GORONTALO -GP- Deprov Gorontalo dijadwalkan akan mengesahkan Ranperda pertanggungjawaban pelaksanaan APBD 2020, dalam rapat paripurna, Senin (19/7) hari ini. Kendati sudah akan disahkan, tapi sejumlah isu yang mencuat sejak Ranperda ini diusulkan ke Deprov, masih saja menjadi perbincangan di internal Deprov. Misalnya soal dana Sisa Lebih Penggunaan APBD (SILPA) 2020 yang mencapai Rp 134.277.084,37.
Anggota Deprov Gorontalo dari Fraksi Nasdem Amanat, Adhan Dambea mengatakan, SILPA menjadi salah satu isu besar dalam penggunaan APBD 2020. Karena angkanya yang mencapai Rp 134 miliar lebih atau paling tinggi dalam 10 tahun terakhir. “Yang paling menarik, SILPA yang besar ini terjadi saat situasi sedang tidak normal ( Pandemi Covid-19 berlangsung,red). Saat banyak rakyat sedang kesusahan. Karena ekonominya terhimpit akibat pandemi Covid-19. Harusnya dana APBD dibelanjakan maksimal untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Atau kebutuhan untuk penanganan pandemi Covid-19. Tapi yang terjadi anggaran malah banyak tersisa,” kata Adhan.
Menurut Adhan, munculnya dana SILPA yang besar pada 2020, cukup wajar jika memunculkan asumsi, spekulasi dan kecurigaan. Karena pada 2019 atau setahun sebelum pandemi Covid-19 berlangsung, justru dana SILPA hanya mencapai Rp 62.738.094,62. “Padahal pada 2019, kebutuhan untuk membiayai hal-hal yang urgen tidak sebanyak dan sebesar 2020. Tapi saat kebutuhan makin banyak, malah SILPA lebih besar ,” sambungnya.
Menurut Adhan, bila Pemprov benar-benar ingin menggunakan APBD sebagai stimulan untuk membantu rakyat khususnya dalam mengentaskan kemiskinan, dana APBD tidak akan tersisa sebanyak itu. Bisa digunakan untuk membantu program kabupaten-kota dalam mengentaskan kemiskinan. Sehingga Gorontalo bisa segera keluar dari lima besar daerah termiskin di Indonesia. “Coba kalau dana SILPA Rp 134 miliar ini dihibahkan ke kabupaten-kota untuk membantu program pengentasan kemiskinan, mungkin akan lebih bermanfaat. Satu daerah saja dapat Rp 20 miliar maka hanya butuh Rp 120 miliar. Tidak akan muncul SILPA sebanyak ini,” paparnya.
Adhan mengakui, model kebijakan anggaran seperti ini tak heran sampai membuat Mendagri sampai mengeluarkan teguran. Karena anggaran yang direfocusing untuk penangan Covid-19, justru tidak maksimal terserap. “Gorontalo itu termasuk 19 daerah yang mendapatkan teguran tertulis Mendagri berkaitan realisasi anggaran untuk penanganan Covid-19,” tambah Adhan. “Bahkan dalam LHP-nya BPK sempat menyoroti kebijakan anggaran yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat,” sambungnya.
Lebih jauh Adhan mengungkapkan, terkait dengan dana SILPA yang besar, dia mencurigai Pemprov sengaja mendesain ini agar nanti bisa digunakan dalam perubahan APBD 2021. “Patut diduga anggarannya akan digunakan untuk membiayai proyek-proyek fisik,” jelasnya. “Kenapa nanti di perubahan APBD, karena APBD 2022 itu masa jabatan Gubernur-Wakil Gubernur sudah akan berakhir Mei. Jadi APBD 2022 sebetulnya nantinya akan berada dibawah pengendalian kebijakan anggaran Plt Gubernur,” sambungnya.
Saat pengajuan Ranperda Perubahan APBD 2020, Gubernur Rusli Habibie sebetulnya sudah memberikan penjelasan soal dana SILPA yang mencapai Rp 134 miliar lebih. Menurut Gubernur, adanya dana SILPA karena kebijakan penghematan yang dilakukan oleh Pemprov pada 2020. Penghematan itu misalnya dari anggaran perjalanan dinas. Selain penghematan, pendapatan daerah juga mengalami kenaikan. Sehingga muncul dana SILPA sebesar Rp 134 miliar.
Sekretaris Fraksi Partai Golkar, Meyke Camaru, mengatakan, selain penjelasan lisan Gubernur, Pemprov juga sebetulnya sudah memberikan penjelasan tertulis yang di dalamnya memberikan uraian lengkap dan komprehensif terkait dana SILPA. Dan penjelasan tertulis itu sudah dikantongi oleh Badan Anggaran (Banggar) yang didalamnya merupakan representasi dari seluruh fraksi. “Penjelasannya sudah sangat lengkap. Jadi ini sebetulnya sudah clear di Banggar,” ungkapnya.
Lebih jauh, Meyke mengatakan, tidak perlu ada kecurigaan terkait kemunculan dana SILPA berikut pemanfaaatnya. Karena pemanfaatannya, pasti akan melalui pembahasan dan persetujuan oleh Deprov. “Tidak perlu ada kecurigaan yang berlebihan. Toh kebijakan anggaran yang akan diambil harus dibahas bersama dan disetujui oleh DPRD,” ujar Meyke Camaru. (rmb)












Discussion about this post