Oleh:
Dr. Arifasno Napu
“Salam Gizi! dengan Jawabannya “Sehat Melalui Makanan” adalah bentuk pengagungan kebesaran dan kekuasaan Allah SWT, Tuhan YME tentang pentingnya makanan yang harus dikonsumsi oleh umat manusia yakni makanan yang halal (bagi muslim), dan baik dengan ciri-ciri: alami, beragam, bergizi, berimbang, aman dan menyehatkan. Ini melalui proses yang diseimbangkan dengan umur, status gizi (berat badan, tinggi badan), aktivitas, olahraga, status kesehatan/fisiologi tubuh; disesuaikan dengan cuaca, ekonomi, sosial, budaya, termasuk agama.
Sesungguhnya sekarang ini bapak Presiden RI ke-8 telah melaksanakan makna “Salam Gizi dengan jawabannya “Sehat Melalui Makanan”. Sebagai bukti adalah sangat pedulinya bapak Presiden RI untuk mengembalikan marwah generasi Indonesia yang akan berada pada titik puncak keberhasilannya bahkan selalu digaungkan sebagai generasi macan Asia yang religi dan berbudaya serta pantang menyerah dan pantang ditaklukkan.
Kiprah Bapak Prabowo tidak lain sedang melaksanakan amanah rakyat yang sesungguhnya termaktub dalam perintah Allah SWT seperti dalam Q.S (Qur’an Surat) Annisa ayat 9 yang artinya “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
Selanjutnya bapak Presiden RI telah mengedepankan pula tentang konsumsi makan yang berkualitas, seperti dinyatakan dalam Q.S. Al-Baqarah Ayat 168 yang artinya “Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia bagimu merupakan musuh yang nyata,
Luar biasa dan sangat visioner program pembangunan yang digagas oleh Presiden RI ke-8 diantaranya program MBG (makan bergizi gratis) bagi bangsa Indonesia. Ini mencerminkan pemimpin yang berpihak pada kepentingan rakyat, bangsa Indonesia. Apalagi dimodali oleh luas wilayah NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) yang bersumber daya terlimpah baik di laut, darat dan udara. Sebut saja lahan pertanian dan perairan yang kaya dengan sumber makanan yang halal dan baik.
Keinginan dan tekat Pak Prabowo yang tidak sudi mau meninggalkan generasi yang lemah sesudahnya adalah sebuah kemuliaan yang tentunya harus disukseskan melalui dukungan semua elemen bangsa terutama masyarakat Indonesia itu sendiri. Tentunya bila generasi yang akan datang adalah lemah maka bisa pula melemahkan NKRI yang kita cintai. Selanjutnya begitu getolnya beliau menyampaikan bahwa ingin melihat rakyatnya tersenyum guna menatap masa depan (https://gerindra.id/2022/10/27/muzani-prabowo-ingin-lihat-rakyat-tersenyum-tatap-masa-depan/). Artinya bahwa memang presiden Prabowo tercinta ini memikirkan dan mengaktualisasikan kebahagiaan rakyatnya, bukan dalam bentuk tipu-tipu atau kamuflase yang menyenangkan saja.
Janji Presiden Prabowo adalah memberi MBG pada anak Indonesia termasuk ibu hamil. Program yang sangat bagus ini, akan tetapi terdapat peluang yang bisa menjadi bumerang dalam pembangunan yang diidamkan tersebut. Karena ini butuh sumber daya yang sangat besar apakah tenaga, biaya, sarana prasarana, sistem pelaksanaan, dll.
Jumlah pengolahan MBG sangat banyak dan tersentralisasi sampai tiga ribu sasaran yang harus disediakan oleh satu dapur yang belum tentu memiliki SLHS (sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi). Sudah pasti dapat memberikan kelemahannya antara lain dalam kejadian keracunan, makanan tidak dihabiskan, makanan tidak dimakan, distribusi makanan yang bisa terlambat dan bepengaruh pada kualitas makanan serta ada pandangan terhadap program ini adalah tidak baik.
Selain banyaknya titik kritis permasalahan yang dilakukan oleh pelayanan gizi di institusi dapur, di Indonesia pula telah dinyatakan Tinggi Konsumsi Makanan Berisiko (survei Kesehatan Indonesia = SKI 2024). Makanan yang berisiko pencetus berbagai penyakit degeneratif seperti jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus, dan kanker. Tentunya hasil SKI yang dilakukan pada anak umur 3 tahun keatas, merupakan pembelajaran berarti bahwa makanan berisiko yang dikonsumsi meliputi bermacam-macam yakni: makanan dan minuman yang dikonsumsi meliputi makanan/minuman manis, makanan asin, makanan berlemak/kolesterol/gorengan, makanan yang dibakar sampai gosong, makanan daging/ayam/ikan olahan dengan pengawet, bumbu penyedap sintetik, soft drink atau minuman berkarbonasi, minuman berenergi, mi instan dan makanan instan lainnya. Lihat tabel 1.
Tabel 1. Proporsi Kebiasaan Konsumsi Makanan Berisiko Penduduk Umur >3 Tahun Di Indonesia, Frekuensi ≥1 kali per hari, SKI 2023
| Uraian | Indonesia (%) |
| Konsumsi Bumbu Penyedap | 73.8 |
| Konsumsi Gorengan | 37.4 |
| Konsumsi Minuman Manis | 47.5 |
| Konsumsi Makanan Manis | 33.7 |
Sumber:SKI2023
Tabel 1, menunjukkan bahwa dengan tingginya penggunaan bahan makanan/makanan berisiko berdampak terciptanya berbagai ladang penyakit di Indonesia. Artinya, apakah upaya-upaya yang dilakukan pemerintah hari ini hanya akan memberi potensi risiko diidapnya penyakit oleh masyarakat di masa yang akan datang?
Konsumsi bumbu alami sudah sangat menurun dan beralih pada bumbu penyedap berisiko dikonsumsi dengan frekuensi ≥1 kali per hari yang prevalensinya sudah 73,8%. Bukankah ini akan menjadi pondasi yang kokoh terjadinya berbagai macam penyakit tidak menular, keganasan termasuk juga dapat menurunkan kekebalan tubuh? Demikian pula yang mengkonsumsi gorengan, prevalensinya 37.4%, minuman manis 47,5% dan makanan manis 33,7%. Tren kejadian yang semakin tinggi dan sangat tinggi ini menunjukkan bahwa dalam masyarakat penting adanya intervensi yang benar-benar dapat memberikan perilaku konsumsi makanan yang halal (umat Muslim) dan baik.
Tabel 2. Proporsi Alasan Konsumsi Makanan Berisiko pada Penduduk Umur >3 Tahun di Indonesia, SKI 2023
| Alasan mengkonsumsi makanan beresiko ≥3 tahun | Indonesia (%) |
| Enak Rasanya | 96,2 |
| Mudah didapatkan | 91.3 |
| Lebih murah | 79,3 |
| Tidak tahu bahaya dan risikonya | 43,3 |
Sumber:SKI2023
Penjelasan bahwa makanan itu berisiko meliputi makanan manis, minuman manis, makanan asin, makanan berlemak/berkolesterol/gorengan, makanan yang dibakar, makanan daging/ayam/ikan olahan dengan pengawet, bumbu penyedap, soft drink atau minuman berkarbonasi, minuman berenergi, mi instan dan makanan instan lainnya.
Alasan mengapa mengkonsumsi makanan berisiko selalu didasari oleh karena rasa enak yang proporsinya mencapai 96,2%. Sudah enak rasanya karena dipenuhi oleh bumbu-bumbu penyedap sintetik atau tidak alami, ditunjang pula oleh ketersedian makanan berisiko dimaksud yang sangat mudah didapatkan yang dinyatakan oleh 91,3% responden survei. Kemudian ditunjang pula oleh harga yang lebih murah serta masyarakat yang tidak tahu bahaya dan risikonya dinyatakan oleh sebanyak 43.3%. Penjelasn tersebut menunjukkan bahwa konsumsi makanan yang berisiko selalu beriringan dengan hargamya yang murah dan mudah diperoleh serta keterbatasan pemahamannya. Lihat Tabel 2.
Sekarang, generasi muda sudah mengkonsumsi makanan yang berisiko maka terlengkapi pula keadaan keburukan ini dengan proporsi aktivitas fisik penduduk umur ≥10 tahun yang hanya berkategori cukup sebanyak 62,6% dan kategori rendah sebanyak 37,4% (SKI 2023). Hal ini mengandung makna bahwa bisa saja bila tidak dibenahi dari sekarang maka pemerintahan, unsur industri dan masyarakat itu hanya sedang mempersiapkan kualitas kehidupan manusia Indonesia yang diawali dari pembentukan sel mani dan sel telur bersuber dari sari-sari instan. Karena hanya berasal dari sari-sari instan maka generasi hari ini sedang mempersiapkan kelemahan untuk kehidupannya di masa yang akan datang. Dengan kualitas instan tentunya berdampak negatif pula pada masyarakat dan nantinya diliputi oleh keterbelakangan. Bagaimana yang akan terjadi dengan kehadiran generasi Indonesia pada 100 tahun umur NKRI nanti atau dikenal dengan sebutan Indonesia Emas?
Apa penting program MBG dihentikan? Ataukah tetap diteruskan dan harus bagaimana?
Program Strategi Nasional yakni MBG sangat bagus sekali karena mempunyai tujuan perbaikan generasi sekarang dan di masa yang akan datang agar NKRI tetap berbangsa Indonesia yang berasal dari berbagai daerah, suku, bahasa, budaya dan agama. Inilah program pembangunan pemimpin yang jelas visinya untuk kepentingan bangsa dan negara.
Selain membenahi status gizi dan kesehatan maka dapat terbenahi pula siklus perekonomian seperti: Instansi Pertanian, Peternakan, Perikanan, dan Industri menyediakan makanan yang halal dan baik; Instansi Perdagangan memberikan subsidi harga sembako termasuk sayuran dan buah; Instansi pendidikan memberikan pembelajaran tentang makanan yang halal dan baik berbasis makanan tradisional atau pangan lokal; Instansi Kesehatan/ BPOM sebagai pengawas dan pengevaluasi keadaan gizi dan kesehatan masyarakat; Instansi Pariwisata memfasilitasi generasi muda yang terbelajarkan secara terstruktur dan sustainable tentang makanan tradisional daerah di Indonesia ke potensi peletarian dan pengembangan budaya pariwisata; semua instansi menyediakan makanan berbasis pangan lokal pada setiap kegiatan; media-madia mempromosikan termasuk instansi luar negeri mempromosikan produk lokal yang halal dan baik; bahkan sekarang sedang berlangsung intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian sebagai sebuah peran pertahanan dan keamanan, termasuk peran sistem jasa lainnya, dll.
Beberapa hal terjadi pada program MBG sehingga seyogyanya penting dilengkapi yakni: anak-anak hanya diberikan makanan sekalipun ada edukasi namun tidak terstruktur dan berkesinambungan; makanan yang dikonsumsi tidak dihabiskan bahkan ada yang tidak dimakan karena tidak sesuai dengan selera seperti rasa yang diperoleh di rumah atau pada umumnya; makanan ada yang basi sampai bercampur serangga atau ulat karena proses pengolahan, packing dan pendistribusian yang kurang memadai; sasaran banyak yang mengalami keracunan dan bahkan harus dirawat di rumah sakit; citra MBG semakin harus diperbaiki karena kasus-kasus keracunan yang terjadi; keterlibatan sekolah bukan pada proses pengolahan dan pendistribusian, namun hanya sebagai penerima;
Dalam memfasilitasi sasaran dengan MBG maka prosesnya penting disesuaikan sehingga dapat meminimalisir kejadian yang tidak baik dan tidak diharapkan seperti:
- Membelajarkan tentang gizi dan kesehatan berbasis makanan tradisional kepada siswa secara berkesinambungan dari SD kelas 1 sampai kelas 6, SMP dari kelas 7 sampai keas 9 dan di SMA untuk kelas 10 sampai kelas 12.
- Menyediakan alat-alat praktik memasak di semua sekolah yang akan membelajarkannya adalah guru pengampu yang sebelumnya telah dilatih berdasarkan bahan ajar dan kurikulum.
- Proses memasak yang dilakukan di dapur-dapur MBG dapat dialihkan ke sekolah yang langsung diampu oleh guru yang membidangi, sehingga terjadi kegiatan ilmiah dan peningkatan keterampilan pada peserta didik untuk mempraktikkan makanan yang halal (bagi muslim) dan baik (alami, beragam, bergizi, berimbang, aman dan menyehatkan). Jum;ahnya adalah puluhan ribu yang berasal dari 1128 suku di Indonesia ((Heriawan 2010: bahwa hasil sensus BPS).
- Misalnya, selama 4 pekan atau satu bulan peserta didik memperoleh teori tentang gizi dan kesehatan berbasis makanan yang halal (bagi muslim) dan baik. Begitu masuk pekan ke 5 peserta didik dapat mempraktikkan langsung apa yang diajarkan di sekolah. Ini sangat tinggi dampaknya untuk peserta didik dan masa depannya karena selain belajar tentang jenis bahan makanan juga ke depan menjadi investasi tak terhingga untuk peserta didik karena bisa saja keterampilan memasak ini menjadi sumber mata pencaharian.
- Oleh karena itu, di sekolah penting adanya kurikulum, bahan ajar, bahkan payung hukum daerah (peraturan daerah) atau tingkat nasional yakni undang-undang tentang makanan tradisional Indonesia guna membingkai pelaksanaan MBG. Seperti yang telah dilaksanakan di Jepang yang kita tahu negaranya sudah super canggih tetapi tetap mengedepankan makanan tradisionalnya yang dikenal dengan Shokuiku (food and nutrition education) yakni filosofi dan “pendidikan makanan” yang mempromosikan pola makan sehat dan seimbang. Sementara di Indoensia satu-satunya daerah yang telah memiliki peraturan daerah tentang Pembelajaran Gizi Berbasis Makanan Tradisional adalah Pemerintahan provinsi Gorontalo tetapi belum secara keseluruhan dan berkesinambungan pelaksanaannya (Perda No 3 Tahun 2015).
Proses pelaksanaan MBG penting didahului dengan pembelajaran Ilmu Gizi dan Kesehatan yang terstruktur, masif, berkesinambungan pada satuan pendidikan dasar (SD/sederajat, SMP/sederajat) dan menengah (SMA/MA/SMK/ sederajat). Untuk praktik konsumsi makanannya dapat dilakukan setiap bulan sekali dengan sistem penilaian dan lebih penting lagi pada saat kenaikan kelas atau perpisahan peserta didik yang lulus dapat dibuat pagelaran makan yang dibuat langsung oleh peserta didik. Produk dapat dilelang kepada para orang tua yang mengambil raport, atau bisa dijual dalam arena yang lebih luas.
Tentunya dengan pembelajaran yang dijelaskan sebelumnya apalagi berbasis makanan tradisional asal daerahnya masing-masing maka terjadi peningkatan perilaku masyarakat secara berjenjang tentang gizi dan kesehatan; terlaksananya upaya memutus mata rantai permasalahan gizi dan kesehatan; telaksananya pengembangan budaya yang menjadi kekuatan pertahanan dan keamanan bangsa dan negara; terlaksananya transformasi hasil-hasil riset kepada seluruh jenjang pendidikan; lahirnya jiwa enterpreneurship berbasis makanan tradisional berbahan pangan lokal;
Semoga tulisan ini bermanfaat dan Presiden RI selalu memperoleh petunjuk dan lindungan Allah SWT dalam aktivitas kesehariannya. Bersama berkarya sebagai ibadah, Aamiin. (*)
Penulis adalah Pengamat Gizi dan Kesehatan alumni Akademi Gizi (sekolah kedinasan), UI, UGM dan IPB; Mengajar di Perguruan Tinggi Sejak 2001 Ilmu Gizi dan Kesehatan, Kebijakan Kesehatan, Olahraga, Budaya, Pengalaman birokrat 28 tahun (rumah sakit, Dinkes Prov, Dinsos Prov, BPBD Provinsi), Ketua Perhimpunan Pakar Gizi Dan Pangan Provinsi Gorontalo, Ketua Yayasan Makanan dan Minuman Indonesia (YAMMI) Provinsi Gorontalo, Pembina DPD PERSAGI Provinsi Gorontalo, Wakil Ketua Kwarda Gorontalo, Mengajar Di Universitas Negeri Gorontalo dan PT Swasta 2001-2020; Mengajar di Poltekkes Kemenkes Gorontalo sejak 2021-sekarang.










Discussion about this post