Bagian Pertama
Oleh :
Fory Armin Naway
Dosen FIP Universitas Negeri Gorontalo
Ketua TP-PKK Kab. Gorontalo
Jika merujuk pada penanggalan bulan Hijriyah, maka tanggal 1 Ramadhan 1442 bertepatan dengan tanggal 13 April 2021 M. Itu artinya, bulan suci Ramadhan yang dinanti-nanti oleh Umat Islam di seluruh dunia tinggal beberapa hari lagi. Sebagai bulan yang penuh rahmat, maghfirah dan pengampunan, bulan Suci Ramadhan menjadi momentum yang sangat penting dan sakral untuk lebih mendekatkan diri kepada Sang Khalik.
Dalam konteks Indonesia, kemeriahan menyambut dan memasuki bulan suci Ramadhan nampak lebih terasa. Demikian pula dengan sesudahnya, suasana kemeriahan pasca bulan suci Ramadhan dirayakan dengan berbagai tradisi yang bernuansa ke-Indonesiaan dan kedaerahan.
Salah satunya adalah tradisi Halal bi Halal yang dilaksanakan sebelum dan sesudah bulan Suci Ramadhan. Namun sayangnya, sejak 2020, halal bi halal yang menjadi tradisi unik di Indonesia ini, tidak semeriah dan se-semarak seperti tahun-tahun sebelumnya karena adanya Pandemi Covid-19 yang juga mendera Indonesia.
Meski demikian, pelaksanaan Halal-bi halal, baik sebelum dan pasca bulan Suci Ramadhan sebenarnya masih dapat disiasati dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan, menggunakan masker, menjaga jarak dan mengingat Halal-bi Halal sebagai agenda membersihkan hati, mensucikan jiwa, maka entri pointnya atau penekanannya, terletak pada kebesaran hati untuk saling memaafkan, saling mengikhlaskan di antara sesama ummat Islam. Halal bi halal dapat dipandang sebagai salah satu bagian dari manifestasi Hablun Minanas dalam kerangka memanifestasikan ibadah yang bersifat Hablun Minallah.
Pandemi Covid-19 yang tengah mendera Indonesia saat ini dengan begitu, bukan menjadi penghalang dalam menjalin dan merekatkan hubungan melalui halal- bi halal. Selain memperhatikan protokol kesehatan, juga terdapat wahana lainnya seperti media sosial (Medsos) dan wahana komunikasi lainnya untuk membangun komunikasi dan silaturahmi, saling memaafkan, saling mengikhlaskan agar tidak ada ruang dendam, iri-hati, dengki, hasut dan sebagainya yang menggejala di antara sesama muslim.
Di era Pandemi Covid-19 saat ini, alternatif lain untuk memanifestasikan semangat halal bi halal sungguh terbuka lebar, memaafkan tidak harus bertatap, tidak harus berjabat, tapi memaafkan, mengikhlaskan dan meluaskan jiwa yang sempit nan gersang, bisa saja terungkap melalui untaian kata di tengah kidung-kidung kesunyian malam yang syahdu sekalipun. Dunia maya, media sosial dan wahana lainnya, tidak hanya menjadi alternatif, tapi juga menjadi kurir yang baik mengantarkan pesan jiwa yang bersih nan luas untuk memberi maaf kepada kerabat, sahabat dan handaitaulan.
Dunia Medsos bisa saja menjadi wakil raga yang tak sempat bersua dan bertatap, baik melalui untaian kata-kata, lambaian tangan yang menjabat maupun senyum ramah yang yang tidak hanya ikhlas nan tulus tapi meluluhkan hati yang keras sekalipun. Hal itu sejalan dengan hakekat dan makna dari kata Halal bi halal itu sendiri yang berasal dari akar kata “Halla-Yahillu” yang berarti singgah, memecahkan, melepaskan, menguraikan, memaafkan.
Halal bi Halal sebenarnya merupakan kata lain dari silaturahmi. Hanya saja, silaturahmi bersifat universal, tidak mengenal batas dan waktu yang bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Sementara Halal-bi halal, lebih spesifik dilaksanakan untuk menyambut dan mengiringi kepergian bulan suci Ramadhan. Namun esensi dari keduanya adalah agenda membersihakan hati, meluaskan jiwa agar semakin lapang dan ikhlas dalam menerima segala hal yang menerpa diri dalam kehidupan ini, terutama yang terkait langsung dengan sebab-akibat adanya interaksi antar sesama manusia.
Hal yang sangat penting dan urgen dari halal bi halal dalam konteks antar personal atau individu, adalah mempererat persaudaraan, membangun kembali silaturahmi yang sempat terputus, merekatkan kembali hubungan yang sempat retak dan membersihkan noda yang sempat terpercik yang pernah mengotori interaksi sesama manusia.
Dalam konteks yang lebih luas, halal bi halal adalah instrumen penting untuk merajut persaudaraan sesama muslim (Ukhuwah Islamiah), membangun hubungan baik sebagai sesama warga bangsa (Ukhuwah Wathaniyyah) dan mempererat hubungan dengan sesama manusia (Ukhuwah Basyariyyah).
Itulah hebatnya semangat Halal bi Halal yang menajdi tradisi khas Indoensia yang tidak ditemukan di belahan dunia manapun. Halal bi halal telah menjadi instrumen penting untuk memantik terciptanya kelenturan dan egalitarian dengan 3 dimensi cakupan yang melingkupinya, yakni dimensi Ukhuwah Islamiah, interaksi kebangsaan dan relasi kemanusiaan yang elegan, lentur dan mencair.
Di tengah kehidupan yang sarat dengan individualisme, materialisme dan hedonisme yang mulai mendera kehidupan di negeri ini, halal bihalal menjadi wahana penting untuk merenung dan berbenah guna memaknai hakekat hidup dan kehidupan yang sesungguhnya. Di sisi yang lain Pandemi Covid-19 yang masih terus menghantui setiap gerak kehidupan ummat manusia, tidak semestinya menjadi penghambat untuk merajut kembali semangat dan komitmen silaturahmi dengan menghalalkan segala bentuk kesalahan, kekhilafan, melepaskan diri dari belenggu iri hati, dengki-dendam dan permusuhan yang menjadi sekat dan penghalang interaksi sesama manusia.
Hubungan antar sesama manusia (Hablun Minanas) sebelum menunaikan bulan suci Ramadhan dalam kerangka memperteguh, memperkuat dan memanifestasikan Hablun Minallah dapat dipandang sebagai ikhtiar menuju keparipurnaan ibadah ritual yang dilaksanakan sebulan penuh dan ditutup kembali dengan halal bi halal setelah bulan suci Ramadhan. Pada pencapaian itulah, predikat bahwa manusia kembali kepada fitrahnya melekat kuat ke dalam hakekat yang sesungguhnya. Selamat menyambut bulan suci Ramadhan 1442 H. (***)
Comment