Oleh :
Fory Armin Naway
—-
Pada 23 Juli 2021 lalu , kita baru saja memperingati Hari Anak Nasional (HAN). Tentu dalam benak setiap orang pasti muncul pertanyaan, apa yang menjadi landasan dan alasan utama peringatan Hari Anak Nasional, serta apa yang telah dilakukan dan dimanifestasikan secara konkrit dalam kerangka memperingati Hari Anak Nasional tersebut. Pertanyaan ini mengandung makna dan jawaban secara substantif, bukan pada aspek yang lebih cenderung pada peringatan secara seremonial belaka.
Menurut sejarah, peringatan Hari Anak Nasional sebenarnya sudah tercetus sejak Kongres Wanita Indoensia (Kowani). Kowani sendiri tercetus sejak Kongres Perempuan Indonesia I pada 22 Desember 1928 atau 2 bulan setelah peristiwa Sumpah Pemuda. Kowani selanjutnya diresmikan menjadi sebuah organisasi perempuan satu-satunya di Indonesia pada tahun 1946. Salah satu isu penting yang mencuat dalam setiap sidang atau rapat-rapat KOWANI, adalah semangat untuk menggagas Hari Kanak-kanak Indonesia yang secara resmi ditetapkan dan tercetus pada Sidang Kowani tahun 1951. (tirto.id, 23/7/2019).
Pada 1952 manifestasi dari semangat penetapan Hari Kanak-Kanak Nasional ditindaklanjuti dengan kegiatan Pekan Kanak-Kanak yang dihadiri langsung oleh Presiden Soekarno di Istana Merdeka Jakarta. Pada 1959, pemerintah akhirnya menetapkan tanggal 1-3 Juni sebagai tanggal peringatan Hari Anak Indonesia yang bersamaan dengan rangkaian peringatan Hari Anak Internasional pada 1 Juni. (Historia.id/ 22/7/2018). Namun penetapan itu mengalami perubahan setelah Kowani mengusulkan agar peringatan Hari Kanak-Kanak Indonesia ditetapkan pada setiap tanggal 6 Juni. Usulan itu merujuk pada hari Ulang tahun Presiden Soekarno yang ketika itu dinilai selalu memberikan perhatian khusus pada anak-anak Indonesia, sekaligus tidak terpaut jauh dengan Hari Anak Internasional yang diperingati setiap 1 Juni.
Meski demikian, pada era pemerintahan Presiden Soeharto, peringatan Hari Kanak-Kanak Indonesia sempat beberapa kali mengalami perubahan, tidak melulu diperingati setiap tanggal 6 Juni atau bertepatan dengan Haul Bung Karno. Puncaknya pada 1984, Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor : 44/1984 bahwa Hari Anak Nasional diperingati setiap tanggal 23 Juli. Mengapa tanggal ini, hal itu diselaraskan dengan pengesahan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Anak pada 23 Juli 1979. Sejak saat itulah, HAN diperingati setiap tanggal 23 Juli hingga sekarang.
Dari rentetan sejarah dan dinamika peringatan Hari Anak Nasional tersebut di atas, menunjukkan bahwa, semangat dan komitmen mewujudkan perlindungan terhadap anak Indonesia sudah tercetus semenjak pergerakan kemerdekaan yang dipelopori oleh kaum perempuan di negeri ini. Hal itu sekaligus memberikan pesan penting, bahwa anak-anak sebagai generasi penerus bangsa harus mendapat perhatian khusus, karena di tangan anak-anak inilah, masa depan dan nasib bangsa ini dipertaruhkan. Artinya, jika proses pengasuhan, pendidikan dan penggemblengan anak-anak Indonesia gagal, maka masa depan bangsa ini juga terancam.
Itulah sebabnya, peringatan HAN dapat dimaknai sebagai bentuk dan wujud untuk membangkitkan kepedulian seluruh komponen bangsa terhadap perlindungan anak Indonesia agar tumbuh dan berkembang secara optimal. Sasaran utamanya adalah mendorong keluarga menjadi “Lembaga pertama dan utama” dalam memberikan perlindungan kepada anak sehingga kelak menghasilkan generasi penerus bangsa yang sehat, cerdas, ceria berakhlak mulia dan cinta tanah air.
Itulah hakekat peringatan HAN, yakni membangkitkan kesadaran kolektif seluruh keluarga Indonesia, tidak sekadar memberi perhatian pada kebutuhan sandang dan pangan anak-anaknya semata, tapi juga memperhatikan aspek-aspek lainnya yang terkait dengan pendidikan, kesehatan, psikologis, mental dan masa depan anak-anaknya. Termasuk di dalamnya melakukan perlindungan terhadap anak dari dampak buruk kehidupan sosial dan lingkungan sekitar yang tidak sehat bagi masa seorang anak.
Peran keluarga dengan demikian, menjadi instrumen penting yang menjadi rujukan seluruh elemen Indonesia yang darinya diharapkan akan lahir semangat dan komitmen perjuangan dan pengorbanan untuk mengasuh, membimbing dan mendidik anak-anaknya menjadi insan-inan yang sehat dan berkualitas. Keluarga yang berkualitas adalah embrio dari sebuah bangsa. Jika keluarga sukses mendidik anak-anaknya, maka negeri ini juga bakal menjadi negara besar yang berkualitas pula. Pemerintah dalam konteks ini hanya berperan sebagai fasilitator dan dinamisator yang diharapkan mampu memberikan sumbangsih keberhasilan setiap keluarga untuk memperbaiki kualitas kehidupan anak-anaknya agar tumbuh dan berkembang secara sehat dan berkualitas.
Bagaimanapun, semua berpulang kepada keluarga. Dunia yang pertama dikenal oleh seorang anak adalah lingkungan keluarga. Bahkan boleh disebut, karakter seorang anak, seorang remaja bahkan seorang dewasa sekalipun, menjadi potret dan cermin keluarganya secara menyeluruh. Sikap dan perilaku seseorang sebenarnya menjadi “indikator” penting untuk melihat ia berasal dari keluarga yang bagaimana. Karena “dari gejala Itulah dapat dilihat keaslian sumbernya berasal.
Dalam kerangka membangkitkan semangat dan komitmen mewujudkan anak Indonesia yang berkualitas, tidaklah berlebihan jika kita kembali merenung Puisi Kahlil Gibran yang sungguh penting untuk dimaknai oleh siapapun :
Anakmu bukanlah milikmu
Mereka adalah putra-putri sang hidup
Yang rindu akan dirinya sendiri
Mereka lahir lewat engkau
Tetapi bukan dari engkau
Mereka ada padamu, tetapi bukan milikmu
Berikanlah mereka kasih sayangmu
Namun jangan sodorokan pemikiranmu
Sebab pada mereka ada alam pikiran tersendiri
Patut kau berikan rumah bagi raganya
Namun tidak bagi jiwanya
Sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan
Yang tiada dapat kau kunjungi
Sekalipun dalam mimpimu
Engkau boleh berusaha menyerupai mereka
Namun jangan membuat mereka menyerupaimu
Sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur
Ataupun tenggelam ke masa lampau
Engkaulah busur asal anakmu
Anak panah hidup, melesat pergi
Sang pemanah membidik sasaran keabadian
Dia merentangkanmu dengan kuasa-Nya
Hingga anak panah itu melesat jauhdan cepat
Bersukacitalah dalam rentangan tangan Sang Pemanah
Sebab dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat
Sebagaimana dikasihi-Nya pula busur yang mantap
***
Penulis Adalah :
Dosen FIP UNG dan Bunda PAUD Kab. Gorontalo











Discussion about this post