Oleh :
Delyuzar Ilahude
Banjir dan kekeringan, adalah masalah lingkungan yang hingga kini belum bisa diatasi sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo. Salah satu solusi yang ditawarkan Kementerian PUPR, adalah pembangunan waduk atau bendungan Bulango Ulu di Kabupaten Bone Bolango, yang sebenarnya sudah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2014-2019. Pembangunan Waduk Bulango Ulu, juga sudah masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) di Provinsi Gorontalo, yang ditargetkan rampung pada akhir 2023.
Sayangnya, pembangunan mega proyek senilai Rp 2,2triliun itu, hingga kini masih mengalami hambatan, meski proses pembangunannya telah dimulai sejak 2018, setelah melalui penelitian aspek tatanan geologi dan analisa dampak lingkungan.
Dari cetak biru perencanaannya, Waduk Bulango Ulu akan dibangun dengan membendung aliran Sungai Mongi’ilo, dengan lokasi tapak bendungan yang akan menggenangi Desa Mongi’ilo, Desa Owata, dan Desa Tulo’a, seluas lebih dari 6.000 hektar. Ada sekitar 1.900 jiwa warga Bulango Ulu, yang diperkirakan terdampak pembangunan waduk ini.
Tujuan pembangunan Waduk Bulango Ulu, selain untuk pengendalian banjir yang kerap dihadapi warga Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten dan Kota Gorontalo, juga berfungsi sebagai penyangga air tanah dangkal yang dapat melayani kebutuhan air bersih warga. Waduk Bulango Ulu ini juga diharapkan bisa menjadi destinasi wisata domestik, selain berfungsi sebagai pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
Penulis juga melihat bahwa rencana pembangunan waduk ini cukup efektif untuk penyediaan air irigasi. Jika sudah berfungsi, waduk ini menjadi salah satu dari 208 bendungan yang tersebar di seluruh Indonesia, dan bisa mendukung program ketahanan pangan.
Wilayah Gorontalo merupakan daerah tropis yang memiliki curah hujan yang relative tinggi, baik saat musim angin Monsoon Barat maupun Monsoon Timur. Jika tingginya intensitas curah hujan tidak dibendung, maka volume air akan terbuang percuma dan tak termanfaatkan, serta dapat mengakibatkan banjir yang merugikan masyarakat.
Sejauh ini, upaya percepatan pembangunan Waduk Bulango Ulu oleh Pemprov Gorontalo dilakukan oleh Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi II Gorontalo. Diantaranya, telah melakukan pertemuan dengan masyarakat yang terdampak pembangunan waduk, membahas dampak social ekonomi, maupun rencana relokasi, dan ganti rugi pembebasan tanah.
Pembebasan LahanBerlarut
Pemerintah Provinsi Gorontalo mengakui, proses pembebasan lahan yang berlarut menjadi factor penghambat pembangunan Waduk Bulango Ulu. Upaya pembebasan lahan juga rawan memicu konflik vertical antara pemerintah dan masyarakat. Tak sedikit penduduk desa yang memiliki keterikatan psikologis kuat dengan lingkungannya, menolak segala jenis perubahan dan pembangunan waduk Bulango Ulu. Keterikatan ini begitu kompleks, tak hanya soal tempat tinggal, dan mata pencaharian, tetapi juga berkaitan dengan nilai historis wilayah tersebut bagi warganya.
Konflik juga rawan muncul saat pemerintah bernegosiasi dengan para petani atau pemilik tanah yang terdampak pembangunan waduk. Diduga ada sejumlah oknum yang memanfaatkan momen negosiasi ini untuk kepentingan pribadi, dengan menaikkan biaya ganti rugi tanah. Meski mediasi memiliki beberapa keterbatasan, namun mediasi merupakan metode mitigasi konflik yang paling sesuai untuk membawa perubahan.
Kriteria masyarakat yang menerima ganti rugi dan santunan relokasi ditetapkan oleh Surat Keputusan Gubernur berdasarkan hasil verifikasi dan validasi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Namun, yang sering menjadi masalah di lapangan untuk kasus pembebasan tanah adalah pertimbangan besaran uang ganti rugi dan relokasi yang terkait dengan mata pencaharian warga terdampak di tempat yang baru. Boleh jadi, inilah yang menjadi masalah utama tersendatnya pembangunan Waduk Bulango Ulu dan pemerintah setempat harus memformulasikan solusi yang tepat. Meski demikian, April 2021, sebagian warga Kecamatan Bulango Ulu telah menerima pembayaran ganti rugi lahan pembangunan waduk. Bupati Bone Bolango, Hamim Pou juga memperingatkan warga bahwa dalam proses pembayarangan tirugi, tak boleh ada pungutan liar.
Jika tahapan pembebasan tanah di ketiga desa untuk waduk ini belum juga tuntas, dibutuhkan pendekatan demokratis dengan melihat kondisi social masyarakat yang terdampak. Tanpa pendekatan dan upaya mediasi yang tepat, maka kelanjutan pembangunan waduk yang bisa menjadi solusi masalah lingkungan di Gorontalo ini akan terhambat.
Pertimbangkan Badan Khusus Multi-Unsur
Jika upaya negosiasi dan mediasi dengan warga terdampak terus menemui jalan buntu, pemerintah setempat perlu mempertimbangkan pembentukan badan khusus melibatkan unsure pemerintah dan masyarakat. Badan khusus ini dapat mengkaji problematika yang muncul dalam proses pembangunan infrastruktur, hingga membahas tempat relokasi yang layak secara social dan ekonomi, bersama warga yang terdampak. Selain itu, badan ini juga bisa berperan sebagai instrumen pengawasan untuk memastikan pembayaran ganti rugi dan upaya pembebasan lahan berjalan sesuai koridor aturan. Selebihnya, strategi yang sama, tak terbatas pada proyek pembangunan waduk Bulango Ulu yang ditargetkan rampung pada 2023 mendatang, tetapi juga bisa dipertimbangkan dalam pembangunan infrastruktur strategis lainnya di Gorontalo. (*)
PenulisadalahAhliGeologi/PengamatLingkungan, sekaligusKetuaBidangLitbangLamahu.
Email: delyuzar.mgi@gmail.com











Discussion about this post