Ramla Hartini , Disertasi Soal Mangrove, Prof. Winarni Tim Penguji

“Dr. Hartini!” Demikian Prof. Dr. Ir. Winarni D. Monoarfa, MS, Staf Ahli Menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI untuk pertama kalinya menyapa penyandang gelar doktor lingkungan hidup spesialis tata kelola hutan mangrove kepada Ramla Hartini Melo, usai sidang terbuka ujian doktor yang menguras tenaga.

Sebelumnya, Selasa, 19 Januari 2021, selama dua jam sejak 10.00 hingga 12.00 WIB, promovenda Ramha Hartini Melo, salah satu warga civitas academica UNG, dihujani pertanyaan oleh para maha guru pada sidang terbuka promosi doktor program studi lingkungan hidup Institut Pertanian Bogor/IPB. Sidang yang dipimpin Prof.Dr.Ir.Eriyatna ini melibatkan enam orang guru besar IPB sebagai penguji termasuk, mantan Sekda Provinsi Gorontalo, Prof. Winarni Monoarfa. Lima orang lainya, masing-masing: Prof.Dr.Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc.,F.Trop., Prof.Dr.Ir. Surjono Sutjahjo, Prof.Dr.Ir. Lina Karlinasari, Prof.Dr.Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng. Turut hadir dalam ruang sidang tersebut Rektor UNG, diwakili wakil rektor II Dr.Ir. Yuniarti Koniyo, MSi.

Disertasi promovenda yang bertajuk: “Rancang Bangun Sistem Pengelolaan Hutan Mangrove Berkelanjutan di Kecamatan Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara”mendapat apresiasi yang luar biasa dari sidang penguji. Setelah mengurai secara sistematis dan mengajukan dua pertanyaan mendasar, Prof. Winarni Monoarfa yang dipersilahkan sebagai penguji pembuka meminta promovenda Hartini untuk mereplikasi secara nasional model temuan tersebut. Saran atas disertasi yang mendapat dukungan dari sidang itu secara metodologis memang telah menempati posisi novelty pertama di IPB dengan basis ontologi hutan mangrove. “Selain novelty lainya pada level teori dan evidence,”ujar Prof. Dodik.

Promovenda Hartini melakukan pendekatan sistem dengan empat tahap metode yang mengintegrasikan Soft System Metodology (SSM) sebagai analisis induksi dan deduksi Dengan Interpretative Structural Modelling (ISM) dan Analisis Stake holder metode REEDS sebelum tiba pada aras model pengelolaan hutan tersebut. Analisis RAP-MPForest, analisis stakeholders, interpretative structural modeling berhasil mengkonstruksi model kelembagaan termasuk menyorot koordinasi pengelolaan hutan berkelanjutan berdasarkan dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dan dimensi sosial masing –masing dengan sejumlah atribut tertentu. Walhasil ditemukan indeks keberlanjutan pengelolan hutan mangrove di Kwandang pada angka 49,48 % dengan status belum berkelanjutan.

Kecanggihan modifikasi dan pengembangan metode Rapid Appraisal of Fisheries (Rapish) melalui sistem Multi Dimensional Scalling (MDS) yang digunakan memberi keleluasaan kepada Dr. Hartini untuk menjelaskan bahwa model pengelolaan hutan mangrove berkelanjutan di Kecamatan Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara dapat dilakukan melalui pemecahan kembali masalah dan menentukan alternatif kebijakan sebagai solusi masalah. Hartini memberikan rekomendasi alternatif kebijakan sistem kerja key player yang meliputi antara lain peningkatan sistem koordinasi dan perilaku serta kinerjam asing-masing stakeholder key player.

Model ini, menurut DR. Hartini akan berimplikasi pada bekerjanya sistem untuk mengaktifkan elemen-elemen kunci yang terdiri dari: tujuan, kendala, perubahan, tolak ukur dan lembaga yang terlibat. Prof. Eriyatno yang memimpin sidang setelah mengapresiasi pertanyaan dan saran para guru besar penguji memberi beberapa catatan reflektif terutama terkait gagasan replikasi model temuan Dr. Hartini ke skala nasional yang dianggit-saran kan Prof. Winarni Monoarfa. Pada skala nasional dua hal penting yang tak bisa tidak terakomodir pada model temuan ini di daerah, yaitu: soal legalitas yang terkait dengan aturan normatif perundangan dan soal budget/ financial keuangan.

Prof. Winarni Monoarfa yang juga perempuan peraih penghargaan Wibawa Seroja LEMHANNAS RI itu, mengingatkan agar temuan, novelty, rekomendasi, saran dan apa pun gagasan terbaik yang lahir dari disertasi ini pada giliranya hendaknya bisa memberi dampak ekonomi kepada Gorontalo, khususnya kepada masyarakat Kwandang di Gorontalo Utara.“Disertasi dan temuan Dr. Hartini menjadi bagian dari kebanggaan saya terhadap peran perempuan di dunia akademis khususnya environ mental sciences, teristimewa dalam tegak tema juang kebangsaan : dari Gorontalo untuk Indonesia!”ujar Prof. Winarni Monoarfa, perempuan pertama di Gorontalo, bergelar adat “Ti Tidito lo Hunggia”. (tro)

Comment