Oleh Dahlan Iskan
Orang yang tidak teguh mudah terombang-ambing. Apalagi di musim pandemi seperti ini.
Lihatlah betapa banyak orang yang ikut-ikutan suntik vaksin anti flu. Di negeri tropis ini. Lalu tiba-tiba ketakutan. Yakni ketika tersiar berita 36 orang meninggal di Korea Selatan.
Diduga, menurut berita itu, terkait dengan vaksinasi anti flu di sana. Pun Singapura, begitu sigap mengambil langkah: langsung menghentikan keinginan warganya untuk suntik vaksin anti flu.
Tahun ini Korea Selatan memang menggalakkan vaksinasi anti flu. Semacam diwajibkan. Khususnya bagi anak-anak dan orang tua. Itu mencakup sekitar 20 persen dari jumlah penduduk.
Pun, Gratis.
Pemerintah Korsel memang selalu pandai antisipasi. Agar tidak kecolongan. Kepekaan seperti itu pula yang membuat Korea Selatan termasuk sukses menangani Covid-19. Sampai kemarin korban meninggal di sana sebanyak 457 orang. Yang tertular 26.000 orang. Bandingkan dengan jumlah penduduknya yang 55 juta jiwa.
Sebentar lagi Korea Selatan memasuki musim dingin yang berat. Di musim seperti itu biasanya wabah flu merajalela. Itu sama dengan negara lain yang memiliki empat musim.
Tapi musim flu tahun ini akan sangat berbeda. Yakni bersamaan dengan pandemi Covid-19. Yang gejalanya mirip-mirip. Maka di sana pun ada istilah baru: twindemic. Pandemi yang bersatu dengan epidemi.
Dan itu tidak boleh terjadi di Korsel. Karena itu sejak tanggal 13 Oktober lalu vaksinasi anti flu dilakukan. Sampai kemarin sudah 14 juta orang yang disuntik. Termasuk 9 juta anak-anak.
Flu memang termasuk wabah tahunan yang berat di negara empat musim. Termasuk di Amerika. Di Korsel, tahun 2019 saja, yang meninggal 200.000 orang. Itu akibat flu. Belum ada Covid-19 waktu itu.
Bayangkan kalau musim dingin tahun ini benar-benar terjadi twindemic. Betapa mengkhawatirkannya.
Karena itu vaksinasi anti flu harus dilakukan.
Bagaimana dengan berita 36 orang meninggal dunia itu?
Memang yang meninggal itu ada. Jumlahnya juga benar segitu. Tapi setelah diteliti tidak ada hubungannya dengan vaksinasi anti flu. ”Kalau pun ada efek samping yang berat, itu hanya mengenai 1 dari 10 juta orang yang menjalani vaksinasi anti flu,” ujar Prof. Ki Moran, pimpinan pusat penyakit kanker di Korsel kepada CNN tiga hari lalu.
Pemerintah di sana sebenarnya sudah cukup hati-hati. Misalnya saat menetapkan tanggal dimulainya vaksinasi itu. Semula gerakan itu direncanakan mulai 1 Oktober. Tiba-tiba ada laporan dari lapangan: 5 juta vaksin ditemukan disimpan di ruang biasa. Bukan di ruang pendingin khusus.
Maka pemerintah memutuskan menunda vaksinasi. Setelah semua beres barulah 13 Oktober dimulai. Yakni setelah dilakukan penelitian ulang.
Saat itu, akhir September itu, suhu udara di Korea Selatan memang sudah mulai dingin. Berarti masih dalam batas aman bagi vaksin tersebut.
Namun pihak oposisi langsung mengaitkan berita meninggalnya 36 orang tersebut dengan kesalahan penyimpanan 5 juta vaksin itu. Maka itu langsung menjadi rumor yang menakutkan.
Syukurlah bahwa semuanya sudah jelas: tidak ada hubungan langsung vaksinasi anti flu dengan 36 kematian. Mereka meninggal akibat penyakit yang lain.
Padahal partai oposisi di sana sudah telanjur dengan keras minta agar vaksinasi dihentikan.
Pemerintah tegas: jalan terus.
Bagaimana dengan di Tiongkok? Yang juga punya musim dingin yang berat? Terutama di bagian utaranya?
”Di sini tidak diwajibkan. Saya sendiri tidak akan melakukan vaksinasi anti flu,” ujar teman saya di kota Dalian, yang bersebelahan dengan Korea.
Tiongkok dianggap sudah bisa mengendalikan Covid-19. Kehidupan di Tiongkok sudah kembali normal.
Semua kasus Covid yang ditemukan belakangan, ternyata dibawa orang yang datang dari luar negeri.
Misalnya yang awal Oktober lalu ditemukan di kota Qingdao, Shandong. Yang telaknya di dekat Korea. Di sana tiba-tiba ditemukan penderita Covid sekaligus 13 orang.
Maka langsung terjadi kepanikan. Dikira Covid mewabah lagi. Sempat dianggap itu akibat serunya hari libur emas di sekitar hari kemerdekaan. Sampai-sampai Qingdao harus di lockdown lagi satu minggu. Lalu, 9 juta warganya diswab. Selesai dalam 5 hari.
Semua negatif.
Akhirnya ditemukan virus baru tersebut masuk lewat galangan kapal. Di Qingdao memang banyak galangan kapal besar. Termasuk yang memperbaiki kapal dari luar negeri.
Qingdao pun kembali normal.
Hari-hari ini ditemukan lagi kasus baru Covid-19. Tapi di daerah yang sangat terpencil. Dekat kota Kashgar –yang saya kunjungi tahun lalu. Itu daerah Muslim di sebelah sananya gurun pasir Ghobi. Sudah dekat dengan perbatasan Kazakhstan. Kota itu kini lagi di lockdown total.
Kebetulan kotanya dikelilingi padang pasir.
Bagaimana dengan orang Beijing?
”Saya sendiri jadinya perlu mikir-mikir untuk vaksinasi anti flu,” ujar teman saya yang di Beijing. Di sana suntik vaksin anti flu biayanya 200 RMB. Atau sekitar Rp 450.000. ”Kalau tidak Anda tanya saya tidak terpikir,” tambahnya.
Sudah berapa dingin Beijing di malam hari?
”Tadi malam sudah 5 derajat,” jawabnya.
Di Korea Selatan pun kini banyak yang vaksinasi mandiri. Terutama setelah ada berita kematian itu. Mereka pilih membeli vaksin sendiri tapi yakin daripada gratis tapi ragu.
Di Indonesia juga begitu. Banyak yang menjalani vaksinasi anti flu ini. Plus pneumonia. Dengan biaya Rp 800.000. Mereka juga ikut heboh saat ada berita kematian di Korsel. Semoga, dengan membaca ini sudah bisa tenang kembali.
Tapi ada juga yang memanfaatkan berita itu untuk menjatuhkan vaksinasi Covid-19. Mereka mencampur aduk pengertian vaksin flu dengan vaksin Covid. Pokoknya vaksin itu bahaya, kata mereka.
Beruntunglah pedagang vaksin anti flu. Termasuk di negara yang tidak punya musim dingin yang berat ini.
Sayang tidak ada yang jual vaksin anti ketidakadilan. (Dahlan Iskan)
Comment