Oleh :
Fory Armin Naway
Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan UNG
Menurut Adnan Iskandar, Kompas Gramedia, (2017), 80 persen pikiran manusia bersifat negatif. Mayoritas pikiran kita adalah Criminal minds katanya. Konon menurut penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran di San Frasisco Amerika Serikat, setiap hari manusia dibombardir kurang lebih 60 ribu pikiran, yang sebagian besarnya bersifat negatif, baik pikiran negatif terhadap diri sendiri dan pikiran negatif terhadap orang lain.
Tanpa disadari, betapa setiap orang hidup dalam bayang-bayang criminal minds yang bisa jadi akan terus menjerat dirinya dalam keterpurukan, jika tidak mendapatkan penyeimbang dan pengendali. Di sisi lain menurut Adnan Iskandar, pikiran merupakan kekuatan yang paling dahsyat dalam diri setiap orang. Kita berada dimana dan sebagai apa sekarang, adalah karena kebiasaan atau kekuatan berpikir kita.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pikiran adalah hasil berpikir (memikirkan) atau bisa juga berarti akal, ingatan, akal (yang berarti daya upaya), angan-angan, niat atau maksud. Dalam manifestasinya, alam pikiran manusia terdapat dua dimensi besar yang dapat mempengaruhi arah kehidupan atau situasi dan kondisi hidup seseorang, yakni pikiran positif dan pikiran negatif. Pikiran positif akan melahirkan energi positif dan sebaliknya pikiran negatif akan melahirkan pikiran negatif.
Siapapun kita pasti menghendaki adanya energi positif melingkupi hidup kita dan membuang jauh-jauh pikiran negatif. Hanya saja, begitu banyak aspek-aspek yang mempengaruhi hingga energi negatif terkadang secara refleks masuk ke dalam ranah alam pikir seseorang. Itulah sebabnya, tugas setiap kita adalah, mengundangg sebanyak-banyaknya pikiran positif, merasuk ke dalam alam pikir untuk mengeliminir pikiran negatif. Bagaimanapun, pikiran negatif menurut para ahli psikologi dan ahli kesehatan sangat berbahaya bagi seseorang. Pikiran negatif dapat berdampak terhadap kejiwaan, kesehatan, mental, sikap dan perilaku seseorang. Pikiran negatif tidak hanya berdampak negatif pada diri sendiri, tapi juga turut mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung pada orang lain.
Moh. Ahyak dalam bukunya Mengatasi Pikiran Negatif yang diterbitkan Saufa Jokyakarta (2014) mengatakan, keberhasilan seseorang dimulai dari pikirannya sendiri. Memandang diri tidak mampu, sering diremehkan, dibully, merasa tidak berguna dan sebagainya, adalah bagian dari pikiran negatif yang justru menjadi bumerang, karena mempengaruhi tingkat rasa percaya diri. Demikian juga, meremehkan orang lain, bersikap kasar dan anarkis, membully dan mengejek orang lain, juga merupakan tindakan yang justru mengundang resistensi bagi diri sendiri. Maka berpikir positif pada diri sendiri dan orang lain adalah sebuah keniscayaan.
Ada ungkapan yang mengatakan, “darimu adalah milikmu”. Ketika seseorang mengumpat orang lain dengan kata-kata kasar, maka kata-kata atau umpatan itu adalah miliknya, bukan milik orang yang diumpatnya. Ketika kita mengejek orang lain, menggibah, mencari kejelekan, kesalahan dan kelemahan orang lain, maka kita tengah menjermuskan diri kita sendiri pada kenistaan. Milikmu akan kembali pada dirimu, apa yang kau tanam, itulah yang akan kau petik, Jika menanam bunga jangan berharap memetik mangga.
Hidup memang tidak hanya penuh dengan misteri, tapi juga penuh dengan pilihan. Orang bijak sering berkata, tetapkan jalan hidupmu seperti “Lebah” yang selalu mencari kumbang dan menghadiahkan madu yang menyehatkan untuk orang lain. Jangan sekali-kali seperti “Lalat” yang selalu mencari kotoran dan menyisakan kuman penyakit pada sesuatu yang dihinggapinya. Itulah prinsip dan pilihan hidup dalam berinteraksi, bersahabat dan bertetangga. Jangan menebar kebencian, jangan kasak-kusuk dengan urusan orang lain, jangan bernafsu mencari celah kesalahan orang lain, karena sesungguhnya dirimu seperti juga orang lain yang tidak luput dari kesalahan dan dosa. Jangan sampai seperti ungkapan “Kuman di seberang lautan nampak, gajah di pelupuk mata tak nampak”.
Untuk menuju puncak tidak harus menjatuhkan orang lain, untuk tetap eksis tidak harus menyingkirkan yang lain. Untuk menjadi manusia tidak harus mengusir yang bukan manusia. Dirimu menjadi berarti karena ada orang lain, status manusiamu ada berkat keberadaan mahkluk yang lain. Ada yang kaya karena ada yang miskin, ada yang berpangkat karena ada yang jelata serta dimensi-dimensi kehidupan lainnya yang sungguh mengajarkan, betapa hidup adalah pengendalian diri.
Dua dimensi kehidupan yang berbeda yang melingkupi kehidupan di alam fana, positif-negatif, siang-malam, pagi-petang, adalah sebuah takdir yang seakan menyuguhkan format blanko kosong untuk dijawab dan diisi dengan menggunakan anugerah akal, pikiran, nurani yang juga menjadi kudrat manusia. Betapa pentingnya, pemaknaan terhadap hal itu, maka benar Hadits Nabi Muhammad SAW bahwa “aku diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia”. Artinya, berbagai dimensi pikiran manusia sebenarnya bertumpu pada ouput yang bernama akhlakuk karimah. Kesejatian manusia berada pada ruang lingkup itu.
Dalam ranah kehidupan apapun, pengendalian diri adalah kompas dan penunjuk jalan yang benar untuk berlabuh pada dermaga yang benar pula. Oleh karena itu, orang-orang alim yang dicatat sebagai pelaku sejarah, adalah mereka yang mampu mengendalikan dirinya. Kehebatan mereka bukan apa yang telah mereka hadirkan dan perjuangkan, tapi kehebatan mereka terletak pada kekuatan pengendalian diri. Itulah sebabnya, usai perang Uhud melawan kaum kafir Quraisy yang terkenal itu, Nabi SAW dalam sebuah riwayat pernah bersabda bahwa “perang paling hebat” adalah perang melawan hawa nafsu.
Pikiran positif-negatif, criminal mind terwujud atau tidak terwujud dalam bentuk aksi, tindakan dan perbuatan bermuara pada pengendalian diri. Pikiran positif adalah senjata yang mampu mengurai dimensi-dimensi pikiran negatif akan lebur dengan sendirinya. Pikiran positif mampu mengalahkan bisikan-bisikan negatif untuk diri sendiri dan orang lain. Menyelimuti pikiran dengan aura positif, tidak hanya menghasilkan karya-karya besar bagi setiap orang, tapi juga mampu menuntun dan membawa kita ke dalam ranah kehidupan yang hakiki. Sebaliknya, pikiran negatif hanya akan menjebak, merenggut dan menjerumuskan kita ke dalam lembah nista yang jauh dari nilai-nilai hakiki manusia sebagai khalifah di muka bumi ini. Semoga kita terhindar darinya. Aamiin. (***)
Comment