalo merosot. Jumlahnya tidak sedikit. Ada sekitar Rp 42 miliar.
Pemangkasan dana transfer itu dari dua sumber. Pertama, dana insentif daerah (DID). Dalam RAPBD 2022, Pemprov memproyeksikan kucuran DID sekitar Rp 39 miliar. Dalam menyusun proyeksi itu, Pemprov mengacu arahan Permendagri 27 tahun 2021 tentang pedoman penyusunan APBD 2022.
Permendagri itu memberikan arahan bahwa penyusunan APBD 2022 mengacu pada APBD 2021. Maka saat penyusunan RAPBD 2022, Pemprov menuliskan penerimaan DID pada 2022 sebesar Rp 39 miliar. Karena kucuran DID pada 2021 sejumlah itu.
Tapi yang terjadi rupanya tidak sesuai harapan. DID yang dikucurkan pemerintah pusat untuk Pemprov hanya sejumlah Rp 8 miliar. Ada Rp 31 miliar yang terpangkas.
Masih ada satu lagi sumber pemangkasan dana transfer.
Yaitu dari pengembalian pinjaman dana PEN sejumlah Rp 12 miliar. Anggaran itu sudah langsung dipotong oleh Kementerian Keuangan. “Kami dapat kabar semalam. Kabar yang kurang menggembirakan. Dana transfer turun,” ujar Sekda Provinsi Darda Daraba dalam rapat Banggar-TAPD, kemarin (5/10).
Dia mengungkapkan, Rp 42 miliar itu adalah pemangkasan dana transfer yang berpengaruh pada APBD Provinsi. Tapi ada juga pemangkasan yang tidak berpengaruh terhadap stabilitas APBD. Yaitu pemangkasan dana BOS reguler sebesar Rp 159 miliar.
Awalnya anggaran itu masih ditransfer ke Pemerintah Provinsi. Tapi mulai tahun depan sudah ditransfer ke kabupaten-kota. “Ada positifnya juga pengalihan transfer dana BOS ke Kabupaten-Kota. Jadi nanti mulai tahun depan, BPK tidak lagi akan mengaudit dana BOS ke Pemprov,” ujarnya.
Menanggapi kegalauan Pemprov ini sejumlah personil Banggar memberikan solusi untuk TAPD. Anggota Banggar Irwan Mamesah menyarankan Pemprov menaikkan target pendapatan asli daerah (PAD) untuk menutupi defisit tersebut.
Agar pemangkasan dana transfer ini tidak akan mempengaruhi pagu anggaran untuk OPD yang sudah disepakati dalam KUA-PPAS. “Naikkan target PAD dari Rp 443 miliar menjadi Rp 500 miliar. Kalau ini dilakukan maka defisit itu akan langsung tertutupi,” sarannya.
Tapi Sekda Darda Daraba menyatakan, menaikkan target PAD agak sulit. Karena permendagri 27 tahun 2021 tentang pedoman penyusunan APBD menggarikan penetapan target PAD harus mengikuti proyeksi pertumbuhan ekonomi. Dalam APBD 2022 Pemprov memproyeksi pertumbuhan ekonomi 7 persen. Sehingga kenaikan target PAD tidak boleh melewati 7 persen.
“Kalau seperti itu, maka tolong konsultasikan ulang ke Kemendagri. Apakah bisa menaikkan target PAD diatas 7 persen. Karena ini penting dilakukan untuk menutupi defisit yang ada,” timpal anggota Banggar AW Thalib.
Tapi kalaupun menaikkan target PAD diatas 7 persen sulit dilakukan, AW Thalib mengatakan, Pemprov masih bisa mengambil cara lain untuk menjaga stabilitas APBD. Yaitu dengan menggunakan anggaran dana SILPA untuk menutupi defisit.
“Kalau ini juga tidak bisa maka ada cara lain yang bisa ditempuh. Yiatu menaikkan pendapatan hibah dan mengurangi pengeluaran hibah,” ujarnya. “Saya berharap pemangkasan dana transfer ini jangan sampai berimbas pada rasionalisasi anggaran di OPD. Kasihan OPD itu sudah susah,” sambung AW Thalib.
Wakil Ketua Deprov Gorontalo, Kris Wartabone menambahkan, kalaupun TAPD harus merasionalisasi anggaran dalam mengimbangi pemangkasan dana transfer maka diharapkan tidak mengorbakan anggaran yang bersentuhan dengan program unggulan.
“Karena ini jadi APBD terakhir bagi Gubernur-Wakil Gubernur. Maka harus dimanfaatkan untuk mengejar penuntasan target RPJMD,” ujarnya. Wakil Ketua Deprov Awaludin Pauweni juga memberikan saran konkret.
Agar pemangkasan dana transfer sejumlah Rp 42 miliar tidak sampai mengorbankan anggaran OPD, maka TAPD bisa melakukan efisiensi terhadap beberapa komponen pembiayaan. Misalnya dana penyertaan modal,pemberian hibah, iuran BPJS, Bansos.
“Anggarannya mungkin bisa dicicil mengikuti kemampuan APBD,” jelasnya. Anggota Banggar La Ode Haimudin juga menawarkan solusi. Dia meminta Pemprov untuk sementara waktu mengabaikan dana penyertaan modal di bank Sulutgo sejumlah Rp 10 miliar.
“Kemudian bisa mengurangi anggaran untuk paket bantuan NKRI yang dianggarkan sekitar Rp 18 miliar untuk 90 ribu paket,” jelasnya. “Toh pengucuran tahun ini banyak juga terarah untuk warga yang tidak masuk dalam DTKS yang jumlahnya sekitar 50 ribu,” sarannya.
Anggota Banggar Meyke Camaru mengatakan, mengimbangi pemangkasan dana transfer, langkah yang bisa ditempuh TAPD dengan mengikuti arahan Dirjen bina keuangan daerah. Bahwa OPD yang selama ini tidak bekerja maksimal dan memberi dampak siginifikan terhadap optimalisasi pelayanan, maka anggarannya bisa dinihilkan. “Kecuali untuk belanja operasional,” jelasnya.
Di akhir pertemuan, Ketua Deprov Paris Jusuf yang memimpin rapat tersebut menyimpulkan, Banggar masih memberikan kesempatan kepada TAPD untuk mencari solusi terbaik menyikapi pemangkasan dana transfer.
“Nanti kita akan rapat kembali pada senin depan. Nanti di rapat itu kita akan dengar apa solusi yang akan diambil TAPD,” tandas Paris Jusuf. (rmb)













Discussion about this post